Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Bunuh Bayi di Bandung, Mengapa Orangtua Tega Akhiri Hidup Anaknya?

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi anak perempuan menangis.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Pemberitaan mengenai FM (29) yang tega membunuh bayinya yang baru berumur 3 bulan pada Minggu (1/9/2019) membuka kembali berbagai kasus serupa.

Wakasat Reskrim Polrestabes Bandung, Kompol Suparman mengatakan, tersangka ini mengaku mendapatkan bisikan gaib, bahwa dirinya belum siap mengurus seorang anak.

Sebelumnya, kasus serupa juga pernah terjadi. Pemberitaan Kompas.com pada1 Maret 2019 mengabarkan seorang ibu bernama Lisa (22) yang membunuh anak kandungnya, SH (3).

Pembunuhan yang melibatkan anak dan anggota keluarga lainnya juga pernah terjadi. Pada medio Oktober 2018 lalu, masyarakat digegerkan dengan kabar meninggalkan satu keluarga di Palembang.

Menurut arsip Kompas.com 24 Oktober 2018, kepala keluarga, Fransiskus Ong (45) nekat mengakhiri hidupnya beserta istri, anak, dan anjing kesayangannya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus-kasus ini menujukan berbagai perilaku yang berakhir dengan kematian khususnya bagi anak-anak di tangan orangtua mereka.

Baca juga: Fakta Kasus Ibu Bunuh Bayi di Bandung, Mengaku Dapat Bisikan Gaib hingga Ditetapkan Tersangka

Dalam perspektif kriminologi, perbuatan ini disebut dengan familicide.

Familicide adalah peristiwa pembunuhan di mana seorang pelaku membunuh anggota keluarga. Dari total kasus yang dikatahui, hampir setengahnya, si pembunuh kemudian berakhir dengan bunuh diri.

Pemberitaan Kompas.com, 26 Oktober 2018 menyebutkan, kejadian ini sudah beberapa kali terjadi. Menurut artikel yang ditayangkan di ABC News, para pelaku biasanya memiliki sejarah panjang penyakit mental dan cenderung mengalami depresi atau psikotik.

"Perempuan lebih mungkin membunuh anak-anak mereka dibanding laki-laki. Tapi laki-laki mampu membunuh anak-anak juga pasangan mereka," kata Dr John Bradford, kepala departemen psikiatri forensik dari Universitas Ottawa.

Sementara dilansir dari laman Psychiatric Times, Rabu (4/9/2019), orangtua memiliki berbagai motif untuk membunuh anak-anak mereka. Ayah dan ibu yang memiliki niat ini biasanya dilatarbelakangi oleh berbagai hal, seperti tekanan sosial hingga depresi.

Psychiatric Times juga menjelaskan, motif tersebut antara lain balas dendam terhadap pasangan, anak yang tidak diinginkan, altruistik, dan psikotik akut.

Namun motif paling umum adalah pengabaian atau pelecehan terhadap anak-anak. Sementara alasan lain yang tidak dianggap umum di kalangan masyarakat pembalasan terhadap pasangan, di mana salah satu orangtua tega membunuh anaknya untuk membuat pasangannya menderita.

Selain itu, alasan lain adalah altruisitik atau pembunuhan yang didasari karena rasa cinta kepada anak. Dalam beberapa kasus, orangtua tega menghilangkan nyawa buah hatinya karena tidak rela mereka menderita dan melindungi mereka dari nasib buruk.

Jenis perilaku ini terbagi tiga macam, antara lain:

Neonaticide

Neonaticide didefinisikan sebagai pembunuhan bayi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. Neonaticide hampir selalu dikaitkan dengan ibu yang bertindak sendiri baik untuk membuang atau membunuh bayinya.

Neonaticide juga bisa disematkan pada ibu yang menyembunyikan kehamilannya.

Baca juga: Diduga Sakit Jiwa, Ibu Bunuh Bayi Sendiri

Biasanya, motif paling umum yang melatarbelakangi tindakan ini adalah bayi tersebut tidak diinginkan. Para pelaku neonaticide hampir selalu menyangkal atau menyembunyikan kehamilan mereka dan jarang mencari perawatan sebelum melahirkan.

Setelah melakukan pembunuhan, gangguan kejiwaan para pelaku bisa berkembang. Namun, riset menunjukkan, mereka jarang memperlihatkan gangguan psikosis sebelum melakukan kejadian.

Psikosis adalah kelainan jiwa yang disertai dengan disintegrasi kepribadian dan gangguan kontak dengan kenyataan. Meski begitu, para pelaku jarang yang membunuh dirinya sendiri setelah melakukan aksinya.

Filicide atau filisida dari sisi ibu

Filicide mengacu pada pembunuhan anak oleh orangtua yang bisa dilihat dari sisi ibu dan ayah.

Berdasarkan riset dan catatan yang diambil dari kantor administrasi, ibu yang menjadi pelaku pembunuhan biasanya memiliki tekanan sosial dan sejarah pengalaman traumatis, seperti masalah keuangan dan memiliki riwayat pelecehan.

Dari penelitian tersebut, ibu yang menjadi sampel dipenjara biasanya sering tidak berpendidikan, lajang, menganggur, sebelumnya pernah menjadi korban, dan memiliki sedikit dukungan sosial. Beberapa bahkan mempunyai riwayat penyakit mental atau penyalahgunaan zat terlarang.

Filicide dari sisi ayah

Berdasarkan penelitian, ayah cenderung membunuh anaknya secara impulsif, mabuk, dan menggunakan kekerasan. berbeda dengan filicide pada ibu, ayah biasanya cenderung membunuh dirinya sendiri setelah membunuh anak-anaknya.

Lebih lanjut, ayah lebih mungkin membunuh seluruh anggota keluarga atau yang lebih dikenal dengan nama familicide, dibanding ibu.

Baca juga: Ramai Istri Bunuh Suami, Mengapa Ada Orang yang Tega Menghabisi Keluarganya?

Lihat Foto
shutterstock
Ilustrasi anak
Pencegahan

Strategi pencegahan pembunuhan terhadap anggota keluarga bervariasi tergantung motifnya. Wanita yang melakukan neonaticide tidak mungkin mendapat perhatian psikiater, karena sebelumnya tidak menampakkan gejala gangguan jiwa.

Namun, ada beberapa upaya yang bisa diterapkan untuk mencegah seorang ibu melaukan neonaticide. Pertama, setiap ibu perlu mendapatkan pendidikan mengenai kontrasepsi yang dapat mengurangi kehamilan yang tidak disengaja.

Kedua, wanita dan remaja yang hamil harus didesak untuk mencari perawatan saat hamil dan sebelum melahirkan.

Lalu untuk pembunuhan bayi yang lebih tua atau anak-anak sulit dicegah. Ini karena banyak orang tua yang tidak pernah memiliki maksud untuk membunuh anak mereka.

Selain itu, orangtua yang ingin bunuh diri dan menyayangi anak-anaknya mungkin memiliki pemikiran untuk membawa seluruh keluarga bersamanya. Untuk itu, dampingi seseorang yang berniat untuk bunuh diri, terutama jika mereka memang berniat untuk membawa serta anakn-anak dan anggota keluarganya.

Kemudian selama periode postpartum, wanita harus secara rutin diperiksa untuk mengetahui depresi postpartum dan psikosis. Psikosis postpartum yang tidak diobati secara signifikan meningkatkian risiko bunuh diri dan pembunuhan terhadap anak.

Perlu diingat, ayah juga bisa mengalami penyakit mental selama periode postpartum yang penuh tekanan. Dengan demikian, perawatan tertentu harus diambil untuk mencegah risiko pembunuhan terhadap anak.

Baca juga: Familicide, Ahli Jelaskan Mengapa Ada Ayah yang Tega Bunuh Keluarganya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi