Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trauma Melanda Pengungsi Wamena, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Baca di App
Lihat Foto
VINA RUMBEWAS/AFP/Getty Images
Ribuan warga pendatang mengungsi sejak kerusuhan berdarah pecah di Wamena, Senin (23/09)
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kerusuhan yang terjadi di Wamena menimbulkan trauma mendalam bagi para korban.

Berdasarkan laporan Kompas.com, Kamis (1/10/2019), beberapa korban kerusuhan Wamena yang mengungsi di Jayapura mengaku ingin kembali ke kampung halamannya terlebih dahulu untuk menghilangkan trauma.

Salah satu pengungsi bernama Riyami (51), misalnya, ia mengaku trauma dan takut melihat api dan pedang karena kerusuhan tersebut.

"Belum tahu karena masih trauma, saya kalau lihat api, pedang, sekarang jadi takut," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Selasa (1/10/2019).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trauma memang susah dihilangkan bahkan bisa membuat seseorang tertekan dan stres karena masih terbayang-bayang akan kejadian menakutkan yang dialaminya.

Umunya, mereka yang mengalami trauma tidak tahu bagaimana cara menyembuhkannya sehingga trauma tersebut semakin parah. Lalu, bagaimana untuk mengatasi trauma?

Melansir Hello Sehat, setiap orang memang memiliki pendekatan masing-masing untuk menyelesaikan masalahnya.

Pengobatan dan terapi trauma pun juga dilakukan berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis trauma, dan kepribadian. Namun, ada cara umum untuk mengatasi trauma, berikut cara tersebut:

Baca juga: Sepak Terjang Benny Wenda, Disebut Dalang Kerusuhan Papua hingga Datangi Sidang PBB

1. Kenali gejalanya

Pengalaman seperti bencana alam, penganiayaan, atau kecelakaan dapat dengan mudah kembali teringat oleh penderita trauma melalui mimpi buruk, ingatan sekilas, ataupun ingatan yang mengganggu pikiran.

Biasanya, mereka yang mengalami trauma sering kali tidak dapat mengekspresikan emosi, menarik diri dari berbagai rutinitas dan lingkungan sosial, serta mengalami berbagai gejala gangguan kognitif.

Dalam jangka panjang, trauma juga dapat memicu depresi dan panic attack.

Untuk mengatasinya, kita perlu mencari tahu penyebab trauma lebih mendalam diperlukan untuk mengetahui bagaimana mencegah rasa trauma datang kembali.

Selain itu, bergabung dengan kelompok dukungan terkait trauma juga dapat membantu untuk mengingatkan bahwa kita tidak sendiri yang mengalami kondisi ini.

2. Mendekatkan diri kembali ke lingkungan sosial

Menjauhkan diri dari orang terdekat malah dapat menyebabkan kita merasa sendiri, dan cenderung mengingat kembali apa yang membuat trauma.

Sebaliknya, berbagi cerita dengan seseorang dapat mengurangi tekanan pikiran dibanding menyimpan masalah yang dialami sendiri.

Selain itu, lingkungan keluarga dan teman adalah tempat terbaik untuk mendapatkan dukungan yang kita butuhkan.

Baca juga: Jokowi dan Janjinya untuk Papua...

3. Memulai terapi

Trauma bisa membuat kita merasa lelah dan mengurangi kualitas waktu istirahat. Akibatnya, performa dalam pekerjaan, sekolah, maupun hubungan pribadi pun terganggu.

Terapi adalah salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut, baik terapi kejiwaan maupun konsumsi obat seperti anti-depresan dan obat tidur.

Upaya ini tidak akan memberi hasil instan, namun penting dilakukan untuk membantu menghadapi trauma dengan kondisi pikiran yang lebih jernih.

Selain itu, kurangi sumber stres agar hasil terapi lebih efektif.

4. Alihkan perhatian dengan hal yang positif

Berbagai aktivitas seperti bekerja maupun menjadi relawan adalah salah satu cara mengalihkan pikiran dari ingatan dan emosi yang tidak diinginkan.

Meskipun menfokuskan pikiran pada suatu pekerjaan tidak akan langsung menghilangkan trauma, namun hal ini dapat meminimalisir dampak buruk saat mengingat trauma yang dialami, dan membantu menyeimbangkan kehidupan kembali.

Mengalihkan perhatian kepada hal positif saat kita sendirian adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan untuk mencegah ingatan trauma datang kembali.

5. Memulai aktivitas relaksasi secara rutin

Aktivitas relaksasi dilakukan untuk membuat pikiran menjadi lebih tenang, seperti mendengarkan musik, meditasi, stretching, rekreasi, maupun berolahraga.

Kondisi rileks tidak hanya membutuhkan ketenangan pikiran, namun juga memerlukan kekuatan fisik. Oleh karena, itu keduanya perlu terpenuhi saat melakukan aktivitas relaksasi.

Namun perlu diingat, tujuan melakukan aktivitas tersebut adalah melupakan sejenak segala hal yang membuat stress atau yang memperburuk kondisi emosi, sehingga pilihlah aktivitas yang benar-benar membuat pikiran tenang.

Hindari aktivitas dengan stimulus negatif dari lingkungan saat kita sedang berupaya untuk rileks, misalnya mendengarkan lagu sedih yang dapat mempengaruhi kondisi emosi kita.

Baca juga: Hoaks Fakta Sepekan, Biaya Tilang Terbaru hingga Pemutusan Jaringan Telepon di Papua

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi