Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemecatan Bripda NOS, Bagaimana Aparat Penegak Hukum Bisa Terpapar Radikalisme?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi terorisme
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

JAKARTA, KOMPAS.com - Bripda NOS, anggota polisi wanita di Kepolisian Daerah Maluku, dipecat dari institusi kepolisian.

Alasan pemecatan Bripda NOS karena terdeteksi memiliki afiliasi dengan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Sebelumnya, Bripda NOS telah dua kali berurusan dengan Densus 88.

Pertama, ia diamankan oleh Polda Jatim di Bandara Juanda, Jawa Timur, pada Mei 2019.

Pada akhir September 2019, ia kembali diamankan Densus 88 di Yogyakarta.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Bripda NOS, sebelumnya, seorang anggota polisi, Brigadir WK dari Kabupaten Tanggamus masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Lampung karena diduga terpapar paham radikalisme.

Bagaimana seorang aparatur penegak hukum bisa terpapar paham radikalisme?

Baca juga: Cerita di Balik Polwan NOS Dipecat karena Terpapar Radikalisme, Diduga Sebagai Calon Pengantin Bom Bunuh Diri

Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, semua orang dari berbagai kalangan berpotensi terpapar radikalisme.

Faktornya, menurut dia, salah satunya karena maraknya penggunaan media sosial.

"Hampir semua orang bisa terpapar. Kalau dulu tanpa ada media sosial mungkin pengaruhnya atau tersebarnya (paham) radikalisme terbatas," ujar Al Chaidar saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/10/2019).

Ia mengatakan, paparan paham radikalisme bisa disebarkan melalui pertemuan secara virtual.

Menurut dia, ada empat tahap sebelum seseorang disebut terpapar terorisme.

Pertama, intoleransi, kemudian diikuti radikalisme, fundamentalisme, dan terakhir terorisme.

Selain itu, Chaidar berpendapat, paparan paham radikalisme di lingkungan aparatur negara bisa terjadi karena kurang ketatnya proses seleksi.

"Karena waktu itu misal ketika diseleksi dibuka kuota untuk 100 orang. Walaupun kurang memenuhi dan sebagainya, akhirnya dimasukkan," kata Chaidar.

Baca juga: Polri Sebut Polwan NOS Aktif Terafiliasi Jaringan Teroris JAD

Namun, paparan paham radikalisme di lingkungan aparatur negara juga bisa terjadi setelah mereka masuk menjadi abdi negara.

"Waktu seleksi sudah bagus, tapi ketika sudah bekerja selama 5 tahun atau 10 tahun atau beberapa tahun, tiba-tiba dia mendapatkan pikiran-pikiran baru," ujar Chaidar.

Chaidar mengatakan, saat itu, bisa saja para pegawai didatangi oleh pemuka agama yang membawa paham kekerasan.

Setelah mengikuti pertemuan tertentu, seseorang bisa berkomitmen terhadap suatu kelompok.

Pada akhirnya, komitmen yang dibuat dengan kelompok tersebut mampu mengalahkan komitmennya terhadap institusi tempat ia bekerja.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi