Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kolumnis
Bergabung sejak: 16 Mei 2017

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Indonesia dan Dunia Saat Ini Perlu Kasih dan Sayang

Baca di App
Lihat Foto
TOTO SIHONO
Ilustrasi kasih sayang orangtua dan perlindungan anak
Editor: Laksono Hari Wiwoho

BAGI saya, cukup menarik peristiwa satu jam di sebuah hotel di jantung Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019) sore.

Dalam peristiwa dari jam 16.00 sampai 17.10 waktu Indonesia bagian barat itu, terjadi dalam acara puncak Konsultasi Nasional ke-13/2019, Forum Komunikasi Pria Kaum Bapak, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (FKPKB - PGI).

Acara yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo ini menyuguhkan seni tari yang tidak berlenggang pelan, tidak berlenggang lenggok seperti tari tradisional Solo, Srimpi. Enam perempuan muda ayu tampil dinamis, sekali-sekali menekuk lutut ketika mengangkat kaki ke atas.

Tampaknya Solo sudah berubah atau karena banyak hadirin yang datang dari luar Jawa, termasuk dari Papua. Seorang wartawati asal Sulawesi Utara, yang lama tinggal di Solo, Sonia Sinombor, mengatakan bahwa acara ini bisa menciptakan suasana "solowesi", yakni campuran budaya Solo dan Sulawesi.

"Pak Olly Dondokambey pandai memilih tempat penyelenggaran acara ini, yakni Solo," ujar Sonia, mantan wartawati Istana di masa awal pemerintahan Jokowi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadir di situ, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin, serta Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom, Ketua Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Pendeta Paulus Kariso Rumambi, Ketua FKPKB PGI Olly Dondokambey, dan Ketua Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GPMS GMIM) Pendeta Dr Hein Arina

Pendeta Hein Arina yang berkantor di Tomohon Sulawesi Utara ketika tiba di Solo, antara lain berkomentar dalam dialek kental Minahasa, "Ini, Solo, Bapa Presiden Jokowi pe kampung kang".

Berdiri di panggung dengan latar belakang 18 bendera merah putih, Presiden Joko Widodo menyerukan sembilan kali pentingnya kasih sayang dalam hidup keluarga, berbangsa, bernegara di dalam dunia yang sedang dilanda banyak kekerasan akibat perubahan cepat pola interaksi dan teknologi informasi.

Ia juga melancarkan kritik terhadap cara-cara orang yang suka menyampaikan kritik. Ia berharap orang-orang di Indonesia menjaga diri dalam bertutur kata dengan menjaga etika dan tata krama ketika berinteraksi satu sama lain, atau menyampaikan info.

"Membangun kasih dan sayang dimulai dari dalam keluarga sangat penting, dalam menghadapi arus informasi global yang tidak mudah disaring dan dibendung," ujarnya.

Menurut Jokowi, saat ini dunia banyak ditandai dengan kekerasan. Di sini, katanya, keluarga yang dipenuhi kasih dan sayang menjadi sangat penting dan menjadi kunci untuk menghadapinya.

Menurutnya, dunia ini mungkin sedang meninggalkan kasih dan sayang. "Tapi itu baru mungkin. Tidak tahu sudah berapa persen kasih dan sayang ditinggalkan dunia. Sampai kini belum ada survei tentang itu," ujar Jokowi sambil tertawa kecil.

Seorang peninjau konsultasi nasional ini, Pendeta Feibe Lumanau, mengatakan, Jokowi telah menyentuh substansi dasar dari hidup berbanga yang pluralis ini, yaitu pentingnnya membagi kasih sayang, dimulai dari unit keluarga dengan kepeloporan sang ayah atau bapak keluarga.

"Acara ini menarik karena para bapak berkommitmen memberi perhatian kepada keluarga dengan membagi waktu untuk istri dan anak-anak," ujarnya.

Bedakan kritik dan menghina

Kemudian, Jokowi melukiskan beberapa fenomena interaksi sosial di Indonesia yang saat ini ditandai saling menjelekkan, saling menghina dan saling memaki.

