KOMPAS.com - PB Djarum mengumumkan tidak akan menyelenggarakan event audisi beasiswa bulu tangkis pada tahun 2020. Keputusan ini diambil setelah lembaga pendidikan ini dinilai mengeksploitasi anak lewat penggunaan kaos bergambar logo perusahaan.
Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi angkat bicara. Kepada Kompas.com, Nina menuturkan, pihaknya yang melaporkan ke KPAI tentang adanya pelanggaran yang dilakukan dalam audisi bulu tangkis PB Djarum.
Laporan Komnas Pengendalian Tembakau
Menurut Nina, pada awalnya PB Djarum mendapat laporan karena adanya pemakaian logo brand tersebut pada kaos yang dipakai anak-anak saat audisi.
Nina menjelaskan, hal ini sebenarnya yang menjadi permasalahan. Dia menambahkan, hal ini dilarang dan tertuang dalam UU Perlindungan Anak, yaitu tentang eksploitasi ekonomi yang dilakukan lewat product marketing.
Selain itu, peraturan kedua mengenai hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Baca juga: PB Mutiara Cardinal Prihatin dengan Polemik Audisi PB Djarum
Menurut Nina, dalam peraturan tersebut diatur bahwa kegiatan CSR yang dilakukan oleh industri rokok dengan produk zat adiktif tidak boleh melakukan promosi dalam acara yang disponsori.
"Bahkan mereka tidak boleh memakai brand image atau desain grafis yang merujuk pada merek produk tertentu. Mereka tidak boleh mempublikasikan CSR tersebut," ucap Nina.
Ia melanjutkan, masalah ini sebenarnya sudah mencapai tititk temu dalam pertemuan yang dilakukan PB Djarum dengan KPAI, KPPPA, dan Menpora. Dalam pertemuan tersebut, PB Djarum harus mencabut logo dari atribut audisi. Hal ini juga telah dilakukan dalan audisi di Purwokerto.
"Pihak Djarum sudah sadar bahwa ada yang mereka langgar, dan sekarang mereka menaati," ucap Nina.
Larangan WHO
Tak hanya Nina, World Health Organization (WHO) sebelumnya telah melarang keras promosi produk rokok, termasuk sebagai sponsor event.
Menurut WHO, hal-hal yang dilakukan oleh Djarum lewat beasiswa bulu tangkis disebut merupakan upaya membujuk orang yang tidak merokok untuk mulai melakukannya.
"Anak muda sangat rentan menjadi pengguna tembakau, dan setelah kecanduan, kemungkinan besar akan menjadi pelanggan tetap (tembakau) selama bertahun-tahun," tulis WHO dalam laporan WHO Report on The Global Tobacco Epidemic yang terbit tahun 2013.
Lembaga ini juga menyebut, iklan rokok dalam bentuk apa pun dapat meningkatkan keingintahuan anak muda. Dengan demikian, anak-anak yang belum terpapar rokok sangat mungkin menganggap barang ini tidak berbahaya sehingga memicu untuk mulai merokok.
Baca juga: Menurut WHO, Djarum Memang Tidak Boleh Sponsori Event Olahraga
Tudingan Eksploitasi Anak
Sementara Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menjelaskan, anak-anak tidak boleh dijadikan alat untuk sponsor atau iklan.
Dia melanjutkan, hal ini tertuang dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2004. Di dalam aturan tersebut, disebut bahwa menggunakan badan anak sebagai iklan merupakan sarana eksploitasi.
Adapun menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), penggunaan logo atau merek Djarum pada kaos anak-anak peserta audisi dianggap mempromosikan merek dagang tersebut.
Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, PB Djarum memanfaatkan anak-anak untuk mempromosikan merek yang identik dengan produk rokok.
"Yang diminta KPAI dan LAI adalah bukan menghentikan audisnya, melainkan audisi yang tidak melibatkan logo merek rokok, dalam hal ini Djarum," ucap Tulus dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Senada dengan Nina, Tulus mengungkapkan, penggunaan logo pada kaos peserta audisi tersebut melanggar regulasi yang ada yakni, PP Nomor 109 Tahun 2012.
"Apa pun alasannya, logo tersebut adalah brand image bahwa produk tersebut adalah rokok walau berkedok foundation," ucap Tulus.
Baca juga: Djarum: PB Djarum adalah Nama Klub dan Bukan Merek Rokok
Kata Ahli Gizi
Mengenai iklan pada kaos peserta ini, Ahli Gizi Komunitas, Dr dr Tan Shot Yen, M. Hum menilai, apa yang dilakukan PB Djarum termasuk dalam cross promotion, atau promosi silang di mana konsumen dari suatu produk dikaitkan dengan iklan produk lain.
Dari kasus ini, menurut Tan, membuat pikiran seseorang secara tidak sadar berdampak pada pilihan orang yang selanjutnya.
Ia menambahkan, publik menilai beasiswa dan bibit unggul milik Djarum terancam karena konotasi perusahaan yang sebenarnya perusahaan rokok itu dikaitkan dengan pendidikan atlet.
"Jika iklan kondom mudah membuat orang Indonesia mengasosiasikan dengan seks bebas dan pelacuran, maka gambar logo merek rokok pada kaos olahraga juga secara tidak langsung 'berkata' ayo dukung merokok," ujar Tan.
(Sumber: Kompas.com/Sri Anindiati Nursastri, Gloria Setyvani Putri, Christoforus Ristianto)