KOMPAS.com - Kabar merapatnya Gerindra ke kubu pemerintah santer diberitakan. Bahkan, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengakui adanya pembicaraan antara utusan Partai Gerindra dengan Presiden Joko Widodo terkait tawaran posisi menteri dalam pemerintahan periode 2019-2024.
Tak hanya itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga menyebutkan bahwa Prabowo sudah menyiapkan nama-nama calon menteri untuk Kabinet Kerja jilid II.
Menanggapi hal itu, dosen Fakultas Sosial Politik UGM, Kuskridho Ambardi sikap Gerindra tersebut merupakan sikap khas partai politik di Indonesia.
"Khasnya, posisi politik sebelum pemilu dan saat kampanye berlawanan dengan posisi setelah pemilu," kata Dodi, panggilan akrab Kuskridho, kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2019).
Baca juga: Pembicaraan Jatah Menteri antara Gerindra dan Jokowi...
Menurutnya, saat pemilu sejumlah partai seringkali menjual kritik dan gagasan-gagasan oposisi.
Akan tetapi, gagasan-gagasan tersebut akan dibuang ketika pemilu selesai.
"Semua partai di indonesia memiliki kecenderungan begitu," kata Dodi.
Biasanya, kecocokan tawar-menawar dengan presiden terpilih menjadi salah satu kunci apakah partai itu masuk ke dalam pemerintahan atau menjadi oposisi.
"Kalau tak menerima pun, itu bukan karena pertimbangan gagasan dan sikap politik sebagaimana dipegangnya saat pemilu dulu," ujar dia.
Jika menilik tren selama ini, sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo, partai yang sebelumnya menjadi oposisi tak ada yang masuk ke dalam pemerintahan.
Menurut Dodi, tren seperti itu kemungkinan bisa terjadi.
"Tapi lagi, oposisi di Indonesia itu muncul krn kegagalan kesepakatan bagaimana mendistribusikan kekuasaan," kata Dodi.
"Bukan semata karena perbedaan gagasan dan kebijakan," sambungnya.
Terkait dengan proses check and balance, Dodi menilai bahwa kritik kepada pemerintah akan tetap ada, meski parti oposisi bergabung dengan pemerintah.
Menurutnya, kritik tak selalu didorong oleh gagasan semata.
Namun, ada dorongan lain membuat kritik itu selalu ada, yaitu perhitungan pencitraan di panggung politik dan media.
Prinsip check and balance pun menurut Dodi kurang sesuai menjelaskan hubungan kelembagaan DPR dan pemerintah.
Sebab, prinsip tersebut mengandaikan adanya oposisi yang memang punya gagasan dan konsistensi.
Di Indonesia, konsistensi itu yang susah didapatkan pada partai," tutupnya.
Baca juga: Gerindra Bantah Incar Kursi Menteri Pertahanan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.