"Saya tahu itu bukan budaya Indonesia. Itu kita semua setuju?” katanya yang disambut, "Setujuuu.." dari hadirin.

Menurut Jokowi, budaya Indonesia adalah kebersamaan penuh toleransi, saling memaafkan dan gotong royong.

"Keluarga yang dipenuhi kasih sayang menjadi kunci kebiasaan bertoleransi, saling memaafkan, saling menolong dengan tetangga, bukan saling mengejek dan saling menghina," kata Jokowi.

"Katanya untuk mengkritisi. Alasannya mengkritisi, kritik, padahal tidak bisa membedakan kritik dengan menghina dan menjelek-jelekkan," ujar Jokowi menekankan kosa kata kritik dengan aura tegas yang disambut tepuk tangan.

Dalam acara yang dipimpin Ketua FKPKB Olly Dondokambey ini, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato selama 16 menit. Olly memberi sambutan pengantar enam menit, atraksi seni tari panggung 15 menit, dan pemukulan gong peresmian acara lima menit.

Bagian yang paling banyak memakan waktu, sekitar hampir 30 menit adalah Presiden berkeliling menjumpai, bersalaman, dan ber-selfie dengan para peserta acara.

Acara selama tiga hari ini (dari Kamis sampai Sabtu, 5-7 September 2019) dihadiri sekitar 1.000 orang jemaat gereja-gereja Kristen Protestan dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam PGI.

Forum Komunikasi Pria Kaum Bapak ini adalah salah satu organ dari PGI. Tentu hampir semua anggotanya adalah pria dan ayah dari setiap keluarga Kristen Protestan dari Sabang hingga Merauke.

Sebelum Presiden menyampaikan sambutan, Olly Dondokambey antara lain mengatakan, konsultasi nasional ini diadakan dalam rangka menunjang seruan Presiden untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini dan mendatang.

Olly mengatakan, komunikasi ini mengumandangkan "Tiga B" dan program 1821. Tiga B adalah, bermain, berdoa dan belajar.

Adapun ialah para bapak atau ayah dalam keluarga agar meluangkan waktunya untuk bermain, berdoa, dan belajar dengan anak-anak dan istri di rumah dari jam 18.00 sampai 21.00.

"Ayah atau bapak dalam keluarga diharapkan bisa menjadi pemimpin dan pelindung dalam keluarga masing-masing. Tapi ini tentu sulit dilakukan secara ketat oleh Bapak Presiden sebagai pemimpin pemerintahan dan kepala negara," kata Gubernur Sulawesi Utara yang kini sedang meningkatkan dunia pariwisata di provinsinya.

Olly yang juga Bendahara Umum PDI Perjuangan itu menyerukan pula agar para bapak-bapak terus menerus ikut membudaya interaksi dengan tutur kata yang sopan, tulus, beretika, penuh kasih sayang.

"Mari kita hidup dalam damai, damai dengan diri sendiri, damai dengan sesama dan damai dengan alam semesta serta damai dengan alam sekitar," ujar Olly yang berasal dari Kampung Kolongan di kaki Gunung Kalabat.

Di awal pidatonya, Jokowi mengingatkan hal yang sering dilupakan atau tidak disadari banyak orang Indonesia saat ini. Hal itu adalah bahwa Indonesia, negara besar dengan sekitar 17.000 pulau yang berpencar-pencar dengan beragam suku, agama dan bahasa daerah.

Penduduk Indonesia saat ini, kata Jokowi dan diulangi beberapa kali olehnya, berjumlah 269 juta orang. Sekitar 150 juta atau 56 persen penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa.

Keragaman ini sudah menjadi takdir yang perlu disadari dan tidak dilupakan. Kata "sering lupa" dan "tidak sadar" ini juga beberapa kali ditekankan oleh Jokowi.

Jalan kaki Aceh-Wamena

Untuk memperlihatkan penghayatannya terhadap besar, luas, dan keberagaman Indonesia yang tidak ada duanya di dunia ini, Jokowi mengatakan sudah menjelajahi dari Sabang hingga Merauke, sudah mendatangi 380 kabupaten/kota.

"Tinggal 150 lagi yang akan segera saya selesaikan," ujarnya.

Jokowi mengisahkan pernah naik pesawat dari Aceh sampai ke Jayapura dan Wamena selama 9 jam 15 menit.

Itu hampir sama perjalanan dari London melintasi enam atau tujuh negara lain sampai di Istanbul, Turki.

"Coba bayangkan kalau itu jalan kaki. Silakan coba," katanya penuh canda dan senyum yang disambut gembira hadirin.

"Inilah negara yang harus selalu kita sadari sangat besar sekali. Maka, kalau ada konflik-konflik kecil, sering saya katakan harus cepat-cepat ditangani, jangan tunggu besok-besok karena interaksi sosial sekarang sangat cepat sekali. Jangan sampai ada problem seperti di Hongkong, Perancis, dan Venezuela," ujarnya.

Jokowi juga menunjukkan peran penting ayah dalam keluarga dalam memimpin istri dan anak-anak mengembangkan kasih dan sayang dalam berinteraksi dengan etika dan tatakrama positif di masyarakat sampai ke tingkat berbangsa, bernegara dan global.

Jokowi yang berbusana batik coklat dan sering menggerak-gerakkan tangan ke atas, bawah, dan samping juga mengekspresikan rasa sedihnya bila membuka dan membaca media sosial dan media online dalam perjalanan dengan mobil dari Bogor ke Jakarta selama satu jam.

Begitu pula di malam hari, pulang dari Jakarta ke Bogor selama satu jam. "Sambil mendengarkan musik, musik rock. Melihat kondisi sekarang saya sedih sekali, semua negara sedang mengalami kegoncangan," ujarnya.

Keterbukaan arus informasi sangat luas dan cepat sekali. Itu bisa membahayakan, tetapi juga bisa bermanfaat bila bisa meresponsnya dengan baik.

Arus cepat itu tidak mudah disaring dan dihambat. Kalau dulu, menghadapi koran, bisa dilakukan pembredelan. Ini dilakukan beberapa negara. Namun, kata Jokowi, sekarang siapa yang bisa membredel Youtube atau WhatsApp (WA).

"Itulah makanya, bila setiap keluarga dipenuhi kasih dan sayang, negeri ini akan damai dan negara kesatuan bisa terus dirawat," ujar Jokowi.

Acara puncak ini ditutup doa, termasuk doa untuk situasi Papua saat.

"Semoga Tuhan melindungi saudara-saudari kita Papua agar tetap menjadi bagian dari kita, NKRI," demikian antara lain doa itu.

Sebelum Presiden hadir dalam forum konsultasi ini, beberapa tokoh bicara di muka hadirin. Ketua Umum PGI Dr Henriette Lebang juga bicara sekilas tentang Papua.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laloly selaku Ketua Umum Steering Comittee Konsultasi FK PKB antara lain bicara soal pentingnya cara yang sopan dan beradab dalam menyampaikan kritik sosial di lembaga, misalnya di DPR.

Jaksa Agung Muda Intelijen Jan Samuel Maringka menyampaikan pentingnya pencegahan sebelum pelanggaran hukum terjadi, seperti dalam program mengurangi kasus korupsi dalam pembangunan di Indonesia.

Tindak pencegahan tindak korupsi tersebut antara lain bisa mempercepat proses pembangunan seperti misalnya pembangunan bandar udara di sebuah provinsi baru-baru ini. Jan Maringka juga mencatat kurangnya budaya santun dalam menyampaikan pendapat dan pemikiran di media sosial di Indonesia saat ini.

Direktur Utama PT Freeport Tony Wenas lebih banyak bicara ekonomi makro dan mikro. Dalam diskusi yang berlangsung, beberapa peserta mengusulkan dihidupkan kembali sistem penataran Pancasila, seperti P4, di sekolah dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi