Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mari Berdoa Bersama, Semoga Hujan Lekas Turun"

Baca di App
Lihat Foto
Twitter KLHK
Unggahan Twitter KLHK mengenai penanganan upaya kebakaran hutan di Kalimantan Tengah.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - "Kita jaga yang belum terbakar, dan kita tundukkan kepala api agar tdk menjalar. Mari berdoa bersama semoga hujan lekas turun. Pemadaman kebakaran di Kelurahan Kalampangan, Kec. Sebangau Kota Palangkaraya, Kalteng. Sabtu 14 September 2019".

Demikian kalimat pada unggahan Twitter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), @KementerianKLHK, Minggu (15/9/2019).

Seperti diketahui, beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan saat ini tengah dihadapkan dengan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menimbulkan kabut asap tebal.

Di media sosial Twitter, tagar #SaveKalimantan menjadi trending sepanjang hari Minggu kemarin.

Banyak yang membagikan kondisi kabut asap yang semakin pekat di sejumlah wilayah di Kalimantan, seperti Pontianak dan Palangkaraya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (15/9/2019), ribuan warga melakukan shalat meminta hujan yakni shalat Istisqa di Halaman Masjid Agung Al Ikhlas Ketapang.

Kabupaten Ketapang merupakan salah satu yang terdampak dari karhutla.

"Saat ini, kabut asapnya sudah terlalu pekat. Kami shalat untuk meminta hujan kepada Allah SWT," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ketapang, Faisal Maksum, Minggu sore.

Ia berharap, bencana kabut asap dapat cepat terselesaikan dengan turunnya hujan.

Sementara itu, seorang warga Ketapang bernama Teo Bernadhi mengatakan, kabut asap yang terjadi saat ini adalah yang terparah sejak tahun 2015.

"Kabut asap yang ditimbulkan dari lahan gambut yang terbakar akan sangat berpengaruh terhadap pernapasan," ujar dia.

Teo mengatakan, kabut asap ini terjadi karena pencegahan yang dilakukan tidak optimal dan tidak turunnya hujan.

"Pemerintah daerah kurang memaksimalkan peran-peran perusahaan perkebunan untuk memadamkan api yang terbakar di dekat lahan mereka," kata Teo.

Dampak kabut asap

Akibat kabut asap dari karhutla, setidaknya 20.000 warga Kalimantan Selatan terkena Infeksi Saluran dan Pernapasan Atas (ISPA).

Angka tersebut didapat dari data Dinas Kesehatan Kalsel dan hingga saat ini angkanya masih terus meningkat.

"Ini terus meningkat, Agustus hingga pertengahan bulan ini yang paling banyak laporannya masuk," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, HM Muslim, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu.

Muslim mengatakan, akibat beraktivitas di luar ruangan, mayoritas warga mengaku mengalami batuk dan sesak napas.

Ada empat kabupaten dan kota yang warganya paling banyak menderita ISPA, antara lain Hulu Sungai Utara, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, dan Kota Banjarbaru.

Mengantisipasi bertambahnya penderita ISPA, Dinkes Kalsel membuka pelayanan kesehatan selama 24 jam.

Data karhutla di Sumatera dan Kalimantan

Hingga Minggu (15/9/2019) pukul 16.00 WIB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, ada 2.862 titik panas di seluruh Indonesia.

Wilayah Kalimantan Tengah memiliki jumlah titik api (hotspot) yang terbanyak, yaitu sebanyak 954 titik.

Lalu, Kalimantan Barat 527 titik api, Sumatera Selatan 366 titik api, Jambi 222 titik api, Kalimantan Selatan 119 titik api, dan Riau 59 titik api.

"Pada prinsipnya bencana merupakan urusan daerah. Pemerintah pusat sudah membantu semaksimal mungkin dengan mengerahkan 1.500 personel, 8 helikopter, hujan buatan juga disiapkan, dan lainnya," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Agus Wibowo saat dihubungi Kompas.com, Minggu sore.

Selain data dari BNPB, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga mengeluarkan data terkait kabut asap di Sumatera dan Kalimantan.

Asap masih terdeteksi di wilayah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utaram Semenanjung Malaysia, Serawak Malaysia, dan Singapura.

Terdeteksi pula adanya transboundary haze dari Sumatera ke Selat Malaka, Singapura, dan Semenanjung Malaysia, serta dari Kalimantan Utara ke Serawak Malaysia.

"Transboundary Haze adalah sebaran asap di daerah perbatasan," ujar prakirawan BMKG Stasiun Pekanbaru, Bibin Sulianto, saat dihubungi Kompas.com, Minggu sore.

Arah angin di Sumatera dan Kalimantan umumnya berhembus Tenggara-Barat Daya ke Barat Laut-Timur Laut.

Lalu, arah sebaran asap di Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, menyebar ke arah Barat Laut.

Dan sebaran asap di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara menyebar ke arah Timur Laut.

Bencana ekologis

Menanggapi peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan, Manajer Kampanye Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu Perdana mengatakan, penetapan bencana nasional tergantung pada pemerintah.

Ada tiga indikator soal penetapan bencana nasional.

Tiga indikator itu adalah berfungsi atau tidaknya pemerintah daerah, akses terhadap sumber daya nasional, dan apakah regulasi terhambat atau tidak.

Jika ketiga indikator tersebut terjadi, maka baru bisa ditetapkan sebagai bencana nasional.

"Kalau buat kami ini bencana ekologis. Tapi dari cara pandang pemerintah kerapkali bencana hanya faktor alam padahal faktor luar banyak. Kerusakan itu termasuk bencana diperparah perilaku manusia," katanya.

Menurut Wahyu, kasus kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan ini terjadi terus berulang adalah karena tidak tegasnya aparat dalam menindak para pelaku.

"Itu dimulai dari pemerintah. Ketidaktegasan penegakan hukum yang dimulai dari pemerintah itu sendiri, akhirnya berdampak kurangnya efek jera pada pelaku pembakaran sebelumnya," kata dia.

(Sumber: Kompas.com/Hendra Cipta, Andi Muhammad Haswar, Retia Kartika Dewi, Nur Rohmi Aida)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi