Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (1): Poppy dan Coca, Tanaman Obat yang Jadi Candu

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Tanaman Poppy yang jadi bahan pembuatan opium.
|
Editor: Heru Margianto


Sejumlah tanaman yang dulu dikenal berkhasiat sebagai obat dilarang peredarannya karena diolah menjadi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Baca juga bagian kedua serial ini: Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (2): Politik Ganja hingga Berakhirnya Nasib Kratom dan bagian ketiga Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (3): Coca, Kokain, dan Coca Cola

---------------

KOMPAS.com - Menghilangkan nyeri, meningkatkan libido, hingga memperbaiki mood. Itulah beberapa khasiat yang diklaim terkandung dalam produk-produk daun kratom.

Selama dua dekade terakhir, daun ini populer sebagai obat herbal segala penyakit. Pasarnya sampai ke Eropa dan Amerika Serikat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, Badan Narkotika Nasional (BNN) berupaya melarang peredaran daun kebanggaan Kalimantan ini. Mereka menganggap kratom adalah narkotika.

Tumbuh di alam bebas, disadari kesaktiannya, namun kini dilarang. Cerita ini tentu tak asing.

Sepanjang peradaban manusia, berbagai tanaman yang terbukti punya banyak manfaat, pada akhirnya dilarang.

Kekhawatiran penyalahgunaan tanaman itu lebih besar daripada manfaatnya. Ada ganja, opium, hingga coca.

Benarkah mereka membahayakan kesehatan sehingga ilegal?

Getah poppy dan anestesi

Sebelum adanya pil, tablet, suplemen, dan berbagai obat-obatan modern lainnya, selama ribuan tahun manusia mengandalkan tanaman. Mulai dari obat, penyedap, hingga bahan pakaian.

Tanaman poppy adalah salah satu tanaman tertua yang digunakan dalam dunia medis. Tanaman ini menghasilkan opium atau candu.

Bagi penggemar serial HBO Game of Thrones, istilah "milk of the poppy" mungkin tak asing. Milk of the poppy atau opium dikeluarkan saat ada yang terluka. Tujuannya, membuat mereka yang mengosumsinya tak sakit lagi

Di era modern, tanaman ini disalahgunakan untuk membuat heroin dan berbagai candu lainnya. Namun dulu, opium poppy diandalkan sebagai analgesik atau pereda nyeri.

Dikutip dari Plants and the Human Brain (2014), kira-kira 4000 tahun sebelum masehi, bangsa Sumerian menyebutnya sebagai hul gil atau joy plant.

Bunga poppy tumbuh subur di Asia Tengah dan Afrika Utara. Kegunaannya cukup banyak, mulai dari sesajen di Sumeria, masakan di Cina, hingga racun mematikan bebas sakit di Mesir.

Ilmuwan kebanggan Islam, Ibnu Sina, bahkan menyebut opium sebagai tanaman anestesi paling kuat dan efektif dibanding tanaman lainnya.

Ia menuliskan potensi opium dalam Al-Qanun fi at-Tibb atau Kitab Penyembuhan yang jadi rujukan dunia medis selama berabad-abad.

Pada pertengahan abad ke-19, Cina berperang dengan Inggris karena penyelundupan dan perdagangan opium.

Di barat, opium mulai dikonsumsi sebagai narkotika. Ini membuat peredarannya dibatasi sebagai obat yang hanya diresepkan dokter.

Stigma buruk terhadap opium berkembang di Amerika Serikat di akhir abad 19. Saat itu, opium dibawa oleh imigran China. Pemerintah berusaha memungut pajak dari peredaran opium.

Seorang dokter bernama Hamilton Wright berusaha menurunkan penggunaan opium di AS dengan mengampanyekan opium sebagai "obat iblis". AS akhirnya melarang opium sepenuhnya. Banyak yang dikriminalisasi akibat aturan itu.

Namun di belahan dunia lainnya, opium menyembuhkan. Tercatat di Opium to Java: Revenue Farming and Chinese Enterprise in Colonial Indonesia, 1860-1910 (2007), ada 79 pengguna opium yang diwawancarai di 1890.

Mereka mengaku beralih ke opium untuk mengobati pusing, demam, malaria, sakit perut, diare, disentri, asma, tuberkulosis, kelelahan, kecemasan, hingga penyakit menular seksual.

Sehari-hari, opium juga dikenal sebagai "obat tjape" bagi para lelaki yang bekerja seharian. Mulai dari buruh perkebunan hingga dalang wayang.

Opium akhirnya dilarang di Indonesia saat era pendudukan Jepang.

Coca

Sama seperti poppy, tanaman coca juga dipercaya sebagai obat penyembuh segala penyakit. Coca tumbuh di dataran Amerika Selatan.

Ribuan tahun lalu, manusia mengunyah daun coca seperti sirih. Daun coca bekerja sebagai stimulan untuk mengatasi kelelahan, kelaparan, dan haus.

Daun ini juga bisa mengobati sakit kepala, reumatik, dan bengkak. Coca bahkan bisa digunakan saat melahirkan dan untuk memperbaiki tulang patah karena kandungannya.

Namun potensi coca baru terungkap pada pertengahan abad ke-21 ketika daun coca dibawa ke Eropa. Para pemerintahan kolonial di Eropa mencoba menanam daun coca.

Pada tahun 1912, Pulau Jawa bahkan sempat jadi eksportir daun koka terbesar di dunia, mengalahkan Peru.

Namun yang paling masif tentu saja ketika Coca Cola masih menggunakan kandungan daun koka.

Coca cola? Iya, minuman ringan bersoda itu.

Kita sekarang mengenal coca-cola dalam satu kata. Padahal, awalnya coca-cola berasal dari dua kata yang masing-masing memiliki pengertian berbeda yaitu coca (daun koka) dan cola (biji cola).

Rasa coca-cola yang kita nikmati sekarang jauh bereda dengan ramuan aslinya dulu.

Seiring dengan kejayaan coca, pemerintah di sejumlah negara akhirnya juga melarang peredaran coca. Daun coca menjadi bahan dasar pembuatan kokain.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi