Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesehatan Jiwa dan Pemahaman yang Kerap Keliru soal Dokter Jiwa...

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi kesehatan jiwa
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com – Apa pandangan Anda terhadap mereka yang berkonsultasi dengan dokter jiwa?

Mungkin, ada yang beranggapan bahwa mereka yang bertemu dokter jiwa mengalami gangguan jiwa.

Pemahaman seperti ini dinilai masih berkembang di masyarakat.

Dokter spesialis kesehatan jiwa di RS Gading Pluit, Kelapa Gading, Jakarta Utara, dr. Dharmawan AP, SpKJ, mengatakan, dokter jiwa adalah dokter umum yang mengambil spesialisasi kesehatan jiwa.

Selama ini, ada pemahaman yang keliru antara dokter jiwa dengan psikolog.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Jiwa sendiri merupakan profesi yang kerap dikenal sebagai psikiater.

Baca juga: Hal Sepele Ini Sering Dianggap Remeh, tetapi Bisa Ganggu Kesehatan Jiwa

Sementara, psikolog merupakan seseorang yang telah menempuh pendidikan S1 psikologi terlebih dahulu.

“Dokter jiwa itu dokter umum plus pendidikan spesialisasi. Dapat sertifikat dan beberapa mendapat pendidikan tambahan di luar negeri,” ujar dr. Dharmawan AP, SpKJ, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/10/2019).

Pemahaman yang keliru

Dharmawan menjelaskan, dokter jiwa lebih fokus pada intervensi gangguan jiwa terutama yang berkaitan dengan fungsi otak.

Ia menyayangkan masih adanya anggapan buruk terhadap mereka yang konsultasi atau berobat kepada dokter jiwa.

“Banyak pasien saya yang bercerita tentang anggapan orang-orang bahwa datang ke dokter jiwa itu kalau sudah gila. Kalau baru sepertiga belum ke dokter jiwa,” ujar Dharmawan.

Padahal, kata dia, jiwa itu mengenai pikiran, perasaan, dan perilaku.

Seseorang dengan gangguan kecemasan atau memiliki masalah pribadi bisa berkonsultasi dengan dokter jiwa.

“Dokter jiwa, menangani perasaan psikosomatis yang berhubungan dengan stres dan gangguan fisik. Jadi tidak harus gila,” kata dia.

Baca juga: INFOGRAFIK: Hari Kesehatan Jiwa Sedunia

Pemahaman lainnya yang selama ini sering keliru, lanjut Dharmawan, anggapan bahwa orang yang sakit jiwa bisa diobati sendiri karena berkaitan dengan iman.

Sakit jiwa dianggap bisa diatasi jika mengubah diri.

Padahal, seseorang yang tengah mengalami gangguan jiwa memerlukan psikiater untuk membantunya mengatasi masalah.

“Misalnya seseorang yang terus memikirkan sesuatu. Dia enggak mau mikir, nge-hang dan pop up terus pikirannya. Di situlah peran kita sebagai psikiater, membantunya mengintervensi bagaimana supaya pikiran itu tidak terus muncul,” papar Dharmawan.

Anggapan lain, pemikiran masyarakat bahwa mendatangi psikiater bisa menyebabkan ketergantungan.

Menurut dia, jika seorang pasien masih bisa dikonseling tanpa intervensi obat, maka akan disarankan bertemu psikolog.

Dalam beberapa kasus, otak seseorang tak bisa dikontrol sehingga dibutuhkan pengobatan di antaranya menggunakan obat maupun terapi magnet/elektrik.

Penyebab sakit jiwa

Saat ditanya mengenai penyebab gangguan jiwa, Dharmawan menyebutkan, tak bisa diketahui pasti.

Meski demikian, bisa diketahui dengan menggali akar masalah yang terjadi pada seseorang.

“Kalau tanya ada masalah apa dengan skizoprenia, maka bisa dijelaskan ada ketidakstabilan dopamine. Lalu, jika depresi ada gangguan serotonin. Kalau kecemasan ada gangguan pada noradrenaline, macam-macam,” kata dia.

Baca juga: Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Bagaimana Cara Jaga Kesehatan Mental?

Sementara itu, ada beberapa hal yang bisa memengaruhi kesehatan jiwa seseorang, di antaranya masalah pekerjaan.

“Kegiatan sehari-hari bisa memengaruhi. Kalau Anda enggak bisa memaknai pekerjaan Anda, rutin, bosan, kosong hampa, meaningless, lama-lama akan memengaruhi kestabilan neurokimiawi atau neurotransmitter di otak,” jelas Dharmawan.

Jika menghadapi situasi seperti ini, ia menyarankan, agar melakukan kegiatan yang variatif dalam keseharian.

“Itu namanya burn out syndrome. Kalau tiap hari begitu-begitu saja bosan, harus balance,” ujar Dharmawan.

Selain itu, pseudoparanoid community juga bisa memengaruhi kondisi kesehatan mental seseorang.

“Lingkungan kita bisa membuat kita waspada berlebihan. Misalnya Anda meninggalkan kunci motor. Padahal belum tentu hilang, Anda sudah ketakutan,” ujarnya.

Ketakutan-ketakutan yang lain seperti prasangka buruk terhadap seseorang yang belum dikenal, dan lain-lain, bisa menjadi penyebab gangguan terhadap jiwa seseorang.

KOMPAS.com/Dhawam Pambudi Infografik: Hari Kesehatan Jiwa Sedunia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi