Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Rusuh Wamena, Peneliti LIPI: Pemerintah Hanya Fokus Pembangunan dan Ekonomi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/DHIAS SUWANDI
Warga Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, yang kini tengah nengungsi di mes lanud Silar Papare, Kabupaten Jayapura, Minggu (29/9/2019)
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kerusuhan antar etnis yang terjadi di Wamena, Papua, turut menorehkan sejarah kelam bangsa Indonesia.

Kerusuhan tersebut bahkan menyebabkan trauma mendalam bagi para korban hingga tak berani untuk kembali ke Wamena.

Berdasarkan laporan Kompas.com, Senin (30/9/2019), Presiden Joko Widodo menyebut, sejumlah perusuh yang menyebabkan 33 orang tewas di Wamena, Papua, sudah ditangkap kepolisian.

Presiden tidak merinci berapa yang ditangkap dan identitas mereka. Presiden hanya menyebutkan bahwa para perusuh tersebut merupakan kelompok kriminal.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanggapi hal itu, peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiarti, menekankan pentingnya komitmen pemerintah untuk menangani akar kasus kerusuhan tersebut.

"Pemerintah harus berkomitmen untuk menyelesaikan akar masalah konfliknya, jangan hanya berfokus pada satu atau dua masalah saja," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/10/2019).

Wanita yang akrab disapa Puput itu juga mengatakan, kasus Wamena harus dituntaskan dengan baik, seperti investigasi yang terbuka, objektif dan sampai tuntas.

Selain itu, Puput menilai pemerintah juga harus melakukan penyembuhan trauma kepada para korban.

Baca juga: Soal Aksi Mahasiswa, Pengamat: Presiden Memihak Siapa?

Penyelesaian Konflik

Seperti yang diberitakan Kompas.com, Selasa (1/10/2019), beberapa korban kerusuhan Wamena yang mengungsi di Jayapura mengaku ingin kembali ke kampung halamannya terlebih dahulu untuk menghilangkan trauma.

"Untuk menyelesaikan konflik secara utuh yang masih berlangsung hingga beberapa tahun di Papua, perlu upaya lebih dari itu, seperti komitmen untuk berdialog," ujar dia.

Menurut Puput, dialog yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik tersebut harus dilakukan untuk membentuk komitmen agenda bersama untuk menyelesaikan masalah di Papua, bukan sekadar pertemuan antar tokoh.

"Dialog tersebut harus dilakukan untuk mengikat banyak faktor, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan elemen-elemen masyarakat di Papua. Dialog juga harus dilakukan untuk membahas empat akar masalah," ujar dia.

Puput menceritakan, ada empat akar masalah penyebab kasus di Papua yang ditemukan oleh LIPI, yakni status politik dan sejarah, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, kegagalan pembangunan, kekerasan negara dan pelanggaran HAM.

Puput menegaskan, akar permasalahan tersebut harus ditemukan penyelesaiaanya lewat dialog sehingga penyelesaian kasus Papua tidak hanya terfokus pada isu tertentu saja.

"Yang jadi problem selama ini, kan, pemerintah hanya fokus pada pembangunan dan ekonomi. Isu sosial dan politiknya tidak kelihatan," ujar dia.

Baca juga: Trauma Melanda Pengungsi Wamena, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi