Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hajatan Warga di Sragen Diboikot karena Pilkades, Apa yang Terjadi?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/LABIB ZAMANI
Suhartini dan anak pertamanya, Siti di rumahnya RT 013 Desa Jetak, Kelurahan Hadiluwih, Kecamatan Sumberlawang, Sragen, Jawa Tengah, Kamis (17/10/2019).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hajatan seorang warga di Sragen, Jawa Tengah diboikot oleh warga lingkungannya baru-baru ini.

Diduga boikot tersebut dampak dari adanya perbedaan pilihan sewaktu Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar pada September silam.

 

Acara hajatan yang digelar oleh ibu bernama Suhartini (50) itu pun dilarang didatangi oleh warga sekitarnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahkan karena tak ada warga yang mau datang untuk membantu, panitia terpaksa harus berjibaku mencari bantuan pemuda di lain dukuh untuk membantu menjadi penyaji tamu undangan pernikahan anaknya tersebut.

Menanggapi hal itu, sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menyatakan, fenomena seperti itu telah terjadi di banyak daerah dan terjadi karena beberapa hal.

Selain faktor perbedaan ideologi dan pandangan politik, faktor agama turut memperuncing persoalan di masyarakat.

"Kasus sunni dan syiah di Sampang, itu kan juga kasusnya sama, bahkan lebih parah, sampai diusir," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (18/10/2019).

Menurutnya ada banyak variabel yang dapat menimbulkan gesekan di tengah masyarakat.

Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah karena tidak adanya komunikasi dalam menyikapi perbedaan.

"Ini memang kelihatannya segregasi dan intoleransi pengkotak-kotakan di masyarakat memang makin meruncing," kata dia.

Baca juga: Kok Masyarakat Kepo Gaji Anggota DPR di Indonesia?

Peran RT/RW

Menurutnya, tokoh setempat, mulai dari RT/RW dapat berperan sebagai motivator atau jembatan dalam menyikapi perbedaan.

"Tapi kan selama ini tidak demikian, figur-figur seperti itu kan makin memudar," ujar Bagong.

Fungsi kontrol di tataran bawah saat ini, imbuhnya semakin lemah. Selain itu, orang-orang juga kehilangan panutan untuk dijadikan contoh role model sebagaimana bertenggang rasa dengan tetangga.

"Figur-figur seperti itu kan makin memudar. Peran RT/RW mestinya menjadi mediator," ungkapnya.

Diberitakan Kompas.com (18/10/2019), anak Suhartini, Siti (27) mengaku sempat kecewa dengan sikap warga terhadap ibunya. Terlebih ibunya tersebut menurut dia, telah melaksanakan tugas sebagai warga yang baik, seperti arisan dan gotong royong.

Ibunya yang tidak tahu apa-apa soal Pilkades justru dijadikan korban sampai tidak ada warga yang mau datang membantu acara hajatan.

"Mamak saya itu salahnya di mana. Kok mamak saya yang diikut-ikutkan?" tanya Siti.

"Mamak saya itu bukan kader dan bukan tim sukses dari calon mana pun. Kenapa dikucilkan seperti itu."

Sementara itu, Kasi Pemerintahan Pj Kades Hadiluwih, Iwan Budiyanto mengatakan permasalah yang dihadapi Suhartini sudah diselesaikan bersama dengan ketua RT setempat.

Menurutnya ada miskomunikasi terkait indikasi beda pilihan pilkades.

Baca juga: Ketika Anak Pejabat Maju di Pilkada...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi