Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti di Muaro Jambi, Langit Merah saat Senja Pertanda Polusi Udara Tinggi

Baca di App
Lihat Foto
AFP/MICHAL CIZEK
Super Blood Wolf Moon terlihat di belakang Gereja Saint Nicolas selama gerhana bulan di Ibu Kota Ceko, Praha, Senin (21/1/2019). Menurut badan antariksa milik pemerintah Amerika Serikat, NASA, fenomena Super Blood Wolf Moon yang muncul pada 20 hingga 21 Januari 2019 itu sangat jarang muncul dan hanya penduduk di 28 negara yang dapat menyaksikannya dengan jelas.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Fenomena langit merah yang terjadi di Desa Pulau Mentaro, Kecamatan Ilir, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi membuat perhatian bagi masyarakat Indonesia.

Pasalnya, perubahan warna langit ini sebelumnya belum pernah dialami di wilayah Jambi.

Di sisi lain, perubahan warna langit ini dapat dikaitkan dengan warna kemerahan saat senja atau menjelang malam.

Lantas, apa sebenarnya penyebab warna kemerahan yang sering kita tonton saat senja karena keindahan warna tersebut?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Staf Pertunjukan Planetarium di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Widya Sawitar mengungkapkan bahwa fenomena alam dari perubahan warna langit ini dinilai sebagai tolak ukur polusi udara.

Menurutnya, peristiwa sunset atau terbenam matahari seringkali membuat masyarakat terpesona dengan keindahan gradasi cahaya yang berwarna ungu, merah mudah, dan oranye.

"Kadang kita lihat warnanya oranye, kadang pink. (Fenomena) ini sebenarnya menakutkan. Lebih karena polutan," ujar Widya saat peliputan gerhana bulan di Taman Ismail Marzuki pada Sabtu (28/7/2019).

Sementara itu, Widya menyampaikan bahwa polusi udara di Jakarta bisa dilihat secara visual jika kita mengamatinya dengan pergi ke luar kota Jakarta sekitar pukul 5-6 sore dan mencari wilayah yang luas.

Di saat itulah kita bisa melihat kenampakan Jakarta dikelilingi kerudung asap.

Tidak hanya itu, cara lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui makna dibalik keindahan warna merah di langit, karena polusi, yakni saat take-off pesawat pada pukul matahari terbenam.

"Kalau cahaya matahari jatuhnya tepat, bagus banget cahayanya. Kelihatan bagus dari luar tapi
sebenarnya bahaya yang ada di dalamnya," ujar Widya.

Baca juga: Pengamat: Gerhana Bulan Merah Indikator Polusi Udara

Fenomena kemerahan saat gerhana bulan

Selain itu, peristiwa lain yang bisa kita amati mengenai perubahan warna langit, yakni saat
gerhana bulan yang terkadang bulan nampak berwarna kekuningan hingga kemerahan.

Astronom sekaligus narator Planetarium dan Observatoriumm Jakarta, Cecep Nurwendaya
mengungkapkan, warna merah pada bulan yang mengalami proses gerhana dapat menjadi indikator kualitas udara di suatu daerah.

"Semakin kotor polusi di tempat kita, maka semakin 'indah' warna gerhana," ujar Cecep.

Apabila warna merah pada bulan saat terjadi gerhana justru sangat pekat, menandakan kota tersebut memiliki tingkat polusi yang tinggi.

Ia menjelaskan, warna merah ditimbulkan karena polutan terdiri dari gas dan partikel debu yang memiliki sidat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening).

Sementara, gerhana bulan dapat diamati berwarna kekuningan jika kita melihatnya di daerah yang memiliki tingkat polusi lebih rendah.

Selain itu, kejadian merahnya langit akibat partikel debu dan tingginya polutan ini pun bisa terjadi ketika terjadi letusan gunung berapi.

Saat meletus, gunung api akan mengeluarkan partikel abu dan menutup langit, kemudian memunculkan warna kemerahan dari cahaya matahari.

Tidak hanya saat gerhana bulan, pada gerhana bulan total pun warna kemerahan yang terlihat
pada bulan juga menandakan tingginya tingkat polusi.

"Dengan gerhana bulan total kita bisa tahu tingkat polusi. Semakin warnanya merah justru
menunjukkan semakin banyak polutannya," ujar Widya.

Serupa dengan perubahan warna langit saat senja, warna kekuningan yang terlihat pada bulan juga menunjukkan tingkat polutan di daerah itu lebih rendah.

(Sumber: Kompas.com/Bhakti Satrio Wicaksono, Fidel Ali Permana).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi