KOMPAS.com - Gempa susulan (aftershocks) masih terjadi di wilayah Ambon dan sekitarnya, setelah gempa bermagnitudo 6,8 (dimutakhirkan menjadi 6,5 magnitudo) pada 26 September 2019 lalu.
Hingga Minggu (6/10/2019) pukul 13.00 WIB, tercatat ada 1.120 kali gempa susulan dengan 118 gempa dirasakan masyarakat.
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, masyarakat perlu memahami proses terjadinya gempa susulan ini.
“Dalam setiap peristiwa gempa kuat, terjadi deformasi batuan kerak bumi yang menyebabkan pergeseran blok batuan,” kata Daryono kepada Kompas.com, Minggu (6/10/2019) sore.
Karena blok batuan yang bergeser sangat luas, lanjut dia, maka terjadilah ketidaksetimbangan gaya tektonik di zona tersebut.
Pada akhirnya, munculah gaya-gaya tektonik untuk mencari kesetimbangan menuju kondisi stabil.
Daryono menambahkan, dalam proses mencari keseimbangan gaya tektonik tersebut, terjadi deformasi-deformasi kecil pada batuan di sekitar pusat gempa utama yang dimanifestasikan sebagai gempa susulan.
“Jika gempa kuat yang terjadi memicu perubahan dan peningkatan tegangan (stress) di sekitar pusat gempa, maka rentetan gempa susulan dipastikan dapat terjadi pada kawasan yang mengalami peningkatan stres di sekitar pusat gempa utama tersebut,” ujar Daryono.
Baca juga: Hoaks Fakta Sepekan, Video Pertemuan KPK hingga Ambulans Angkut Batu
Waspada hoaks
Daryono menuturkan, biasanya gempa kuat dengan magnitudo di atas 6,0 wajar jika terjadi aktivitas gempa susulan.
Semakin besar magnitudo suatu gempa, maka potensi gempa susulannya semakin banyak.
“Apalagi jika ditunjang dengan kondisi batuan di wilayah tersebut yang rapuh,” tutur Daryono.
Sementara itu, banyaknya aktivitas gempa bumi susulan di Kairatu-Ambon menggambarkan karakteristik batuan di wilayah tersebut yang rapuh (brittle).
Daryono memaparkan, aktivitas gempa susulan Kairatu-Ambon kini semakin mengecil.
“Harapan kita semoga gempa susulan segera berakhir dan kondisi kembali normal,” papar dia.
Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan terus waspada.
Daryono menyampaikan, bagi masyarakat yang mengungsi, di mana tempat tinggalnya masih kuat dan kokoh, diperbolehkan kembali ke rumah dan beraktivitas seperti biasa.
“Sebaliknya bagi warga yang rumahnya sudah rusak dan membahayakan jika terjadi gempa, maka sebaiknya tidak dihuni dulu,” paparnya.
Daryono meminta masyarakat tidak mudah percaya terhadap berita bohong atau hoaks terkait bencana ini, baik prediksi gempa dan tsunami yang disebarkan pihak tak bisa dipertanggungjawabkan kebenaran informasinya.
Masyarakat dapat memantau informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dari sumber valid, yaitu BMKG.
Baca juga: Gempa Ambon: 135.875 Orang Mengungsi, 6.795 Rumah Rusak
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.