Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menulis Ekspresif, Cara Ampuh Keluar dari Depresi dan Cegah Bunuh Diri

Baca di App
Lihat Foto
Ahmad Naufal Dzulfaroh
Pembicara dalam workshop Heal Note: Write Your Feeling yang menjadi salah satu rangkaian acara Archetype 3.0, 11-13 Oktober 2019 di Taman Budaya Jawa Tengah
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

SOLO, KOMPAS.com - 10 Oktober selalu diperingati sebagai World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Mental Sedunia. Tahun ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tema Focus on Suicide Prevention atau fokus pada pencegahan bunuh diri.

Tema ini dipilih WHO mengingat data menunjukkan bahwa setiap 40 detik ada aja orang yang tewas akibat bunuh diri. Peringatan ini digaungkan di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Senada dengan semangat WHO tersebut, para milenial di Solo, tepatnya para mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar sebuah acara bernama "Archetype 3.0" yang berlangsung pada 11-13 Oktober 2019.

Acara tahunan ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah satu rangkaian acaranya adalah workshop dengan tema Heal Note, Write Your Feeling yang digelar pada Sabtu (12/10/2019) di Taman Budaya Jawa Tengah.

Workshop tersebut mengajak peserta untuk keluar dari depresi atau keterpurukan melalui menulis ekspresif.

Depresi merupakan salah satu penyebab tingginya angka bunuh diri di dunia. Dengan tema ini, para milenial Solo tersebut berupaya membahas bagaimana agar seseorang dapat keluar dari zona depresi.

Baca juga: Hari Kesehatan Mental Sedunia, Mari Peduli Sesama Cegah Bunuh Diri

Untuk membincang masalah ini, pembicara yang dihadirkan adalah Bagas Ali Prasetyo, seorang penulis muda. Bagas, dalam acara itu, mengatakan bahwa dirinya memilika pengalaman pahit di masa lalu.

Ia sering mengalami korban bullying semasa SMP dan SMA akibat hobinya yang berbeda dengan teman laki-laki seusianya.

"Saya tuh lebih ke nulis atau mainan atau kadang ibu saya mau ke mana, saya tuh lebih ke 'bu pakai baju ini aja'. Itu kan berbeda pada cowok-cowok pada umumnya," kata Bagas.

"Itulah yang membuat orang 'ih ngapain sih temenan sama Bagas, dia tuh lebay, alay enggak punya masa depan'," sambungnya.

Namun, ia bisa keluar dari masa itu dengan meyalurkan kesedihannya melalui tulisan.

Saat ini, mahasiswa Sosiologi UNS itu telah menerbitkan dua buku di usianya yang masih 19 tahun.

Emosi bak Balon yang Siap Meletus

Laelatus Syifa, dosen Psikologi UNS yang juga menjadi pembicara dalam acara itu pun mengatakan bahwa pengalaman manusia tidak akan pernah lepas dari emosi.

"Nah kalau emosi pada dasarnya dibagi dua, positif negatif. Kalau positif, seperti bahagia, senang, dan lain-lain. Kalau negatif ya sedih, marah, kecewa, takut dan macam-macam," kata Ela panggilan akrab Laelatus.

Emosi, menurut Ela, adalah energi. Jika energi itu di dalam sebuah balon, maka balon akan meletus seiring bertambah banyaknya jumlah energi.

Hal ini lah yang membuat seseorang membutuhkan media untuk menyalurkan emosi itu.

"Kalau kita emosi kita ingin banting pintu, pengen mecahkan gelas, teriak, itu semua adalah energi yang membuat kita butuh penyaluran," kata Ela.

Baca juga: Hari Kesehatan Mental Sedunia, Bagaimana Cara Menyayangi Diri?

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyalurkan emosi itu agar lebih bermanfaat, di antaranya adalah dengan menulis ekspresif.

Menulis Ekspresif

Menurut Ela, seseorang yang secara menuliskan apa yang dia rasakan akan membuatnya berubah secara fisik dan kognisi.

Sebab, seseorang yang tengah depresi atau mengalami tekanan perasaan cenderung rentan terserang sakit.

"Kalau fisik ternyata bisa meningkatkan imunitas, anti bodi. Kedua, dengan menulis kita akan bisa menyadari perasaan kita," ungkap dia.

"Ada juga proses kognitif yang Anda alami, yaitu kemampuannya untuk membuat sesuatu itu lebih tertata dan terlatih," lanjutnya.

Menurutnya, hal yang dibutuhkan saat menulis ekspresif adalah kejujuran atau tanpa sensor.

Apabila terjadi sebuah proses pelepasan beban yang dirasakan, baik sedikit maupun banyak, maka proses menulis ekspresif tersebut bisa dikatakan berhasil.

Hal inilah yang dirasakan oleh salah seorang peserta workshop ketika pengalaman masa lalu yang membuatnya sedih.

"Nilainya 10 (sangat sedih) karena apa yang saya tuliskan adalah titik terendah dalam hidup saya. Setelah menulis dalam selembar kertas ini, saya pun sedikit merasa lega," kata Dziaul Haq, salah seorang peserta workshop.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi