Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pekerja corporate research
Bergabung sejak: 14 Nov 2018

Pekerja corporate research. Aktivitas penelitiannya mencakup Asia Tenggara. Sejak kembali ke tanah air pada 2003 setelah 10 tahun meninggalkan Indonesia, Mahendra mulai menekuni training korporat untuk bidang Sales, Marketing, Communication, Strategic Management, Competititve Inteligent, dan Negotiation, serta Personal Development.

Futurismo: "Artificial Intelligence" dan "Superficial Anxiety"

Baca di App
Lihat Foto
AFP/MANJUNATH KIRAN
Seorang pengunjung berjalan dekat tanda Intel Artificial Intelligence (AI) Day di Bangalore, India, 4 April 2017.
Editor: Laksono Hari Wiwoho

FRANK PEELEN ikut menonton perdebatan antara Elon Musk, pendiri Tesla dan Space-X, dan Jack Ma, bos dan pendiri Alibaba group.

Diskusi yang difasilitasi oleh BUMN China, China Global Television Network (CGTN), dalam event World Artificial Intelligence Conference di Shanghai berkembang jadi perdebatan sengit di antara keduanya.

Yang dibahas isu sederhana, dan juga bukan isu baru, kira-kira begini: apakah AI (artificial intelligence) akan bermanfaat bagi umat manusia, atau sebaliknya mengancam eksistensi manusia dan dinamika kesehariannya.

Meski menikmati panas-dinginnya debat, Frank Peelen mengeluhkan satu hal, "Diskusi ini benar-benar perlu seorang moderator!"

Frank Peelen benar dalam satu hal. Dalam tataran diskusi publik, kesimpulan yang diciptakan oleh pandangan ekstrem sebaiknya ditunda dulu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namanya juga moderating, yang secara fair dan rasional semestinya memberikan ruang bagi berbagai wacana, gagasan, dan pandangan untuk beradu sebelum topik utamanya mencapai klimaksnya.

Oh, jadi perdebatan mengenai AI belum mencapai klimaksnya? Tentu saja belum. AI, sejauh mana ia mengancam?

Musk yang berambisi menaklukkan Mars menekankan pada betapa berbahayanya berpikir sempit bahwa AI adalah smart human.

Menurutnya, cara kebanyakan kita dalam memahami AI kira-kira satu pola dengan cara simpanse memahami manusia. Tentu tidak sesederhana itu.

Musk memikirkan kemungkinan-kemungkinan saat AI justru berbalik mengendalikan keseharian kehidupan manusia.

Bila pembaca ingin mendapatkan visualisasi dari pandangan Musk ini, tontonlah film lama Lawnmower Man (1992), yang naskahnya ditulis oleh Brett Leonard dan Gimel Everett.

Itu film fiksi ilmiah yang ditayangkan di bioskop 27 tahun lalu! Kira-kira sepurba itulah diskursus tentang AI yang jahat direpresentasikan. Tak lama kemudian semuanya berubah.

Sepuluh tahun terakhir ini Anda akan mendapati diskursus tentang AI menjadi lebih melunak.

Tontonlah Iron Man dengan Jarvis-nya (mulai 2008), Ex Machina (2014), atau Chappie (2015). Di sana seolah ingin disampaikan bahwa AI adalah masa depan kebahagiaan umat manusia.

Dan, inilah yang mungkin menjadi cara pandang Jack Ma. Jack Ma melihat bahwa AI tak akan pernah bisa mengusik dinamika keseharian manusia, bahkan--secara positif--mempermudah kehidupan umat manusia.

Tampak seperti pepatah platonik, tetapi cara Jack Ma menyampaikan pandangannya sungguh manusiawi. Bila sampai AI memberikan indikasi akan membahayakan umat manusia, tentu manusia sudah pasti akan mengetahuinya lebih dulu. Debatable.

Dalam sebuah pertemuan Forum AI Society Indonesia yang saya ikuti belum lama ini di Jakarta, kebanyakan dari kami sepakat bahwa kemajuan AI bukanlah ancaman, bahkan mempermudah pekerjaan manusia.

Soal bakal hilangnya pekerjaan dan profesi, itu pun dikesampingkan dengan pergeseran secara alamiahnya fungsi serta cara kerja manusia bersama dengan "mesin-mesin AI". Machines evolve, so do humans!

 

Irzan Raditya, salah satu jenius AI Indonesia yang ikut mengembangkan chatbot untuk layanan publik bagi perusahaan-perusahaan besar di negeri ini bahkan secara terang-terangan menyampaikan bahwa AI tidak akan mengambil alih pekerjaan manusia begitu saja.

Namun, AI justru memberikan push, dorongan bagi para profesional di bisnis dan industri untuk berevolusi, melakukan shifting keahlian serta knowledge mereka agar selaras dengan kemajuan dan tuntutan zaman.

Saya sangat sependapat, tak ada yang dipunahkan mentah-mentah oleh AI, tak ada yang sia-sia saat aplikasi AI benar-benar diterima sebagai "penolong dan pembantu" bagi manusia dalam bekerja dan beraktivitas.

Kata.ai, yang didirikan Irzan bersama teman-temannya, bahkan melangkah lebih jauh saat mengembangkan aplikasi AI tak hanya dari level teknologinya saja, namun juga memberi sentuhan gaya keseharian publik Indonesia dalam berinteraksi dengan berbagai layanan perusahaan.

Chatbot dari Kata.ai dikenal sebagai chatbot yang sangat gaul, mengenali slang dan jargon keseharian penduduk urban yang sangat lengkap library-nya.

Kurang yakin? Cobalah bercakap-cakap dengan Jemma, Sabrina, dan Veronika. Merekalah chatbots yang dikembangkan Irzan dan tim-nya untuk perusahaan retail, perbankan, dan telekomunikasi. Anda akan merasa seperti sedang berbincang dengan teman sendiri!

Jadi, benarkah AI kelak akan menjadi ancaman bagi umat manusia?

Moderating yang diinginkan seorang Frank Peelen seyogianya menjadi keinginan kita semua, terutama masyarakat yang peduli dan terlibat dalam perkembangan teknologi AI dalam berbagai aplikasinya untuk mempermudah berbagai layanan publik maupun komersial.

Pikirkan kembali kalkulator elektronik yang diciptakan di awal tahun 60-an, yang tak sampai satu dekade kemudian ratusan ribu kalkulator elektronik ukuran saku telah terjual di Amerika dan Eropa.

Adakah sejarah mencatat suatu ketakutan massal bahwa kalkulator saku itu akan memperbodoh anak-anak sekolah dan book-keeper dalam soal berhitung?

Satu-satunya yang saya ingat hanyalah obrolan angkringan masa itu, "Can we trust it to give us the correct numbers?"

Setelah itu, hening. Tak ada lagi yang memperdebatkan soal kalkulator itu.

Pascal Bornet, AI & Automation di McKinsey and Co meyakini pandangan Jack Ma sangat berdasar, "With AI, we will have even more time and able to enjoy being humans."

What’s next?

Apa yang menjadi adu argumentasi antara Elon Musk dan Jack Ma memberi nilai refleksi tersendiri bahwa keberadaan AI belum sepenuhnya mampu meyakinkan semua orang akan manfaatnya.

Selain itu, belum semua orang memahami di titik mana--bila itu bakal terjadi di masa depan--saat AI memiliki kemampuan kognitif artifisialnya sendiri dengan mencari alternatif pilihan tanpa harus mendapatkan entry dari manusia. Wacana yang sangat berimbang.

Perdebatan antara Elon Musk dan Jack Ma membawa saya kembali ke perkembangan AI di Tanah Air.

Negeri ini membutuhkan lebih banyak orang untuk mengembangkan AI aplikatif yang implementasinya benar-benar mempermudah hidup masyarakatnya.

Perusahaan-perusahaan rintisan AI harus mendapatkan fasilitas dan akses ke pendanaan maupun calon pasar pengguna.

Namun, yang tak kalah penting adalah regulasi yang integral, up-to-date, dan sinkron dengan regulasi global terkait beberapa hal, seperti GDPR/general data protection regulation (ala Uni
Eropa).

Tak hanya di Indonesia, beberapa pemerintahan memang kesulitan mengolah suatu formula perundangan untuk teknologi yang kecepatan berkembangnya sangat tinggi dan dinamis.

Pemerintah perlu menggandeng para ahli dan pelaku industri berbasis AI maupun masyarakat dan industri penggunyanya untuk tak hanya menyiapkan butir-butir bahan baku perundangannya, namun lebih jauh lagi membantu pemerintah membuat road-map yang paling masuk akal serta selaras dengan blueprint pembangunan baik infrastruktur maupun SDM-nya.

Semper Fi!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi