Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kalau Ini Berlanjut, Indonesia Bisa Semakin Berduka..."

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/KIKI ANDI PATI
Gubernur Sultra Ali Mazi dan Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh berdoa untuk kesembuhan Mahasiswa UHO Kendari, Yusuf Kardawi yang dirawat pasca kerusuhan pasca-demonstrasi di gedung setempat. Foto dokumen Dinas Kominfo Sultra
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

JAKARTA, KOMPAS.com – Tanda pagar #IndonesiaBerduka masuk dalam daftar trending Twitter Indonesia sejak Jumat (27/9/2019) pagi.

Hingga pukul 16.16 WIB, ada lebih dari 42.000 twit menyertakan tagar #IndonesiaBerduka.

Ditilik lebih jauh, sebagian besar menyatakan dukanya atas meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara dalam aksi yang berlangsung di depan Gedung DPRD pada Kamis (26/92/2019).

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai, peristiwa ini seharusnya mendapatkan perhatian serius.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Peristiwa saat ini harus diperhatikan secara serius akar masalahnya. Apa akar masalahnya? Kebijakan yang jadi protes mahasiswa dan publik, yaitu RUU yang bermasalah,” kata Anam, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/9/2019).

Baca juga: Data Kontras: 87 Mahasiswa dan Pelajar Jadi Korban dalam Demo di Sekitar DPR

Ia menilai, seharusnya pemerintah segera memberikan respons terkait hal tersebut.

Anam mengatakan, kedukaan yang dirasakan publik atas meninggalnya dua mahasiswa ini harus direspons Presiden Joko Widodo dengan memenuhi tuntutan publik.

“Kalau ini terus berlanjut, Indonesia bisa semakin berduka,” kata Anam.

“Jangan sampai korban yang jatuh tak memberikan makna apa-apa. Seharusnya Perppu KPK segera dijalankan,” ujar dia lagi.

Tindak tegas

Choirul menilai, saat ini tantangan kepolisian adalah menjaga akuntabilitasnya dengan cara menindak tegas anggota kepolisian yang menggunakan kewenangannya secara berlebihan.

“Bagi yang meninggal ya diusut siapa yang melakukan penembakan. Karena ini menimbulkan hilangnya nyawa, ya dibawa ke pengadilan,” kata Choirul Anam.

Ia mengatakan, polisi pada dasarnya memiliki kewenangan.

Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana penggunaan kewenangan tersebut, sesuai aturan atau tidak.

“Polisi menjaga unjuk rasa, sebetulnya seharusnya mereka memastikan unjuk rasa tersebut dilakukan dengan damai dan tak terganggu dengan masyarakat lain. Itu filosofi dasarnya,” ujar dia.

Baca juga: Komnas HAM Tindak Lanjuti Tewasnya Dua Mahasiswa Universitas Halu Oleo di Kendari

“Untuk memastikan hal itu jalan, polisi diberi modal seperti tameng atau pun gas air mata. Namun, peraturan penggunaan tersebut ada,” kata Choirul Anam.

Mengenai aturan menembak juga ada aturannya. Namun, harus dipastikan bahwa ketentuan boleh menembak atau melumpuhkan tidak digunakan secara berlebihan.

“Misal, kalau menghadapi mahasiswa yang cuma membawa bendera, nyanyi-nyanyi dan bawa poster, tapi dihadapi dengan peluru atau senjata, berarti itu menyalahi prosedur,” kata dia.

Sementara, jika dalam sebuah aksi ditemukan bom molotov yang dibawa pengunjuk rasa, Anam mengatakan, ada aturan untuk penanganannya.

“Polisi boleh melakukan tindakan keras membawa dia keluar dari kerumunan aksi guna memastikan bom molotov tersebut tidak dilempar, itu boleh. Tapi ya itu, penggunaan kewenangan tak boleh berlebihan," papar Anam.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi