Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nawawi Pomolango, Sepak Terjang, hingga Pandangannya soal Revisi UU KPK

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Calon pimpinan KPK Nawawi Pomolango menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (11/9/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Nawawi Pomolango terpilih sebagai salah satu dari lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 yang terpilih pada Jumat (13/9/2019) dini hari.

Nawawi Pomolango (57) saat ini menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.

Karier Nawawi sebagai hakim dimulai pada 1992 di Pengadilan Negeri Soasio, Tidore.

Sebelum menjabat sebagai hakim tinggi di Denpasar, Nawawi pernah menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Timur pada tahun 2016-2017.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tercatat, ia pernah menangani beberapa kasus tindakan pidana korupsi besar.

Baca juga: Memasukkan Capim Bermasalah dan Revisi UU KPK Lemahkan KPK dari Dalam

Dikutip dari Harian Kompas, pada 2013, Nawawi menangani kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang yang menjerat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq.

Pada tahun yang sama, ia juga menangani kasus korupsi pengadaan alat kesehatan dan perbekalan pada tahun anggaran 2006-2007 di Kemenkes.

Kasus tersebut menjerat mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar Kementerian Kesehatan Ratna Dewi Umar.

Pada 2017, Nawawi menangani kasus suap yang melibatkan mantan hakim konstitusi, Patrialis Akbar.

Gagasan Nawawi untuk KPK

Saat menjalani fit and proper test, Nawawi menyatakan setuju dengan beberapa poin yang ada dalam revisi UU KPK.

Dalam hal penerbitan SP3, Nawawi menganggap bahwa KPK perlu memiliki kewenangan menerbitkan SP3.

Menurut dia, kewenangan SP3 sejalan dengan asas kepastian hukum.

"Itu hanya sekadar pembeda dari penegak hukum yang lain. Jadi tidak ada dasar filosofis yang lain, hanya sebagai pembeda saja. Padahal SP3 ini seirama dengan asas kepastian hukum," kata Nawawi sepeti dikutip dari Kompas.com (11/9/2019).

Ia juga sepakat jika kewenangan penyadapan KPK diperketat dan diawasi.

Baca juga: Pansel Capim KPK Pertanyakan Pengumuman Pelanggaran Kode Etik Irjen Firli

Menurut Nawawi, KPK membutuhkan sebuah lembaga pengawas internal yang berfungsi untuk mengawasi dan memberikan izin penyadapan.

"Seharusnya ada izin dari dewan atau apa pun namanya. Harus ada pengawasan. Agar hati-hati dalam penyadapan," kata Nawawi seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (11/9/2019).

Selama menjalani profesi sebagai hakim, Nawawi mengaku pernah menemukan praktik penyadapan yang tak relevan dengan kasus korupsi yang sedang ditangani.

Selain itu, Nawawi juga tidak sepakat jika izin penyadapan dilakukan dalam tahap penyidikan.

Pada poin yang lain, Nawawi menyatakan kritiknya terhadap keberadaan Wadah Pegawai (WP) KPK.

Menurut dia, revisi UU KPK diperlukan untuk mengubah status WP KPK agar dikategorikan sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Nawawi menilai, selama ini WP KPK justru sering berbeda sikap dengan keputusan politik pemerintah, bahkan seperti oposisi.

"Sehingga (setelah revisi) tidak ada cerita wadah pegawai jadi oposisi kebijakan politik pemerintah," kata Nawawi.

Sumber: Kompas.com (Kristian Erdianto)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi