Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Radio Nasional, Sejarah RRI, dan Kisah Radio Rimba Raya

Baca di App
Lihat Foto
Arsip KOMPAS/IPPHOS
Bekas Gedung Hoso Kanri Kyoku yang seklanjutnya menjadi Gedung Radio Republik Indonesia.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Hari ini, 11 September merupakan peringatan Hari Radio Nasional. Peringatan Hari Radio Nasional bertepatan dengan pertama kalinya Radio Republik Indonesia (RRI) mengudara.

Dikutip dari laman rri.co.id, RRI adalah radio tertua yang masih bertahan di Indonesia dan menjadi alat pemersatu bangsa.

Pertama kali mengudara, 11 September 1945 atau 24 hari setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan.

RRI pun telah melalui perjalanan panjang.

Seperti diberitakan Kompas.com, 11 September 2018, perjalanan radio di Indonesia diawali oleh Batavia Radio Vereniging (BRV).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi 9/11 dan Kisah Tak Terungkap di Baliknya

BRV berdiri pada 16 Juni 1925 di Batavia (kini Jakarta).

Kemudian, muncul Nederlandsch Indische Radio Omroep Masstchapyj (NIROM) di Jakarta, Bandung, dan Medan.

Operasional NIROM mendapatkan suntikan dana dari Pemerintah Hindia Belanda.

Saat itu, masyarakat yang memiliki pesawat radio, harus membayar "pajak radio" kepada NIROM.

Kini, RRI semakin berkembang dengan siaran yang lebih dinamis dan mengusung "Suara Identitas Keindonesiaan".

Saat ini RRI memiliki 97 stasiun radio serta Programa 3 memiliki 222 jaringan.

RRI juga melebarkan jangkauan dengan tidak hanya siaran radio, tetapi juga portal rri.co.id, RRI 30 Detik (RRI30'), Be Young, aplikasi resmi RRI Play, dan RRI NET.

Kisah Radio Rimba Raya

Perjalanan radio siaran di Indonesia tak hanya soal cerita RRI.

Kala itu, meski Indonesia sudah merdeka, Belanda masih melakukan berbagai upaya salah satunya saat Agresi Militer II pada 1948.

Belanda masuk lagi ke Indonesia dengan tujuan menyebar fitnah menyebutkan bahwa Indonesia bubar dan keberadaan RRI diambil alih oleh Belanda.

Saat semua alat komunikasi diputus, ada satu pemancar komunikasi di Bener Meriah, Aceh yang selamat dari bom.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kali Pertama Polisi Tangkap Pengemudi Mabuk

Berkat pemancar yang selamat dari bom ini, siaran sebuah radio, Radio Rimba Raya tetap bisa mengudara dan menyuarakan keberadaan Indonesia melalui radio penghubung PHB.

"Nah yang dipakai Radio Rimba Raya adalah radio PHB lewat mode voice-nya untuk mengirim pesan Indonesia masih ada," ujar Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia yang juga Direktur Utama RRI, Rohanudin, seperti dikutip dari rri.co.id.

Siaran RRR disiarkan ke seluruh dunia pada 23 Agustus hingga 2 Nopember 1949.

Dan, siaran RRR inilah yang menjadi dasar digelarnya pertemuan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, dan menyebutkan bahwa Indonesia berdaulat.

RRR juga menjadi cikal bakal dari siaran luar negeri RRI.

Lihat Foto
KOMPAS/BASRI DAHAM
Tugu Radio Rimba Raya
Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 15 November 1996, RRR sudah ada sejak 19 Desember 1948 namun diralat menjadi 30 Desember 1948.

Salah satu bekas antena RRR Tentara Indonesia dari Divisi X Gajah, masih bisa ditemukan di tengah Hutan Rimba Raya, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Aceh Tengah (Aceh) atau 280 kilometer tenggara Banda Aceh.

Dahulu, radio ini memancarkan siarannya ke seluruh dunia dengan menggunakan tiga bahasa yakni Urdu, Inggris, dan Indonesia yang menyatakan bahwa Indonesia masih utuh.

Kala itu, RRR merupakan penyelamat bagi Indonesia karena berhasil membantah pernyataan bahwa Indonesia menyerah kepada Belanda yang dilontarkan oleh Radio Hilversum (Belanda).

Selain itu, RRR juga menjadi pengganti Radio Rakyat Indonesia (RRI) yang saat itu dikuasai oleh Belanda.

Semua stasiun RRI berhasil dihancurkan oleh Belanda dan mereka juga melacak lokasi pemancarnya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 9 September 2004, Bom Mobil Meledak di Depan Kedubes Australia

Seorang Panglima Divisi X Gajah saat itu, Kolonel Hoesin Yoesoef, berhasil mengamankan antena dan pemancar RRR dengan cara berpindah-pindah di tengah hutan.

Tak hanya itu, sebuah generator kecil yang menjadi sumber tenaga juga tak luput disembunyikan.

Meski demikian, RRR mampu mengudara setiap malamnya.

Pada 1987, Kolonel Hoesin meninggal dunia di Bireun dengan pangkat terakhir Kolonel TNI AD dalam jajaran Kodam I Bukit Barisan.

Selain Kolonel Hoesin, ada satu saksi hidup lain yang berperan dalam menjaga keselamatan pemancar RRR.

Ia adalah Sultan Aman Mar, prajurit kesatuan Divisi X Gajah.

Sebelum Belanda mengejar, penempatan pemancar RRR terletak di markas tentara Divisi X Gajah, Sungai Krueng Simpo dekat Bireun Kabupaten Aceh Utara.

Lalu, pemancar RRR dipindah ke hutan Bur Ni Bios, Ronga-Ronga agar terhindar dari kejaran Belanda dan yang terakhir disembunyikan di Hutan Rimba Raya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi