Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buka-bukaan soal Buzzer (1): Pengakuan Denny Siregar dan Pepih Nugraha soal Buzzer Istana

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi.
|
Editor: Heru Margianto


KOMPAS.com - Rabu (25/9/2019) pagi, jagat Twitter diramaikan dengan berbagai kabar seputar demo besar-besaran yang terjadi sehari sebelumnya.

Ada soal influencer Awkarin bagi makanan, poster-poster protes yang lucu, hingga kekerasan oleh aparat.

Namun pagi itu, tak ada yang lebih menggemparkan dari kabar soal ambulans Pemprov DKI diamankan karena membawa batu. Kabar itu disampaikan oleh akun resmi kepolisian di Twitter @TMCPoldaMetro.

"02:15 Polri amankan 5 kendaraan ambulans milik Pemprov DKI Jakarta yang digunakan untuk mengangkut batu dan bensin yang diduga untuk molotov di dekat Gardu Tol Pejompongan Jl. Gatot Subroto," demikian kicau @TMCPoldaMetro.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun yang menambah gempar warganet, kabar itu ternyata lebih dulu disampaikan oleh akun Twitter @dennysiregar7 sekitar pukul 01.24, sejam lebih dulu dari polisi.

Yang lebih mengherankan lagi, kicauan di @TMCPoldaMetro dihapus dari linimasa. Polisi kemudian mengaku salah tuduh.

Paramedis di ambulans itu tak ada yang membawa batu. Batu, kembang api, dan bensin dibawa oleh massa yang berlindung dalam ambulans.

Tak berhenti di situ, yang tambah membuat heran, polisi mengaku salah tapi membela Denny Siregar.

Denny Siregar membantah dibayar

Bagi Anda yang tak mengikuti isu politik di Twitter, Denny Siregar adalah pendukung Presiden Joko Widodo yang kini ramai-ramai dianggap sebagai buzzer Istana.

Dengan 617.000 pengikut, kicauan Denny yang isinya selalu membela kebijakan pemerintah dipercaya dan diamini ribuan warganet Indonesia.

Namun, bagaimana Denny bisa mendahului polisi soal video ambulans itu?

Apakah benar ia buzzer yang memang dibayar untuk membela pemerintah dan aparat di dunia maya?

Denny mengaku kicauan soal ambulans itu asli dari lapangan ketika kejadian. Ia membantah tudingan bahwa kejadian itu hoaks.

"Sama dengan yang di-upload TMC Polda. Cuma sebagai akun resmi kan TMC harus melalui proses sebelum upload, beda dengan saya yang bisa upload ketika sudah dapat konfirmasi validitas berita. Ini hanya masalah prosedur saja kok, beda prosedur akun independen dan akun resmi," kata Denny ketika dihubungi beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, Denny enggan mengungkapkan dari mana ia mendapat video itu. Ia juga membantah dirinya adalah "buzzer Istana" seperti yang selama ini dianggap khalayak warganet.

"Saya juga enggak ngerti istilah buzzer dari mana, buzzer itu kan corong. Kalau saya sih lebih comfort disebut sebagai influencer," ujar dia.

Sebelum akunnya dipersoalkan soal ambulans, Denny juga ramai dikritik karena mendukung RUU KPK.

Ia tak sejalan dengan sikap koalisi masyarakat sipil dan mahasiswa yang menolak KPK dilemahkan lewat revisi undang-undang.

Denny meyakini adanya radikalisme yang tumbuh di KPK. Ia menyebutnya sebagai kelompok "Taliban". Dukungan terhadap revisi UU KPK itu murni pendapatnya. Denny mengaku ia tak dibayar untuk itu.

"Ketika saya menulis di media, iya dibayar. Tapi untuk di Twitter, tidak. Tidak ada titipan," kata dia.

Buzzer Istana di bawah Kakak Pembina?

Di tengah ramainya perdebatan di media sosial soal kebijakan pemerintah dan langkah parlemen, muncul pula isu soal buzzer Istana. Beredar foto sejumlah pegiat media sosial berkumpul. Ada Denny di foto itu.

 

Keterangan foto yang diunggah akun seword.com menyebut nama Yusuf Muhammad, Katakita, Abu Janda, Aldi El Kaezzar, Pepih Nugraha, Info Seputar Presiden, Redaksi Indonesia, Eko Kuntadhi, Komik Kita, Komik Pinggiran, Habib Think, Salman Faris, dan Seword.com sendiri.

"Semua datang dari berbagai daerah, memenuhi panggilan Kakak Pembina," tulis Seword.com.

Denny membenarkan pertemuan itu. Saat itu, mereka berkumpul untuk mengkoordinasikan materi kampanye Jokowi di media sosial. Denny mengaku mereka tak dibayar untuk itu.

"Memang buat saya seharusnya kita begitu kampanye itu. Pihak lawan juga begitu. Semua punya agenda membela yang dipilihnya," ujar Denny.

Hal yang sama diungkapkan Pepih Nugraha, aktivis media sosial. Pepih menyebut sosok "Kakak Pembina" mengacu pada siapa pun di sana yang paling jago membuat konten.

Berbeda dengan Denny, Pepih mengaku dalam pertemuan itu ada sejumlah uang yang diberikan tim kampanye untuk mereka. Namun uang itu sebatas ongkos operasional dan upah bagi mereka.

"Kaya misalnya Ninoy (Karundeng), dia mengaku digaji Rp 3,2 juta. Kan memang sebagai buzzer ada imbalannya lah. Gajian semua pasti ada... Bohong kalau dibilang enggak ada," ujar Pepih.

Setelah pilpres, menurut Pepih, para pegiat sosial media pendukung Jokowi, tak lagi terorganisasi seperti saat kampanye.

Kesamaan isu yang diangkat para buzzer pendukung Jokowi karena memang mereka pendukung Jokowi garis keras.

"Karena kita dipersatukan dengan kepentingan yang sama, sehingga kita seolah-olah sama narasinya," kata Pepih.

Soal ada atau tidaknya akun lain yang saat ini dibayar untuk membela pemerintah di sosial media, baik Denny atau Pepih mengaku tak tahu soal itu.

Pemerintah bantah

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut buzzer pendukung Presiden Joko Widodo yang tersebar di media sosial tidak dibayar.

Ia membantah Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpinnya menjadi pemimpin para buzzer dari Jokowi.

Tak hanya itu, ia juga sependapat bila buzzer semua pihak di media sosial agar ditertibkan.

Selain menyebut buzzer Jokowi tak dikomando, Moeldoko juga menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak membutuhkan dukungan yang destruktif dari para buzzer-nya.

Moeldoko mengamati bahwa selama ini buzzer Jokowi kerap melemparkan kata-kata yang tak layak didengar dan tidak enak di hati.

 

"Yang diperlukan adalah dukungan dukungan politik yang lebih membangun, bukan dukungan politik yang bersifat destruktif," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Staf khusus presiden bidang komunikasi, Aditia Irawati juga memastikan buzzer istana secara resmi tidak pernah ada.

"Buzzer istana ini kan istilah yang diciptakan oleh netizen sendiri. Kita itu secara official kita enggak pernah ada buzzer istana," ujar Adita ditemui di sela gelaran Siberkreasi di Jakarta, Sabtu (5/10/2019), seperti dikutip Antara.

Namun, ia tak membantah bila terdapat sebagian pengguna media sosial yang membentuk suatu blok secara militan untuk mendukung pihak tertentu.

Blok-blok tersebut ada yang bersifat organik, asli manusia bukan mesin, dan ada juga yang bersifat anorganik.

Dengan militansinya tersebut, blok yang bersifat organik membela apa yang menjadi program ataupun keputusan dari pemerintah.

Menurut dia lagi, di antara mereka yang organik, sebagian besar ialah relawan dan biasanya mereka tanpa perlu ada instruksi.

Aditia mengimbau agar mereka yang militan untuk menahan diri, karena saat ini yang terpenting adalah bersatu, solid, dan fokus dalam pembangunan.

 

Bersambung. Baca artikel selanjutnya.

Buka-bukaan soal Buzzer (2): Seluk Beluk Memanipulasi Trending Twitter dan Percakapan di Facebook

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi