Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaknai Poster Saat Demo Mahasiswa yang Bikin Senyum, Cermin Politik Nir-kekerasan

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Ribuan mahasiswa mengikuti aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta itu, mereka menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi serta mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU KPK yang sudah disahkan.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Foto-foto yang menunjukkan poster dan spanduk dengan tulisan bernada humor dan sarat sindiran saat aksi demo mahasiswa di Gedung DPR sejak Senin (23/9/2019) hingga Selasa (24/9/2019) viral di media sosial.

Para yang mahasiswa yang ikut aksi tersebut terlihat membawa poster dengan tulisan bernada sarkastis untuk mengkritik kebijakan pemerintah saat ini.

Kalimat yang dicantumkan dalam poster-poster itu di antaranya, "Cukup cintaku yang kandas, KPK jangan", "Hutan yang kebakaran, KPK yang dipadamkan", "DPR jangan minta dicubit", dan lain-lain.

Sosiolog dari Universitas Airlangga, Novri Susan, menilai, cara yang digunakan untuk menyuarakan aspirasi ini adalah wujud dari bentuk humor politik yang digunakan untuk menilai pengorganisasian kekuasaan formal negara.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Gerakan protes mahasiswa saat ini banyak menggunakan humor politik untuk mengoreksi beberapa persoalan terkait kebijakan yang dianggap distortif dalam konsep demokrasi,"ujar dia, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/9/2019).

Baca juga: Demo Pelajar Berujung Rusuh, Mendikbud: Jangan Gampang Terprovokasi

Novri mengatakan, ada dua hal penting terkait tujuan penggunaan humor politik oleh kalangan milenial.

Apa saja dua hal penting itu?

Pertama, membangun jaringan sosial dan solidaritas di antara kalangan sendiri karena bahasa paling dekat di era ini adalah penggunaan konsep humor.

Kedua, memberi tekanan terhadap elite-elite politik sebagai identitas milenial yang lebih inklusif dan mencoba jauh dari bahasa kekerasan.

"Pada era 1998 misalnya, seni perlawanan para mahasiswa menggunakan bahasa yang tajam dan keras. Sangat berbeda dengan karakter para mahasiswa era milenial," tambah dia.

Ia menilai, cara yang digunakan para mahasiswa dalam aksi tersebut merupakan pertanda adanya kesadaran tentang politik nir-kekerasan.

Baca juga: Buntut Demo Anarkistis, DPRD Sumbar Lapor Polisi Soal Perusakan Gedung dan Penjarahan

"Ini adalah satu kesadaran penting agar demokrasi tetap berjalan secara baik dan konstruktif," kata Novri.

Ia juga menilai, poster atau spanduk dengan tulisan sarkastik tersebut bisa menjadi gerakan awal untuk membentuk jaringan dan menekan struktur kekuasaan negara.

Namun, hal tersebut bisa berubah menjadi perlawanan keras politik, yaitu penggunaan bahasa-bahasa yang lebih tajam jika tidak ada perubahan kebijakan sesuai aspirasi publik.

"Jadi, menurut saya, DPR dan Presiden segera memberi respons progresif dari tuntutan para mahasiswa. Sebelum berubah dari humor politik menjadi kekerasan politik," kata dia.

KOMPAS.com/Dhawam Pambudi Infografik: Empat Poin Tuntutan Aksi Mahasiswa

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi