KOMPAS.com - Berbagai mitos seputar kesehatan masih terus beredar di masyarakat.
Ada yang benar, ada pula yang keliru, atau bahkan tidak benar.
Salah satu mitos kesehatan yang sering beredar, mungkin Anda pernah mendengarnya, mengenai biji jambu dan biji cabai yang disebut bisa menyebabkan usus buntu.
Mitos atau fakta, biji jambu dan biji cabai bisa menyebabkan usus buntu?
Sebuah riset yang diterbitkan Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, seperti dilansir Hello Sehat, menyebutkan, jambu dengan biji yang lebih kecil dari cabai atau biji buah lainnya sangat kecil potensinya menyebabkan usus buntu.
Dari hampir 2.000 kasus yang diteliti dalam penelitian tersebut, hanya satu kasus radang usus buntu yang disebabkan oleh biji buah.
Artinya, risiko mengalami kasus usus buntu akibat makan jambu biji ataupun biji buah lain hanya sekitar 0.05 persen.
Baca juga: INFOGRAFIK: 4 Mitos Kusta yang Jangan Lagi Dipercaya
Adapun, sistem pencernaan manusia sudah memiliki enzim pencernaan yang bersifat asam.
Enzim inilah yang akan bekerja melumatkan jika ada makanan yang masuk.
Proses pencernaan makanan dimulai sejak seseorang mengunyah makanan. Setelah makanan hancur dan kemudian tertelan, enzim pencernaan akan bekerja menghancurkan.
Namun, penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa menghindari mengonsumsi makanan yang sulit hancur saat dicerna dapat mencegah seseorang terkena peradangan usus.
Peradangan usus bisa terjadi jika ada penumpukan banyak makanan yang tidak hancur dalam usus buntu.
Jika hanya dengan sekali makan, tak akan menimbulkan usus buntu.
Sementara itu, dalam pemberitaan Kompas.com, 12 Oktober 2017, dokter Spesialis Gizi Klinik, dr Johanes Chadrawinata, SpGK, mengatakan, biji-bijian menyebabkan usus buntu hanya sebuah mitos.
Baca juga: Bukan Mitos, Tertawa Terlalu Kencang Bisa Picu Serangan Asma
“Itu hoax. Sebenarnya kalau ditanya ke dokter bedah yang menangani usus buntu, pernah enggak menemukan jambu batu di situ? Ya tidak ada. Jadi itu semuanya mitos,” kata Johanes.
Ia menjelaskan, usus buntu disebabkan oleh peradangan.
Risiko usus buntu terkait genetik
Selain adanya penyumbatan di dalam usus buntu, ternyata masalah genetik juga bisa memperbesar risiko usus buntu.
Seorang anak yang memiliki orangtua usus buntu, maka risikonya meningkat 10 kali lipat dibandingkan mereka yang tak memiliki riwayat.
Melansir Hello Sehat, kemungkinan keterkaitan keturunan usus buntu ini berhubungan dengan golongan darah dengan siste, HLA (antigen leukosit manusia).
Baca juga: INFOGRAFIK: 11 Mitos Kanker yang Jangan Lagi Dipercaya
Misalnya, orang dengan golongan darah A memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami usus buntu dibanding golongan O.
Bahaya usus buntu
Kepada Kompas.com, Johanes mengatakan, peradangan usus buntu bisa berbahaya jika tak ditangani dengan cepat.
Alasannya, peradangan usus buntu seperti bisul yang bisa pecah atau dalam istilah medis disebut dengan appendicitis perforata.
Kondisi tersebut menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga perut.
Akibatnya, usus tak steril dan kuman masuk ke dalam darah sehingga berisiko menyebabkan infeksi berat ke berbagai bagian tubuh yang bahkan bisa menyebabkan kematian jika masuk ke dalam darah.
Gejala usus buntu
Gejala umum yang timbul pada penderita usus buntu adalah rasa sakit pada bagian kanan bawah perut dan biasanya disertai panas.
Pemeriksaan untuk mendeteksi usus buntu biasanya melalui pemeriksaan fisik dan lab.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.