Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pusingnya Cari Rumah (5): Mengontrak Sampai Pensiun

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi.
|
Editor: Heru Margianto

 

Ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya. Sebelum melanjutkan membaca silakan baca serial pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
___________________

KOMPAS.com – Mungkinkah memiliki tempat tinggal yang tidak jauh dari pusat kota dengan harga terjangkau?

Kalau Anda enggan memiliki rumah yang jauh dari tempat kerja, Anda bisa berjuang membeli apartemen berkonsep transit oriented development (TOD).

Sederhananya, TOD adalah apartemen yang terintegrasi dengan akses transportasi seperti stasiun kereta atau terminal.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

??"Konsep TOD sangat cocok untuk Jabodetabek yang sudah sangat kompleks," kata Dirjen Penyediaan Perumahan Khalawi Abdul Hamid.??

Sejumlah TOD yang tengah digarap pemerintah lewat BUMN saat ini antara lain di Stasiun Tanjung Barat, Stasiun Pondok Cina, dan Stasiun Rawa Buntu.??Ada pula yang nempel stasiun light rail transit (LRT).

Lokasinya di Ciracas, Bekasi Timur, Sentul, Jaticempaka, Jatibening, Ciputat, hingga Cisauk.??

"Ke depan, kami akan kembangkan untuk titik-titik TOD lainnya yang terintegrasi dengan moda transportasi sehingga memudahkan aktivitas bagi penghuni TOD," ujar Khalawi.

Sayangnya, TOD yang digadang-gadang sebagai solusi untuk milenial ini masih jauh dari ideal.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan TOD yang dijual pemerintah terlalu mahal.??

"TOD bagus tapi harganya naik terus enggak bisa kebeli. Pertama di-lauching Rp 300 juta tapi sekarang Rp 500 juta. Ini kan mestinya ada misi sosial BUMN," kata Ali.

??Dengan harga apartemen sekitar Rp 500 jutaan, masyarakat yang bisa membelinya harus bergaji Rp 15 juta per bulan.

Memang, banyak sih milenial yang gajinya sudah dua digit. Namun lebih banyak milenial yang gajinya kurang dari itu.?

?Selain harganya yang mahal, Ali mengingatkan jumlah TOD masih terlalu sedikit. Dari beberapa proyek TOD yang tersedia, yang dialokasikan untuk subsidi tak sampai setengahnya.?

"Tapi lebih banyak yang komersil. Harusnya yang subsidi sampai 40 persen supaya betul-betul kena. Dan ini harusnya semua BUMN ikut membangun," kata Ali.??

Bank tanah

Masalah sulitnya membeli rumah sebenarnya tak hanya dialami di Indonesia. International Monetary Fund (IMF) mencatat 2018 sebagai tahun dengan harga rata-rata properti tertinggi sejak krisis 2008 silam.??

Hampir semua negara di dunia mengalami kenaikan harga rumah. Pengecualian hanya terjadi di sebagian kecil seperti Turki, Ukraina, Australia, Brazil, Italia, Vietnam, dan lainnya.??

Namun satu kebijakan yang tak dimiliki Indonesia namun dimiliki negara lainnya yakni land banking atau bank tanah.

Dalam kebijakan bank tanah, tanah-tanah kosong dan terbengkalai dimanfaatkan pemerintah untuk dijadikan rumah.??

Dengan pemerintah menguasai mayoritas atau setidaknya separuh tanah menganggur ini, harga tanah bisa terkendali.??

"Di luar negeri pun ini fenomena kaum milenal juga terjadi. Tapi mungkin di sana sistemnya lebih bagus ya," kata Ali.??

Dirjen Penyediaan Perumahan Khalawi Abdul Hamid mengatakan kebijakan land banking baru disiapkan.??

"Saat ini pemerintah berupaya mempercepat pembentukan Bank Tanah melaui percepatan penyusunan dan penetapan RUU Pertanahan, rencana launching 24 September 2019," ujar Khalawi.??

Selain itu, penyediaan perumahan juga akan didorong lewat konsolidasi tanah. Konsep ini pernah diusulkan Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat Pilkada 2017.?

?Ia menargetkan semua penyediaan rumah di Jakarta berbentuk vertikal. Ada yang sewa, ada yang bisa dibeli.

Ahok mengusulkan agar pemilik lahan di Jakarta yang mau mengkonsolidasikan lahannya untuk dibangun blok rusun, diganti 2 hingga 2,5 kali lipat luas tanahnya.??

Sewa terus

Lalu bagaimana jika milenial tak mampu membeli rumah yang jauh dari Jakarta maupun apartemen di pusat kota?

Apa jadinya jika sebagian besar milenial tak mampu beli rumah???

"Kalau di perkotaan, tempat sebagian besar orang tinggal, ini masalah. Orang enggak bisa beli rumah. Jadinya mungkin nanti kita seperti di Hongkong, enggak ada yang bisa beli rumah, semua sewa," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda .??

Bagi Anda yang mengikuti berita selama beberapa pekan terakhir, tentu tahu Hongkong tengah dihadapkan demo besar-besaran oleh warganya.

Demo yang dipicu RUU ekstradisi itu juga sekaligus meluapkan kekecewaan warga akan kesenjangan perumahan.??

Selama dua dekade terakhir, ratusan ribu warganya hanya bisa mengontrak di apartemen yang sangat kecil bak peti mati.

 

Ini terjadi akibat lonjakan penduduk yang besar, sementara ruang yang tersedia terbatas.

Namun pandangan berbeda disampaikan Perencana keuangan Budi Raharjo. Ia setuju pada akhirnya milenial hanya bisa mengontrak akibat tak sanggup membeli rumah.??

Namun, menurutnya, itu tak berarti hal buruk.??

"Sewa enggak apa-apa juga. Kita jangan menyamakan kehidupan kita seperti orang tua kita atau generasi sebelumnya. Dan bukan enggak mungkin kita hanya nyewa terus tapi sambil nabung dan suatu saat beli rumah," ujar Budi.??

Berdasarkan Global Millenial Survey 2019 oleh Deloitte, hanya 49 persen dari 13.416 milenial dari 42 negara yang mau membeli rumah. SIsanya tak peduli akan kepemilikan.??

Sebagian besar milenial, sekitar 57 persen, lebih memprioritaskan keliling dunia dan punya penghasilan besar.??

Jika milenial pada akhirnya lebih nyaman mengontrak di dekat tempat kerjanya, maka menurut Budi tak ada yang salah dengan itu.??

Toh, rumah mungkin bisa dimiliki ketika nanti milenial hengkang dari angkatan kerja.??

"Sisihkan aja tabungan khusus saat pensiun. Mungkin akan lebih enak beli tanah beberapa tahun sebelum pensiun. Masukkan rumah sebagai perencanaan pensiun kita," kata Budi.

Selesai.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi