Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekam Jejak Sriwijaya Air, Miliki Ribuan Karyawan hingga Terancam Tak Mengudara

Baca di App
Lihat Foto
Wikipedia
Sriwijaya Air.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Maskapai penerbangan Sriwijaya Air dikabarkan akan berhenti beroperasi atau menghentikan layanan reservasi tiket mulai 27 September 2019 sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Adapun kabar tersebut berawal dari pemberitahuan dari Sriwijaya Air mengenai pihaknya dianggap belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO) lain terkait dukungan line maintenance.

Lalu, apa saja perjalanan yang sudah dilalui oleh maskapai besutan Chandra Lie ini?

Dilansir dari Kontan, CEO Sriwijaya Air Chandra Lie mengungkapkan bahwa bisnis penerbangan Sriwijaya dimulai dari keisengan dirinya dan saudara-saudaranya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pada 1985-1987, Chandra pernah menjajal karier sebagai salesman di bidang garmen dan saat itu ia tidak memiliki angan-angan untuk terjun ke bisnis penerbangan.

Pada 1994, Chandra mendirikan perusahan agen perjalanan bernama Rajawali Tour & Travel. Selama menekuni bisnis tersebut, ia sering menyewa beberapa pesawat bergengsi, seperti Pelita Air Service, Bouraq, Nurman Avia, Merpati, dan Bali Air.

Setelah memiliki sejumlah armada pesawat, ia pun terbesit ingin memiliki maskapai penerbangan sendiri.

Apalagi saat itu belum banyak orang yang membuka bisnis jasa penerbangan.

Dengan modal semangat ingin memajukan daerah kelahirannya, yakni di Kepulauan Bangka Belitung, Chandra pun merintis pendirian Sriwijaya Air pada 10 November 2003.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Garuda Indonesia Jatuh di Deli Serdang, 234 Orang Meninggal

Sejarah Sriwijaya

Adapun nama "Sriwijaya" dipilih Chandra dari nama kerajaan termasyur di Palembang dengan nama yang sama. Pemilihan ini didasari karena rasa kagum terhadap kerajaan tersebut.

Ketika berdiri, Chandra mengembangkan industrinya secara pelan-pelan dimulai merekrut karyawan yang mahir di bidang industri penerbangan.

Saat merintis bisnis ini, Chandra mengemban prinsip kejujuran, disiplin, dan kerja keras. Selain itu, Chandra juga sebisa mungkin bersikap baik terhadap konsumen.

Menurutnya, prinsip-prinsip itulah yang diajarkan orangtua Chandra agar sukses dalam berkarya dan berusaha.

Sriwijaya Air saat itu hanya memiliki satu pesawat Boeing 737-200 yang melayani penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang, Jakarta-Palembang, Jakarta-Jambi, dan Jakarta-Pontianak dan sebaliknya (PP).

Kian tahun, Sriwijaya Air terus mengalami perkembangan pesat.

Pada 2009, Sriwijaya sudah mengoperasikan sebanyak 23 pesawat yang melayani lebih dari 33 rute domestik dan dua rute regional.

Baca juga: [FAKTA] Garuda Indonesia Larang Penumpang Bawa MacBook Pro Masuk Pesawat

Ekspansi Bisnis

Setelah memiliki banyak rute, Chandra merencanakan untuk membuka rute penerbangan ke wilayah Indonesia bagian timur.

Pada 2013, Sriwijaya Air telah melayani penerbangan ke Timika dan Merauke, Papua.

Pada 2019, Sriwijaya Air tercatat sebagai maskapai udara yang menggunakan pesawat Boeing terbanyak, yakni 19 unit pesawat.

Diketahui, saat ini maskapai Sriwijaya Air memiliki pesawat terbang yang beroperasi sebanyak 38 unit.

Tak hanya itu, jumlah karyawan Sriwijaya Air mencapai 3.287 orang.

Meski memiliki jumlah karyawan ribuan orang, Chandra juga sempat mengunjungi karyawannya. Hal inilah yang tercermin dari tagline Sriwijaya Air: Your Flying Partner.

Baca juga: [HOAKS] Surat Rekrutmen dari PT Garuda Indonesia 22 September 2019

Terancam Bangkrut

Namun belakangan ini, maskapai yang didirikan oleh keluarga Chandra Lie ini terancam tak lagi mengudara di langit Indonesia.

Hal itu bermula saat dewan komisaris Sriwijaya Air melakukan perombakan direksi. Tak tanggung-tanggung, dewan komisaris Sriwijaya "mendepak" orang-orang Garuda Indonesia dari jajaran direksi maskapai tersebut.

Langkah tersebut membuat petinggi Garuda Indonesia Group meradang. Seusai melakukan bersih-bersih orang Garuda, para kreditor Sriwijaya berbondong-bondong menagih utang.

Pertama, PT Pertamina (Persero) mendesak Sriwijaya Air Group segera melunasi utangnya sebesar Rp 791,44 miliar. Lalu Pt Gapura Angkasa Rp 43,5 miliar. Dan masih banyak lagi.

Karena tak kunjung dilunasi, beberapa perusahaan mengancam akan menghentikan layanan untuk Sriwijaya Air Group.

Dalam perkembangannya, Garuda Indonesia Group akhirnya rujuk dengan Sriwijaya Air Group.

Baca juga: Garuda Indonesia Larang MacBook Pro Masuk Pesawat, Ini Alasannya...

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi