Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (2): Politik Ganja hingga Berakhirnya Nasib Kratom

Baca di App
Lihat Foto
iStockphoto
.
|
Editor: Heru Margianto


Sejumlah tanaman yang dulu dikenal berkhasiat sebagai obat dilarang peredarannya karena diolah menjadi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Baca bagian pertama dari serial ini: Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (1): Poppy dan Coca, Tanaman Obat yang Jadi Candu

------------------

SEPERTI halnya poppy dan coca, ganja atau Cannabis sativa juga mengalami nasib yang sama. Ganja terlacak digunakan setidaknya mulai dari 6.000 tahun sebelum masehi.

Dikutip dari The Little Book of Marijuana: History, Trivia, Recipes and More (2016), ganja mulai digunakan bangsa China dengan turut memasak bijinya dalam makanan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemudian 4000 tahun sebelum masehi, ganja digunakan untuk membuat baju. Tahun 2700 sebelum masehi, manusia baru menyadari kegunaan ganja sebagai obat yang sangat majur untuk segala penyakit.

Peradaban Mesir kuno, India, Yunani, turut menggunakan ganja sebagai pengobatan. Tokoh dunia yang menjadi saksi akan khasiatnya mulai dari Shakespeare, Abrahan Lincoln, Ratu Victoria, Christopher Columbus, hingga Bob Marley.

Sayangnya, nasib ganja justru berubah setelah ia semakin populer.

Menurut Martin Booth dalam Cannabis: A History (2015), di abad pertengahan, ganja adalah obat wajib di setiap lemari tabib atau dokter.

Namun upaya Gereja Katolik di Eropa memberangus penyihir dan hal-hal berbau sihir, turut menyeret ganja. Ganja dituduh sebagai bahan utama dalam meracik sihir.

Politik ganja

Di era modern, Amerika Serikat lagi-lagi bertanggung jawab sebagai negara yang membuat nama ganja jelek.

Di awal abad 20, rokok ganja diperkenalkan oleh imigran Meksiko di Amerika Serikat. (Baca peran Amerika dalam melarang tanaman poppy dan coca di serial pertama dari tulisan ini.)

Saat itu orang-orang di Amerika Serikat hanya menggunakan ganja sebagai serat bahan pakaian dan tambang.

Xenophobia atau ketidaksukaan terhadap liyan membuat pemerintah dan masyarakat mencap buruk ganja yang dihisap para imigran.

Antara 1914 hingga 1925, puluhan negara bagian di AS melarang keberadaan ganja. Nama ganja menjadi buruk bukan karena adanya temuan akan efek samping atau ancaman kesehatan. Dilarangnya ganja lebih banyak karena faktor politik.

Ini menguat di tahun 1930-an ketika Biro Narkotika AS dikepalai Harry Anslinger. Ia menghabiskan sepanjang karirnya memerangi ganja yang makin populer kala itu.

Anslinger meyakini, bahkan memberi contoh-contoh kasus sakit mental, kriminalitas, dan menyalahkan ganja.

Jurnalis Johann Hari dalam bukunya Chasing the Scream: The First and Last Days of the War on Drugs (2015) menulis alasan asli Anslinger begitu kerasnya memerangi ganja berkaitan dengan nasib lembaganya.

Sebelum mendesak larangan ganja, Biro Narkotika melarang peredaran alkohol. Tapi hasilnya justru berbalik. Alkohol diedarkan secara ilegal oleh gangster. Larangan itu pun dicabut.

Sebagai kepala baru, Anslinger takut ia tak bisa berkiprah dengan baik. Sebab biro yang dipimpinnya tak punya sesuatu untuk diperangi.

Ganja pun jadi tumbal. Padahal sebelumnya, Anslinger tahu dan mengatakan ganja tak merusak manusia.

Di Indonesia, ganja tadinya legal

Bagaimana tidak? Di Aceh, ganja tumbuh subur. Mamak-mamak biasa menggunakan bijinya untuk semua jenis masakan. Tak ada penyedap zaman dulu. Ganja seperti micin alami bagi orang Aceh.

Ganja dilarang di Indonesia pada 1927 oleh pemeritah kolonial Belanda hingga saat ini. Yang paling merana akibat hukum ini mungkin Fidelis Arie.

PNS asal Sanggau Kalimantan Barat itu sempat dipenjara selama delapan bulan lamanya. Pada 2017 Fidelis ditangkap atas kepimilikan 39 batang ganja.

Ganja itu digunakannya untuk mengobati sang istri tercinta, Yeni Riawati yang menderita penyakit langka Syringomyeila. Fidelis bersaksi ganja sangat membantu meringankan kondisi istrinya.

Sayangnya, hukum tak membolehkan Fidelis mengobati penyakit dengan ganja. Setelah Fidelis dibui dan tak ada lagi pengobatan ganja, Yeni meninggal.

Nasib kratom

Seperti dilansir dari BBC Indonesia, Sabtu (31/8/2019); kratom menjadi sumber nafkah sekitar 300.000 petani di Kalimantan. Kratom tidak melulu diambil langsung dari hutan, tetapi juga dibudidayakan.

Sayangnya, kratom akan dinaikkan jadi obat-obatan terlarang Golongan I oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

Baca juga: Daun Kratom, Benarkah Bikin Kecanduan dan Bisa Mematikan?

Peneliti dan pakar adiksi di Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience Jakarta, dr Hari Nugroho MsC, yang dihubungi Kompas.com  mengatakan bahwa persoalan tanaman perdu Kratom ini sudah menjadi polemik di antara para peneliti dan pembuat kebijakan sejak lima tahun belakangan.

"Saya pribadi, sebagai peneliti dan seterusnya, ya ini (efeknya kratom) tidak signifikanlah, memang punya potensi untuk disalahgunakan tapi ya itu kasus-kasusnya lebih jarang ada dibandingkan dengan drug (obatan terlarang) yang lain seperti metafetamin atau ganja," kata Hari.

Menurut Hari, pemerintah harus melakukan riset mengenai tingkat penyalahgunaan kratom di Indonesia dulu, sehingga kebijakan yang nantinya diambil tidak berdampak pada sektor lainnya.

Jika tidak, kratom akan bernasib sama seperti poppy, coca, dan ganja.

Baca tulisan selanjutnya: Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (3): Coca, Kokain, dan Coca Cola

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi