Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Pertama Kali, Presiden Indonesia Kunjungi Belanda

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/JB SURATNO
Presiden Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Hubungan Indonesia dan Belanda sudah terjalin sejak lama. Pada hari ini, tepatnya 49 tahun, hubungan kedua negara mengalami kemajuan saat Presiden Soeharto melakukan kunjungan resmi ke Belanda.

Kedatangan kepala negara Indonesia ke Belanda menandai babak baru hubungan bilateral kedua negara.

Peristiwa itu tercatat sebagai kunjungan resmi pertama kepala negara Indonesia ke negeri Belanda sejak mengikrarkan kemerdekaan. Kunjungan tersebut juga terjadi saat Kerajaan Belanda sendiri belum mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kedatangan Presiden Soeharto saat itu disambut dengan 12 kali dentuman meriam. Menurut Harian Kompas 4 September 1970, sesaat setelah turun dari pesawat, Presiden Soeharto dan ibu negara diterima oleh Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard bersama.

Tak ketinggalan jajaran pejabat beserta Perdana Menteri De Jong dan duta besar RI untuk Belanda, Taswin Natadiningrat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Majalah Time Didenda Rp 1 Triliun karena Berita Soeharto Inc.

Setelah upacara resmi dengan lagu kebangsaan, rombongan langsung berangkat menuju ke istana Huis Ten Bosch. Uniknya, keberangkatan rombongan ini tidak disertai dengan iring-iringan mobil melainkan menggunakan empat buah pesawat helikopter.

Di sepanjang jalan tampak kesatuan militer yang diperkuat kendaraan berlapis baja mengamankan jalan menuju ke istana. Bahkan jalan-jalan yang menuju Kota Den Haag, Ijpenburg, dan istana Huis Ten Bosch dinyatakan tertutup. Hanya kendaraan militer saja yang tampak mondar-mandir saat itu.

Begitu tiba di Huis Ten Bosch, rombongan dijamu makan siang secara resmi. Setelah itu diadakan pembicaraan antara Presiden yang didampingi oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik dan Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro dengan PM Plet De Jong yang didampingi oleh Menlu Joseph Luns serta menteri urusan negara-negara yang sedang berkembang, Bernhard Udink.

Ratu Juliana dalam pidatonya menyebutkan, kunjungan Presiden Soeharto ini sebagai kedatangan seorang sahabat yang baik.

"Dengan perasaan penuh kegembiraan kami menyambut kunjungan Yang Mulia sebagai presiden Republik Indonesia yang pertama berkunjung ke Nederland," ucap Ratu Juliana seperti dikutip dari Harian Kompas 5 September 1970.

Pendudukan kediaman duta besar

Sebelumnya, rencana kunjungan ini harus ditunda selama 1x24 jam. Penundanaan ini dikarenakan kediaman Duta Besar RI di Wassenaar diduduki oleh pemuda bersenjata.

Pendudukan tersebut dilakukan oleh sekelompok pemuda Ambon di Belanda. Mereka datang dengan mengendarai tiga buah truk seraya menenteng senjata. Dalam insiden tersebut, seorang polisi tertembak mati.

Arsip pemberitaan Harian Kompas 31 Agustus 1970 menyebutkan, kala itu, Duta Besar Taswin berhasil keluar dari kepungan dan segera meninggalkan kediaman resminya. Kediaman dubes tersebut ditinggali oleh delapan orang penghuni termasuk istri dan kedua anak Taswin.

Sementara pemberitaan Harian Kompas pada 2 September 1970 menyatakan, para pemuda yang menyatakan dirinya anggota RMS tersebut meminta agar Presiden Soeharto bersedia bertemu dengan Presiden RMS, Manusama.

Baca juga: HUT ke-74 RI, Istana Pajang Dua Mobil Klasik Era Soeharto

Mereka mengatakan, jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka seluruh sandera akan ditembak. Situasi tersebut akhirnya membuat Manusama berusaha mendekati pemuda-pemuda tersebut.

Namun, Manusama yang didatangkan dari Rotterdam tidak berhasil meyakinkan para pemuda untuk meninggalkan rumah dubes.

Akhirnya, seorang pendeta yang biasa melakukan pelayanan di lingkungan masyarakat Ambon di Belanda berhasil mendekati mereka dan meyakinkan para pemuda untuk meninggalkan Wisma Duta, sebutan untuk kediaman Dubes RI di Belanda.

Setelah kabar pengepungan diterima oleh Pemerintah Indonesia, Menteri Luar Negeri Adam Malik segera menemui Presiden Soeharto untuk mengabarkan hal tersebut.

Dengan adanya kejadian ini, kunjungan presiden yang rencananya akan dijadwalkan berlangsung selama tiga hari akhirnya hanya menjadi dua hari saja.

Tanda mata dari Ratu Juliana

Pada pertemuan itu, Ratu Juliana juga memberikan tanda mata berupa Naskah Negarakertagama yang semula disimpan di Universitas Leiden.

Harian Kompas 5 September 1970 mencatat, naskah tersebut berisi karya Mpu Prapanca dalam bentuk syair yang melukiskan kemegahan Majapahit pada zaman Pemerintahan Hayam Wuruk.

Pihak Belanda mendapatkannya pada tahun 1894 di Puri Tjakranegara, Lombok saat mengadakan ekspedisi ke pulau itu. Naskah tersebut kemudian diterbitkan oleh profesor Brandes pada tahun 1902 dan diterjemahkan oleh Profesor Kern pada tahun 1903-1914.

Setelah itu naskah Negarakertagama itu diterbitkan lagi oleh Profesor Krom pada tahun 1919 yang kemudian diterjemahkan oleh profesor Slamet Muljono pada tahun 1955. Mpu Prapanca sendiri selesai menuliskan karyanya pada tahun 1287 Saka atau pada tahun 1365 Masehi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi