Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pembangunan Jalan Tol Layang Pertama di Indonesia, Cawang-Priok...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/HASANUDDIN ASSEGAF
Jalan tol layang Cawang - Tanjungpriok. Jalan sepanjang 15,66 km itu diberi nama Jalan Ir Wiyoto Wiyono MSc. Bersamaan dengan itu diberlakukan pula tarif terpadu jalan tol swasta itu, yang dibedakan dalam dua kelompok jenis kendaraan, tarif kelompok pertama adalah Rp 1.500 sedang kelompok kedua Rp 2.000.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Jalan tol layang terpanjang di Indonesia akan segera beroperasi pada akhir 2019.

Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II akan membentang dari ruas Cikunir hingga Karawang Barat dengan total panjang 36,4 kilometer.

Pembangunan jalan layang di Indonesia kini kian masif. Demikian pula jalan tol.

Pembangunan infrastruktur jalan ini sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan yang terjadi.

Kemacetan. Alasan ini pula yang menjadi dasar dibangunnya jalan tol layang pertama di Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahukah Anda, jalan tol layang pertama di Indonesia adalah jalan tol layang Cawang-Tanjung Priok, atau dikenal dengan jalan tol Wiyoto Wiyono. 

Cerita pembangunan tol layang Cawang-Priok

Pada pertengahan April 1979, mulai muncul wacana untuk membangun jalan layang di Ibu Kota.

Wacana ini muncul untuk mengatasi kemacetan yang mulai terjadi di Jakarta kala itu.

Pembangunan diproyeksikan di sejumlah titik rawan macet.

Kepala Sub Direktorat Perencanaan Jalan Kota Direktorat Jenderal Bina Marga saat itu, Ir Wiyoto Wiyono, mengatakan, pembangunan jalan-jalan layang menjadi keharusan.

"Kalau tidak, maka Jakarta akan menjadi tambah semrawut lagi," kata Wiyoto, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 18 April 1979.

Titik-titik yang dianggap biang kemacetan di antaranya Bunderan Grogol, Pancoran, dan Tomang. Saat itu, pada jam-jam sibuk kemacetan bisa mengular hingga 3 kilometer.

Sementara itu, rencana pembangunan jalan layang di kawasan Cawang mulai dibahas sekitar 1981.

Harian Kompas, 27 Juli 1981, memberitakan, jembatan layang Cawang atau dikenal dengan "Cawang Interchange" akan dibuat menjadi jalan tol "intra urban".

Untuk pembebasan lahannya menghabiskan dana sebesar lebih dari Rp 11 miliar.

Proyek yang dianggarkan dari APBN tahun 1980/1981 itu juga menelan biaya administrasi proyek Rp 86,4 juta.

Dalam perencanaan saat itu, Cawang Interchange akan berada di perempatan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, yang menjadi titikk simpul pertemuan dengan beberapa jalan tol.

Jalan tol itu di antaranya tol Jagorawi dan yang tengah dalam perencanaan, Tol Jakarta-Cikampek.

Pada pertengahan 1987, pemerintah membuka kesempatan untuk investasi jalan tol kepada pihak swasta.

Sebanyak 7 perusahaan swasta membuat perusahaan patungan bersama untuk pembangunan jalan tol dalam kota DKI Jakarta, Tanjung Priok-Cawang dengan penanaman modal sebesar Rp 280 miliar.

Tujuh perusahaan swasta itu bergabung dalam PT Citra Marga Nusaphala Persada.

Adapun, tujuh perusahaan patungan itu terdiri dari PT Lamtorogung Persada, PT (persero) Hutama Karya, PT Pembangunan Jaya, PT Indocement, PT Yala Perkasa Internasional, PT Krakatau Steel, dan Yayasan Bank Dagang Negara.

Tol Tanjung Priok-Cawang sepanjang 16 kilometer itu merupakan jalan tol pertama yang dibangun swasta dari 13 ruas tol lain yang ditawarkan.

Jalan tol ini hampir seluruhnya berupa jalan layang tepat di atas jalan Jakarta By Pass. Pembangunannya dimulai pada pertengahan 1987.

Diberitakan Harian Kompas, 27 Januari 1988, studi kelaikan jalan layang tol Cawang-Tanjung Priok dikerjakan oleh putra-putri Indonesia.

Pembangunannya juga direncanakan menggunakan produk dalam negeri seperti aspal dan semen, dengan masa konstruksi selama 3 tahun.

Direktur Utama PT Citra Marga Nusaphala Persada Siti Hardiyanti Rukmana mengatakan, jika sudah jadi, usia pakai diperhitungkan untuk 40 tahun.

"Tetapi diharapkan dapat bertahan seumur hidup, asal jangan terjadi gempa bumi atau bencana alam berat lainnya yang sulit diperhitungkan," kata Situ Hardiyanti alias Tutut, saat itu.

Tutut juga mengatakan, jalan tol Cawang-Tanjungpriok akan menjadi jalan layang terpanjang di Asia, 12 kilometer dari 16 kilometer seluruhnya.

Selain itu, rekayasa konstruksinya juga yang pertama di Asia Tenggara dengan satu tiang penyangga untuk 6 lajur jalan dengan lebar seluruhnya 25 meter.

Jalan layang Cawang-Tanjung Priok dimulai dari Jakarta Interchange seksi Halim Perdanakusuma.

Jalan layangnya membentang dari Halim hingga Sunter, dan selebihnya sampai pelabuhan Tanjungpriok merupakan jalan tol at grade.

Mulai dibangun pada 1987, tol layang pertama di Indonesia, Cawang-Priok selesai dibangun pada 1990.

Harian Kompas 16 Agustus 1988 menyebutkan, jalan layang ini mempunyai enam jalur untuk dua arah dan ditunjang oleh pilar di tengahnya.

Jalan layang tersebut disebut pula menjadi jalan layang pertama terlebar di dunia.

Tak hanya itu, pembangunan jalan ini dari desain, pelaksanaan, pembangunan, pembiayaan, serta manajemen pembangunan dan supervisinya dilakukan sepenuhnya oleh
tenaga ahli teknik Indonesia.

Diresmikan Soeharto pada 1990

Presiden Soeharto meresmikan operasional jalan layang tol Cawang-Priok pada 9 Maret 1990.

Peresmian dilakukan di pintu gerbang Plumpang, Jakarta Utara.

Jalan tol sepanjang 15,66 kilometer ini diberi nama Jalan Ir Wiyoto Wiyono.

Wiyoto Wiyono merupakan seorang teknisi pembangunan jalan yang meninggal saat melaksanakan tugasnya.

Dalam laporannya, seperti diberitakan Harian Kompas, 10 Maret 1990, Dirut PT Citra Marga Nusaphala Persada, Siti Hardiyanti Rukmana, mengatakan, jalan tol Cawang-Priok merupakan karya usaha swasta nasional pertama di Indonesia.

Pembangunannya menelan biaya sekitar Rp 291 miliar, dengan masa pembangunan selama 776 hari, dari yang direncanakan 1.000 hari.

Teknologi LPBH Sosrobahu

Pembangunan jalan tol layang Cawang-Priok juga mencatatkan kelahiran teknologi baru berupa Landasan Putar Bebas Hambatan (LPBH) Sosrobahu.

Dikutip dari Harian Kompas, 7 Agustus 1988, sosok di balik teknologi Sosrobahu tersebut adalah Ir Tjokorda Raka Sukawati.

Teknologi LPBH Sosrobahu merupakan sebuah alat yang terdiri dari dua piringan berdiameter 80 cm dan tebal 7 cm yang saling menangkup untuk mengangkat dan memutar beban seberat
500 ton.

Teknologi tersebut, menurut Tjokorda, menjadi alat pertama di dunia dalam bidang angkat dan putar beban berat yang berdasarkan pada rumus dasar fisika mekanika.

Dengan teknologi itu, pembangunan jalan layang diharapkan tidak mengganggu arus lalu lintas karena tiang penyangganya diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya.

Nantinya, tiang penyangga ini akan diputar 90 derajat menggunakan teknologi Sosrobahu.

Cara kerjanya, kedua piringan yang saling menangkup akan mengangkat gelagar beton (pier head) saat rongga antara kedua piringan diisi minyak pelumas.

Dengan demikian, kedua piringan bisa saling bergerak bebas.

Volume minyak pelumas cukup dengan 3 milimeter agar piringan atas yang tertanam pada gelagar beton bebas berputar pada piringan bawah yang tertanam dengan 12 sekrup berdiameter 3 cm pada tiang pancang.

Teknologi ini pun mendapat pengakuan dari dunia dengan memberinya hak paten.

Harian Kompas, 6 Maret 1996, memberitakan, teknologi Sosrobahu ini untuk pertama kalinya diekspor ke Filipina dan Malaysia pada tahun 1996.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Jalan Tol layang Terpanjang di Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi