Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singapura Larang Iklan Minuman Manis, Perlukah Diikuti Indonesia?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Terobosan baru dilakukan Singapura dengan melarang total iklan minuman manis di berbagai platform media di negara tersebut.

Kebijakan ini diambil sebagai upaya memerangi penyakit diabetes.

Selain larangan iklan, akan disematkan pula label nutrisi pada kemasan minuman manis.

Pada minuman dengan kadar gula sedang hingga tinggi, akan diberi label bertuliskan "Tidak Sehat".

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan ini akan diumumkan secara detil pada 2020.

Perlukah kebijakan Singapura ini diikuti Indonesia?

Melansir American Diabetes Association Diabetes Care tahun 2004, disebutkan bahwa pada pada tahun 2000, Indonesia berada di urutan ke-4 dengan angka 8,4 juta orang dengan diabetes.

Baca juga: Singapura Larang Iklan Minuman Manis, Ini Ternyata Bahayanya

Sementara, pada 2030 diprediksi akan tetap berada di urutan ke-4, dengan lonjakan penderita diabetes mencapai 21,3 juta orang.

Bukan hanya melarang, perlu literasi gizi

Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, M.Hum, menilai, kebijakan larangan iklan minuman manis yang diterapkan di Singapura harus dilihat dari berbagai aspek jika ingin diterapkan di Indonesia.

"Ini bukan soal larang-melarang saja, kita punya presiden hingga lingkaran menteri dan pejabat tinggi, mereka punya literasi kesehatan atau tidak?" ujar Tan saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/10/2019).

Kemudian, Tan menyinggung mengenai produk industri yang tidak hanya soal minuman manis, tetapi bisa merembet ke semua produk yang diperdagangkan seperti ultra processed food yang membahayakan kesehatan.

"Singapura punya ahli gizi militan yang juga punya kesepakatan komitmen serta integritas kepakaran. Di sini, banyak perkummpulan gizi dan semua punya kepentingan. Satu suara aja susah banget," ujar Tan.

Menurut dia, di Indonesia, konsumsi makanan dan minuman manis juga diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang punya referensi dan preferensi yang kurang mumpuni.

Baca juga: Singapura Jadi Negara Pertama yang Larang Iklan Minuman Manis

Tan mengungkapkan, masyarakat Indonesia cenderung memesan minuman manis saat menyantap makanan di warung maupun restoran.

Oleh karena itu, perlu dilakukan terlebih dulu upaya edukasi melalui literasi gizi. 

Diabetes di Indonesia

Mengenai angka penderita diabetes di Indonesia, pada 2030, Indonesia diprediksi masih berada dalam posisi 5 besar negara dengan penderita diabetes terbanyak.

Dari data yang diungkapkan pada awal tulisan ini, menurut Tan, sebagian besar penderita diabetes tidak sadar bahwa dirinya menderita diabetes.

"Dan separuh yang sudah tahu justru hanya 1/3 saja yang berobat dan mereka punya kontrol gula darah yang baik," ujar Tan.

Mengenai tingginya angka penderita diabetes di Indonesia, menurut Tan, ada peran iklan minuman manis yang melakukan promosi produk.

Apalagi, saat ini pemasarannya juga menggunakan jasa endorser, influencer, dan melayani pembelian secara online.

Dengan demikian, ia berharap pemerintah dan masyarakat Indonesia mampu meningkatkan literasi gizi agar dapat mengendalikan kadar gula dalam tubuh.

"Semua harus dijalankan serempak, karena sudah darurat. Selagi literasi itu digembleng, itu sabotase-sabotasenya juga harus ditertibkan," kata dia.

Menurut dia, upaya ini bisa dilakukan secara masif ke pihak sekolah, siswa, dan para penjual.

"Manusia adalah tujuan bagi dirinya, bukan sarana bagi kepentingan yang lain. Itu etika moral filsafat. Enggak salah jadi pengusaha, tapi jadilah pengusaha yang punya itikad baik," ujar Tan.

"Bukan demi cari untung lalu memanfaatkan kecanduan rakyatnya," kata dia.

Pengaruh iklan minuman manis

Mengenai iklan minuman manis, Tan mengatakan, ada pengaruh yang sangat kuat dari iklan tersebut untuk mendorong masyarakat mengonsumsi produk minuman tersebut.

Ia menilai, ada 3 dorongan dalam iklan minuman manis, yakni unsur ceria dan menyegarkan, agar sama dengan yang ada di iklan, dan kekinian.

Tak hanya itu, potensi ajakan iklan minuman manis juga dikemas dengan jingle atau yel-yel produk agar menarik konsumen.

"Prinsip iklan adalah subliminal hipnosis, bikin orang hapal mulai dari warna, kemasan, hingga musiknya. Dan itu yang mendorong perilaku orang dalam mengambil keputusan," ujar Tan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi