Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Motif Ekonomi, Kenapa Banyak Orang Tertarik Jadi Wakil Rakyat?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/RYANA ARYADITA UMASUGI
Pelantikan Anggota DPRD DKI periode 2019 - 2024 Jakarta di Ruang Paripurna, Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (26/8/2019)
|
Editor: Sari Hardiyanto


KOMPAS.com - Pemberitaan mengenai gaji anggota DPRD DKI Jakarta yang mencapai ratusan juta rupiah per bulan ramai diperbincangkan publik.

Kendati diklaim hanyalah angka di atas kertas, masih banyak orang yang tertarik menjadi wakil rakyat.

Profesinya pun beragam, dari juru bicara Istana Kepresidenan seperti Johan Budi hingga penyanyi cilik Agustina Hermanto atau yang kerap dipanggil sebagai Tina Toon.

Selain faktor finansial yang digadang-gadang menjanjikan, lantas mengapa banyak orang  mau menjadi anggota dewan?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana menjelaskan ada banyak hal yang membuat seseorang mau menjadi anggota dewan.

"Di publik itu banyak yang menganggap sebuah pride kebanggaan saat menjadi anggota dewan yang terhormat, sering dipuja-puja, merasa populer di masyarakat, dan selalu dikenal," kata Aditya Perdana saat dihubungi Kompas.com (18/9/2019).

Menurutnya, secara natural sifat manusia memang mau diperlakukan seperti itu.

Aditya menuturkan, saat ini kebanyakan orang ingin menjadi anggota dewan adalah karena diberikan kekuasaan untuk melakukan banyak hal.

"Contoh yang paling positif misalkan untuk kepentingan publik, kalau misal ada jalan rusak, sebagai anggota dewan dia bisa memerintahkan kepada pemerintah agar segera diperbaiki," kata dia.

"Tetapi, bila dia bukan anggota dewan, dia tidak bisa melakukan hal itu," sambungnya.

Baca juga: 5 Respons DPR Terkait Rusuh Papua

Popularitas dan Uang

Selain hal positif, Aditya menambahkan, ada sisi negatif bila anggota dewan salah mengarahkan kekuasaannya.

"Negatifnya yakni dapat kongkalikong dengan pemerintah untuk kepentingan diri sendiri, misal buat proyek buat memenuhi diri sendiri, ambil pupuk lalu keuntungannya sekian persen diambil untuk dirinya sendiri," paparnya.

Aditya mengatakan, hal tersebut dikarenakan saat kampanye, anggota dewan telah mengeluarkan uang yang cukup banyak dan harus berpikir bagaimana caranya untuk balik modal.

"Misal uang kampanye berasal dari utang sebanyak Rp 10 miliar, dia harus bisa berhitung kapan harus melunasi hutang tersebut. Salah satunya dari mana? tidak mungkin cukup hanya dari gaji, salah satunya yakni lewat kongkalikong proyek tadi," imbuhnya.

Hal tersebut, menurut Aditya, mudah sekali didapatkan saat berada di lingkaran kekuasaan dan berinteraksi dengan pemerintah atau SKPD di tataran Pemerintah Daerah.

"Jadi secara finansial, dia akan dapatlah, selain dari popularitas, dikenal publik, sering nongol di televisi untuk menjadi narasumber," katanya lagi.

Artinya, anggota dewan memiliki power atau kekuatan. Apabila kekuatan tersebut dapat diarahkan ke sesuatu yang positif, itu akan berdampak positif juga kepada masyarakat.

Namun, bila diarahkan ke negatif maka dia akan membuat kekuatan tersebut untuk dirinya sendiri, yang nanti berdampak bila ketahuan atau keciduk bisa menjadi kasus korupsi.

Ia menjelaskan, faktor yang membuat orang ingin menjadi anggota dewan masih soal popularitas dan soal uang.

Aditya mengungkapkan, bila faktornya karena ingin berkontribusi kepada komunitas atau masyarakat, sekarang rasanya sudah berkurang, walaupun masih ada juga.

Baca juga: Dewan Pengawas KPK Usulan DPR, Apa Saja Pro dan Kontranya?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi