Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Manusia Cenderung Lebih Lama Meratapi Kesedihan?

Baca di App
Lihat Foto
eugenesergeev
Ilustrasi pria sedih
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Dengan menyandang status sebagai makhluk sosial, ada konsekuensi yang harus didapat oleh manusia, yaitu perasaan sedih dan bahagia.

Perasaan itu muncul akibat adanya interaksi satu sama lainnya.

Namun, ada saat-saat tertentu ketika perasaan itu tak kunjung hilang.

Dibandingkan dengan rasa bahagia, menghilangkan rasa sedih akan membutuhkan waktu lebih lama.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Laelatus Syifa mengatakan manusia itu akan merasakan cerita sedihnya itu lebih mengena dibanding cerita bahagianya.

"Ketika kita bahagia, kita tidak menginputkan cerita kebahagiaan itu," kata Laelatus dalam workshop "Heal Note: Write Your Self" di Taman Budaya Jawa Tengah, Sabtu (12/10/2019)

"Tapi kalau sedih, kita akan mengerahkan emosi dan pikiran kita untuk memikirkan sad story itu," lanjutnya.

Ela, panggilan akrab Laelatus, menyebutkan bahwa berbagi pengalaman itu tidak pernah lepas dari emosi.

Sementara itu, emosi seseorang bergantung pada hasil persepsinya.

"Ada orang yang putus tapi dia itu akhirnya sedih mendayuh pengen nangis, tapi ada juga yang lega alhamdulillah aku lepas dari penjara," kata dia.

"Jadi sebenarnya cerita kita itu yang membuat adalah persepsi kita masing-masing," lanjutnya.

Baca juga: Apakah Seekor Anjing Bisa Menangis karena Emosi?

Emosi seseorang

Menurut Ela, persepsi akan mempengaruhi emosi seseorang dalam menghadapi sebuah masalah.

Masalah akan menjadi cerita lain ketika seseorang mempersepsikannya dengan hal lain.

Menurut Ela, jika seseorang bisa menyalurkan dan meregulasikan emosinya dengan baik, maka pengalaman itu akan membuatnya mencapai titik balik.

"Di mana ia bisa mengambil sisi positif dari apa yang dialaminya bisa menjadikannya seperti energi yang membuat ia lebih maju," kata Ela.

"Bukan berarti sedih itu tidak diterima. Kalau Anda menolak kesedihan, menurut saya itu malah bencana," kata sambungnya.

Ela menyebutkan bahwa menolak kesedihan atau ketakutan justru akan membuat seseorang sulit keluar dari perasaan itu.

Sebab, ia akan berubah ketika mengakui kesedihannya.

"Kalau tidak mengakui, kita tidak akan sampai ke ujung masalah. Misalnya Anda sedih tapi bilang happy," tutur Ela.

"Itu tidak akan bisa menyelesaikan masalah Anda, karena mengakui saja itu tidak, bagaiamana bisa menyelesaikannya," tutupnya.

Baca juga: Konflik Wamena, Peneliti LIPI Imbau Pemerintah Fokus pada Akar Masalah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi