Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerap Berutang, BPJS Kesehatan Dibutuhkan atau Pemborosan?

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/ Luthfia Ayu Azanella
Ilustrasi BPJS Kesehatan
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikabarkan mempunyai utang yang belum dibayarkan ke PT Indofarma (Persero) yang nilainya mencapai Rp 60 miliar.

Selama ini, Indofarma berperan sebagai pemasok obat-obatan ke rumah sakit yang menjadi mitra BPJS Kesehatan sebagai pengelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Sebelumnya, BPJS Kesehatan pernah memiliki utang yang telah jatuh tempo sebesar Rp 7,2 triliun. Hal itu sebagaimana diberitakan Kompas.com (30/20/2018).

Apakah BPJS Kesehatan masih dibutuhkan masyarakat atau pengeluaran dana yang tidak sedikit ini terbilang pemborosan?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom Senior Institute fro Development of Economics and Finance (Indef), Muhammad Nawir Messi menyampaikan bahwa dirinya tidak setuju jika BPJS dikatakan tidak berguna.

"Saya enggak setuju kalau BPJS dikatakan enggak berguna atau memberatkan, BPJS itu unsur penting dari sistem di mana rakyat diberi jaring pengaman bagi hal-hal yang dibutuhkan, salah satunya di bidang kesehatan," ujar Nawir saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/9/2019).

Menurutnya, persoalan BPJS yang memiliki utang di sejumlah pihak, itu pun harus dilihat dalam konteks yang berbeda.

Pertama, apakah wajar atau tidak wajar negara memberikan subsidi dalam bentuk pelayanan kesehatan untuk masyarakat atau tidak.

Kedua, perlu dilihat transparansi, perbaikan manajemen BPJS agar efektif dan efisien, akuntabilitas rumah sakit, serta akuntabilitas dari penggunaan dana BPJS.

Selain itu, Nawir menyampaikan ada hal-hal lain yang dibilang boros, misalnya transportasi daerah yang digelintirkan ratusan triliun, namun tidak jelas penggunaannya.

Ia membandingkan, jika BPJS utang puluhan triliun itu jelas-jelas membantu orang yang sakit.

"Menurut saya, sudah betul langkah yang dilakukan pemerintah melakukan penalangan lewat APBN 2019 yang katanya akan dilunasi 13 T (triliun) pada akhir bulan Desember 2019," ujar Nawir.

"Nah sekarang yang kita harus bicarakan ke depan adalah bagaimana agar BPJS ini sehat, bagaimana agar layanan yang diberikan lebih luas, tanpa menimbulkan beban-beban tambahan," kata dia.

Kemudian, Nawir mengungkapkan bahwa dalam sisi melihat utang-piutang yang diemban pihak BPJS, pemerintah baiknya melihat kembali standar-standar dasar yang perlu disiapkan BPJS dan hal apa yang tidak ter-cover.

"Yang perlu ditanyakan, sekarang keputusan pemerintah adalah menutupi (utang) dengan menaikan iuran kelas 1 dan kelas 2, apakah begitu solusi terbaik atau ada solusi lain," ujar Nawir.

Dengan kebijakan iuran seperti itu, apakah benar harus dibebankan kepada rakayat dengan situasi ekonomi yang tidak terlalu bagus seperti sekarang.

Mirisnya, dana pemerintah malahan digelontorkan untuk memindahkan ibu kota, bukan untuk menangani atau memberikan perhatian serius pada kesejahteraan rakyat, salah satunya aspek kesehatan.

Ia mengusulkan, seluruh pembebanan jaminan kesehatan ini harusnya rakyat sendiri atau harusnya oleh negara dengan bagian tertentu, melalui subsidi tidak langsung, sehingga beban masyarakat tidak terlalu besar.

Baca juga: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dinilai Tak Efisien

BPJS Masih Dibutuhkan

Di sisi lain, peneliti dari Indef, Nailul Huda mengungkapkan bahwa BPJS tidak bisa dilihat dari sisi untung-ruginya.

"Tentu kita tidak dapat melihat BPJS Kesehatan dari sisi untung atau ruginya menurut perhitungan akuntansi, namun juga dampak dan manfaat yang ditimbulkan," ujar Nailul saat dikonfirmasi terpisah pada Kamis (19/9/2019).

Ia menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan masih sangat diperlukan sebagai penyedia jasa asuransi kesehatan nasional yang memang mengayomi masyarakat miskin.

Sehingga, orang-orang yang tidak ter-cover jasa asuransi kesehatan swasta bisa memanfaatkan BPJS Kesehatan.

Meski begitu, Nailul menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan perlu membenahi sistem perekrutan peserta yang saat ini masih bermasalah.

"Selain itu, sistem untuk klaim asuransinya juga perlu diperbaiki termasuk klaim obat," ujar Nailul.

Menurutnya, selama ini perekrutan peserta BPJS dibebaskan siapa saja untuk mendaftar, namun tidak dilihat kemampuan membayar, perilaku membayar, dan potensi klaim.

Hal itulah yang dianggap sebagai kelemahan BPJS.

"Jadi, BPJS selalu kecolongan. Akibatnya BPJS selalu tekor," kata dia.

"Yang paling penting adalah memperbaiki sistem pendaftaran peserta BPJS melalui proses pendaftaran yang diperketat," lanjutnya.

Menurutnya, keberadaan BPJS Kesehatan bukanlah sesuatu yang pemborosan karena bermanfaat untuk masyarakat luas.

"Pemborosan itu seperti melakukan sesuatu yang sia-sia karena manfaatnya tidak ada. Kalau BPJS Kesehatan ya manfaatnya ada meskipun terus kebobolan anggarannya," papar Nailul.

Baca juga: Iuran BPJS Naik 100 Persen, Berikut Cara agar Anda Tak Gampang Sakit

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi