Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Udara Buruk, 36.000 Kematian Dini Bisa Terjadi Jika Karhutla Terus Berlanjut

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA
Kabut asap yang menyelimuti Kota Palembang disebabkan kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Sumatera Selatan.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika


KOMPAS.com – Kebakaran hutan dan lahan nampaknya menjadi permasalahan tahunan yang terjadi di Indonesia dan belum bisa teratasi hingga hari ini.

Saat ini saja, ribuan titik api masih tersebar khususnya di sejumlah provinsi di Suamtera dan Kalimantan. Titik api ini menyebabkan asap tebal yang mengganggu penglihatan juga kesehatan masyarakat di sekitar wilayah kebakaran.

Bahkan tak hanya di wilayah sekitar terjadi kebakaran, asap ini terbawa angin dan mengganggu aktivitas juga kesehatan masyarakat di negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

Selama ini di Indonesia bencana kabut asap kerap terjadi saat memasuki puncak musim kemarau. Kebakaran terjadi akibat suhu panas yang terjadi, ditambah dengan aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan oleh warga.

Masyarakat terdampak yang didominasi oleh anak-anak banyak mengalami masalah pernapasan seperti ISPA, sesak, batuk flek, demam, dan sebagainya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: 12 Orang Jadi Korban Asap Karhutla Riau, Mayoritas Anak-anak dan Ibu Menyusui

Namun, sebuah penelitian berjudul Fires, Smoke Exposure, and Public Health: An Integrative Framework to Maximize Health Benefits From Peatland Restoration (2019) dari Harvard University menyebut kebakaran hutan jika terus terjadi hingga beberapa dekade ke depan, akan menyebabkan kematian dini yang tinggi.

Disebutkan, angka kematian dini itu mencapai angka 36.000 jiwa per tahunnya di seluruh wilayah terdampak, yakni 92 persen dari jumlah itu akan terjadi di Indonesia, 7 persen di Malaysia, dan 2 persen di Singapura.

Risiko ini, tentu masih bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan sama sekali dengan cara dan strategi yang dilakukan dengan maksimal.

“Tingkat kematian dini ini bisa dicegah sebanyak 66 persen dengan strategi pengelolaan lahan yang komprehensif, seperti restorasi lahan gambut secara maksimal” kata Tianjia Liu, salah satu peneliti dalam penelitian ini sebagaimana dikutip dari The Conversation.

Selain kematian dini, paparan kabut asap yang terjadi juga bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan yang lebih serius daripada yang ditemukan hari ini. Misalnya stroke, penyakit kardiovaskular, bahkan kerusakan otak.

Dalam penelitian sebelumnya dari Singapura dan Amerika Serikat, disebutkan pula bahwa kabut asap dapat menyebabkan stunting pada anak-anak yang terpapar kabut asap sejak dalam kandungan.

Hal itu disebabkan kualitas udara yang menjadi beracun pada kabut asap dapat menyaring pasokan oksigen yang teralirkan pada janin.

Baca juga: Kebakaran Hutan Indonesia 1997 Sebabkan Anak Tumbuh Lebih Pendek 3 Cm

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi