Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Wamena, Peneliti LIPI Imbau Pemerintah Fokus pada Akar Masalah

Baca di App
Lihat Foto
AFP/Getty Images
Sekitar 5.500 warga pendatang di Wamena yang keluar dari rumah mereka untuk tinggal di pengungsian. Mereka tersebar di markas Komando Distrik Militer 1702 Jayawijaya, markas Polres Jayawijaya, markas Komando Rayon Militer 1702-03 Wamena, Betlehem, gedung DPRD Jayawijaya, hingga markas Yonif Wi Mane Sili.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, seolah sulit untuk menemukan jalan keluar. Para korban yang mengungsi pun mengalami trauma hingga tak ingin kembali terlebih dahulu ke Wamena.

Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiarti, menilai selama ini pemerintah hanya berfokus pada masalah pembangunan dan ekonomi di Papua.

Menurutnya, pemerintah harus berkomitmen untuk menyelesaikan akar masalah konfliknya, jangan hanya berfokus pada satu atau dua masalah saja.

Wanita yang akrab disapa Puput itu menceritakan, ada empat akar masalah penyebab kasus di Papua yang ditemukan oleh LIPI, yakni status politik dan sejarah, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, kegagalan pembangunan, serta kekerasan negara dan pelanggaran HAM.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait status politik di Papua, Puput mengatakan ada perbedaan persepsi tentang status politik dan sejarah integrasi.

Baca juga: 64 Warga yang Diterbangkan dari Wamena Transit di Bali

"Misalnya, di satu sisi, Papua telah dinyatakan sebagai bagian sah dari NKRI pada 1963, namun di sisi lain ada kelompok yang masih mempertanyakan keabsahan dari proses integrasi dan status politik itu," ucapnya.

Puput juga mengatakan, ada beberapa pihak yang menilai Penentuan Pendapat Rakyat (perpera) tidak representatif dan sah karena menyatakan Papua sudah merdeka sebelum proses integrasi dengan indonesia terjadi.

"Itu artinya, ada persepsi yang berbeda tentang sejarah dan status politik Papua," katanya.

Puput menilai pemerintah juga selali mengindari perdebatan tentang status dan sejarah politik Papua.

Padahal, masalah tersebut bisa diakhiri dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Papua untuk meluruskan sejarah yang tidak pernah selesai.

Puput juga menegaskan, akar permasalahan tersebut harus ditemukan penyelesaiaanya lewat dialog sehingga penyelesaian kasus Papua tidak hanya terfokus pada isu tertentu saja.

 

"Untuk menyelesaikan konflik secara utuh yang masih berlangsung hingga beberapa tahun di Papua, perlu upaya lebih dari itu, seperti komitmen untuk berdialog," ungkapnya.

Baginya, dialog yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik tersebut harus dilakukan untuk membentuk komitmen agenda bersama untuk menyelesaikan masalah di Papua, bukan sekadar pertemuan antar tokoh.

"Dialog tersebut harus dilakukan untuk mengikat banyak faktor, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan elemen-elemen masyarakat di Papua. Dialog juga harus dilakukan untuk membahas empat akar masalah," ujar dia.

Baca juga: Pemprov Jabar Akan Pulangkan 50 Warganya dari Wamena

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi