Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seputar G30S/ PKI (5): Komunisme, Ideologi Gagal! Perlukah Dikhawatirkan?

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi.
|
Editor: Heru Margianto

Ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya. Sebelum melanjutkan membaca silakan baca serial pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
_____________________________________

KOMPAS.com - Komunisme boleh saja dilawan (dan menurut saya harus dilawan). Caranya adalah dengan mengetahuinya. Bagaimana kita dapat mengambil sikap terhadap salah satu gerakan politik paling berpengaruh di abad ke-20 apabila dasar-dasar politiknya tidak dapat kita kritik? Bagaimana kita dapat mengkritik apabila kita tidak mengerti apa yang mau kita kritik?

-Franz Magnis Suseno.

Komunisme adalah ideologi dunia yang gagal. Apa yang diharapkan dari sebuah ideologi yang terbukti gagal?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika oleh sejarah ia dibuktikan gagal, atas alasan rasional apa kita harus takut atas ideologi yang bangkrut itu?

Demokrasi dan kapitalisme dengan segala kritiknya jauh lebih nyaman dan melenakan dibanding komunisme.

Bangsa ini selama bertahun-tahun dihantui oleh momok komunis yang tak jelas batang hidungnya. Segala hal yang berbau komunis dilarang, termasuk buku.

Bagaimana kita bisa mengambil sikap dengan benar jika untuk tahu saja aparat negara melarangnya.

Pernah dalam sebuah unjuk rasa anti komunis, seorang pengunjuk rasa berpakaian putih-putih berseru lantang menyerukan pembakaran buku Das Kapital karya Karl Marx.

Alasannya, buku itu mengajarkan seseorang menjadi kapitalis.

Tidakkah Anda sedih mendengarnya?

Karl Marx dan Marxisme

Cerita tentang gerakan komunisme dunia berangkat dari gagasan Karl Marx yang mengklaim telah menemukan hukum-hukum perkembangan masyarakat dan membuka rahasia perekonomian kapitalis.

Sejatinya komunisme tidak sama dengan Marxisme. Awalnya, komunisme adalah sebuah cita-cita utopis atas suatu bentuk masyarakat yang tidak memiliki hak pribadi. Semua dimiliki bersama. (Adakah yang rela?).

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (2): Apa Sih Bedanya PKI, Sosialisme, Komunisme, Marxisme, dan Leninisme?

Sementara, Marxisme adalah pembakuan atas gagasan-gagasan Marx tentang sistem masyarakat.

Menurut Marx, karena beragam kontradiksi dalam sistem kapitas lahirlah kelas yang disebut proletariat, sebuah kelompok masyarakat yang tidak memiliki alat-alat produksi.

Watak dari kelas yang memiliki alat produksi atau pemilik modal (pemilik pabrik misalnya) adalah menindas mereka yang tidak memiliki alat produksi (buruh atau kaum pekerja).

Marx meramalkan, adalah keniscayaan sejarah bahwa suatu saat kelas ini akan melakukan pemberontakan dan menciptakan masyarakat tanpa kelas karena tertekan oleh watak penindasan kaum pemilik alat produksi.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (2): Apa Sih Bedanya PKI, Sosialisme, Komunisme, Marxisme, dan Leninisme?

Ajaran Marx menginspirasi Vladimir Ilyich Ulyanov yang populer dikenal sebagai Lenin.

Ia memodifikasi ajaran Marx dan memadukannya dengan gagasannya sendiri yang kemudian dikenal sebagai Marxisme Leninisme yang menjadi pondasi ideologi Partai Komunis yang dipimpinnya.

Lenin tidak sabar menunggu kapitalisme tumbang secara natural sebagaiman diramalkan Marx. Ia melakukan intervensi politik untuk mengambil kekuasaan.

Komunisme atau juga disebut komunisme internasional menjadi sebuah gerakan, kekuatan politik, dan ideologi partai-partai komunis di seluruh dunia.

Marxisme merupakan salah satu komponen dalam ajaran komunis.

Ini bagian pentingnya: baik Marx dan Lenin membayangkan sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, gemah ripah loh jinawi, adil dan makmur.

Bagi mereka, masyarakat dalam struktur kelas adalah salah satu biang keladi tidak tercapainya kesejahteraan.

Lenin kemudian mewujudkan "ramalan" Marx menjadi nyata ketika melakukan revolusi Oktober 1917 dan merebut kekuasaan di Russia.

Masyarakat ala Lenin

Dengan tangan besi, Lenin membangun suatu masyarakat yang benar-baru baru. Kekuasaan di bawah Lenin menghapus kepemilikan pribadi atas semua bank, menutup semua usaha produktif dan pasar.

Ia juga memusnahkan kelas bangsawan, membagi-bagikan tanah kepada para petani untuk kemudian mengubahnya menjadi koperasi negara yang menimbulkan perlawanan sengit dari petani, dan mematahkan dominasi institusi agama.

Segala perlawanan atas kebijakan negara ditumpas. Lima juta orang mati dalam tiga tahun.

Pasca-revolusi Oktober, Russia yang kemudian berubah nama menjadi Uni Soviet menjadi pusat komunisme internasional yang terus berupaya mengembangkan pengaruhnya di dunia dan berhadap-hadapan dengan Amerika Serika yang mengusung paham demokrasi dan kapitalisme.

Franz Magnis Suseno, guru besar Sekolah Tinggi Filsafatn (STF) Driyarkara yang menulis buku Dalam Bayangan Lenin (2003) menyebut, di puncak kejayaannya, komunisme membawahi sepertiga umat manusia, dari pesisir barat Samudera Pasifik sampai ke Sungai Elbe, dari Lingkaran Kutub Utara sampai ke Himalaya dan Kaukasus, bahkan sampai ke Laut Merah dan Selatan Afrika.

PKI ateis?

Di Indonesia, komunisme kerap diidentikkan dengan paham ateisme atau tidak mengakui keberadaan Tuhan.

Komunisme dan ateisme sebenarnya adalah dua ideologi yang berbeda. Komunisme adalah gerakan politik untuk mencapai tatanan masyarakat yang dipandang ideal oleh ideologi itu, sementara ateisme adalah pandangan filosofis.

Kenyataannya, komunisme tak melulu ateis. Di Soviet dan Cina, masyarakat memang dijauhkan dari agama.

Namun di belahan dunia lain, komunisme tak menghapus agama. Di Iran, partai komunis bersatu dengan kelompok Islam.

Pemahaman bahwa komunisme itu ateis merujuk jauh pada gagasan Marx yang menyebut agama adalah candu bagi masyarakat. Menurut Marx, agama adalah opium yang mampu meredam sakit.

Bagi mereka yang tertindas, agama adalah penyelamat. Agama menyarankan agar mereka yang sedang tertindas untuk bersabar dalam pengharapan dan memaknai ketertindasan itu sebagai jalan Tuhan mendidik umat-Nya.

Dengan kata lain, agama melanggengkan ketertindasan. Ia seperti opium yang meninabobokan.

Ada juga yang memaknainya sebagai kritik Marx terhadap agama yang membuat orang pasrah terhadap keadaan. Agama tidak memberdayakan. Agama tidak memiliki watak revolusioner mengubah keadaan.

Kegagalan komunisme

Kembali pada komunisme, pertanyaannya kemudian, apakah cita-cita akan masyarakat yang adil makmur itu terwujud dalam sistem pemerintahan komunis? Tidak.

Eksperimen terbesar dalam sejarah umat manusia untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam paham komunisme gagal total. Kesejahteraan tak mewujud.

Dalam bukunya Franz Magnis mencatat, lebih dari 100 juta orang mati sebagai korban komunisme dalam rentang waktu 62 tahun (1917 sampai kejatuhan rezim Khmer Merah di Kamboja 1979).

Dari jumlah itu, 20 juta di antaranya di Uni Soviet, 15 juta dari angka 20 juta itu terjadi di bawah pemerintahan Stalin yang meneruskan kekuasaan Lenin.

Yang terjadi adalah sebuah ironi. Tragedi kemanusiaan tak terperi di abad 20 itu terjadi atas nama ideologi yang dicita-citakan membawa kebebasan dan kebahagiaan umat manusia.

Pada 9 November 1989 tembok Berlin yang memisahkan Jerman Timur dan Jerman Barat runtuh, menandai berakhirnya rezim komunis Jerman Timur dan reunifikasi Jerman setahun kemudian.

Goncangan besar terhadap komunisme internasional terjadi pada 1991 ketika Uni Soviet meninggal dalam tenang. Negeri adidaya itu runtuh, porak poranda.

Hanya sejumlah kecil negara di dunia yang masih melandaskan dirinya pada ideologi komunisme, di antaranya Korea Utara, China, Kuba, dan Vietnam.

China meski berbentuk komunis dan peran negara begitu kuat di sana, praktiknya sangat kapitalis.

Sulit sekali membayangkan ideologi komunisme yang serba tertutup itu bisa kembali hidup di tengah peta politik dan ekonomi antarnegara yang saat ini saling kait mengait dengan begitu kuat.

Pertanyaan yang muncul, bagaimana bisa terjadi, "gagasan mulia" menyejahterakan manusia bisa jatuh pada bentuk negara yang demikian totaliternya dan merampas hak-hak dasar manusia pada negara-negara komunis?

Baca juga: Pajang Buku DN Aidit di Lapak Baca Gratis, Dua Pegiat Literasi Ditangkap

Bagaimana masyarakat bisa mencari jawab atas pertanyaan itu jika buku-buku yang berupaya menjelaskan kisah komunisme dirazia pak tentara, diskusi dibubarkan, segala pembicaraan soal ini di ruang publik ditutup paksa semata-mata karena aparat negara kita tidak bisa membedakan antara mempelajari dan menganut?

Untuk menunjukkan bahwa komunisme itu tidak layak dianut bukan dengan phobia menghadapi gambar palu arit dan menutup mata publik atas cerita tersembunyi peristiwa 1965, tapi justru membuka ruang seluas-luasnya agar masyarakat bisa berkenalan, berdiskusi, dan mengkritisi apa itu komunisme.

Negara seharusnya memberi jaminan pada masyarakat agar diskusi dan pemutaran film seputar soal-soal ini berlangsung secara aman tanpa intimidasi pembubaran.

Yang harus dibela polisi adalah diskursus terbuka di ruang-ruang publik, bukan kelompok masyarakat yang ingin membubarkan ruang-ruang diskursus itu.

Pembodohan tidak pernah memajukan sebuah bangsa. Cara melawan pembodohan adalah memenuhi hak masyarakat atas informasi.

Seperti kata Franz Magnis di atas, cara melawan komunisme adalah mengetahuinya, bukan menyembunyikannya.

Selesai

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi