Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

World Suicide Prevention Day, Ini 5 Mitos Salah Kaprah Soal Bunuh Diri

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi bunuh diri melompat dari jendela.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com – 10 September setiap tahunnya diperingati sebagai World Suicide Prevention Day oleh masyarakat dunia. Hari ini, tagar WorldSuicidePreventionDay bahkan menjadi salah satu trending di Twitter Indonesia.

Menyoal bunuh diri, banyak hal yang diyakini oleh masyarakat selama ini sebagai tindakan untuk menghilangkan nyawa secara paksa.

Tidak hanya tentang tindakannya, namun juga pelaku bunuh diri kerap menjadi bahan perbincangan. Kebanyakan orang meyakini bahwa bunuh diri adalah jalan pintas ketika seseorang terhimpit suatu masalah yang tak kunjung selesai.

Sayangnya, sebagian keyakinan yang selama ini diimani masyarakat tentang semua itu ternyata hanyalah sebatas mitos yang tak terbukti kebenarannya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setidaknya, Suicide Awareness Voices of Education (SAVE) melihat terdapat 5 mitos tentang bunuh diri yang sepatutnya tidak lagi dipercaya oleh masyarakat secara luas.

Baca juga: Kondisi Pelajar yang Nekat Bunuh Diri di Bogor dalam Keadaan Baik

1. Celetukan bunuh diri hanya candaan

Mitos pertama adalah masyarakat yang meyakini celetukan bunuh diri adalah bentuk candaan dan tidak akan benar-benar dilakukan.

Padahal faktanya, celetukan-celetukan itu, meskipun hanya sekali dua kali dilontarkan, bisa menjadi petunjuk bahwa seseorang sedang menghadapi masalah dan menjadikan bunuh diri sebagai jalan keluarnya.

Berdasarkan pengamatan yang ada, orang yang melakukan bunuh diri telah memberikan klu atau sinyal-sinyal sebelumnya, hanya saja hal itu tidak disadari oleh orang-orang di sekitarnya, dan justru dianggap sebagai candaan.

2. Pelaku adalah orang gila

Mitos kedua adalah orang yang melakuakan bunuh diri adalah orang yang secara mental kesehatannya terganggu atau gila.

Padahal, fakta di lapangan menyatakan sebagian besar pelaku bunuh diri bukanlah mereka yang disebut “gila”.

Mereka yang hidupnya harus berakhir di tangan sendiri memang orang-orang yang mengalami kekecewaan, tekanan berat, kesedihan, putus asa, dan sebagainya.

Namun hal yang perlu digarisbawahi adalah, mereka yang memiliki perasaan dan keadaan seperti itu tidak selalu tepat jika disebut sebagai penderita gangguan mental.

3. Keinginan bunuh diri tak bisa dihentikan

Hal lain yang diyakini masyarakat tentang bunuh diri namun sesungguhnya keliru, adalah mengenai niatan yang disebut sudah tidak bisa dihentikan dengan usaha apapun.

Padahal, sebesar apapun niatan mengakhiri hidup yang ada dalam benak seseorang semua itu masih bisa berubah. Hal itu karena orang yang paling depresi sekalipun tetap memiliki rasa takut akan mati.

Baca juga: Kerap Dimarahi karena Dapat Nilai Buruk, Remaja Ini Bunuh Diri Pakai Pistol Sang Ayah

Di titik tertentu, mereka masih memikirkan apakah ingin bertahan hidup atau bulat memilih mati dengan cara yang ingin mereka tempuh, karena sebenarnya mati bukanlah keinginan yang sesungguhnya.

Hal yang sebenar-benarnya mereka inginkan adalah memiliki dorongan untuk menyelesaikan semua permasalahan yang ada, namun bukan dengan jalan mengakiri semuanya.

4. Korban bunuh diri tidak mau mencari bantuan

Mitos keempat yang juga banyak tertanam di pikiran masyarakat luas adalah tuduhan bahwa orang yang mati karena bunuh diri adalah orang-orang yang tidak berupaya mencari bantuan.

Padahal faktanya, berdasarkan penelitian yang dilakukan lebih dari setengah pelaku bunuh diri merupakan pernah menghubungi bantuan medis dalam jangka waktu 6 bulan sebelum kematiannya.

5. Membicarakan bunuh diri bisa menginspirasi

Mitos terakhir adalah kekeliruan masyarakat yang menganggap membicarakan bunuh diri di hadapan orang yang memiliki niat ke arah sana adalah hal yang membuat dia semakin terinspirasi untuk melakukan keinginannya.

Oleh karena itu, banyak orang yang memilih untuk menghindari topik obrolan bunuh diri ketika berbicara dengan mereka yang terdeteksi memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup dengan cara pintas ini.

Padahal, faktanya adalah sebaliknya. Membicarakan bunuh diri dengan orang yang memiliki keinginan untuk melakukannya adalah hal yang sangat disarankan.

Mengapa? Karena dari pembicaran itu akan muncul keterbukaan dan diskusi yang sangat membantu penderita untuk bisa terbebas dari pikirannya mengakhiri hidup.

Baca juga: Evakuasi Perempuan yang Coba Bunuh Diri dari Bawah Jembatan Butuh Waktu 3,5 Jam

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi