Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun 2020, BMKG Prediksi Tak Ada Anomali Iklim

Baca di App
Lihat Foto
BMKG
Informasi index El-Nino dan IOD Dasarian III Juli 2019
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi tak ada indikasi akan terjadi El-Nino kuat pada 2020.

Prediksi tersebut berdasarkan hasil monitoring dan analisa dinamika atmosfer yang dilakukan BMKG.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, NOAA dan NASA (Amerika) serta JAMSTEC (Jepang) memprediksi hal yang sama.

Analisa ini menandai bahwa 2020 diperkirakan tak ada potensi anomali iklim yang berdampak pada curah hujan di wilayah Indonesia.

"Curah hujan akan cenderung sama dengan pola iklim normal (klimatologisnya)," kata Dwikorita dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (24/10/2019).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: INFOGRAFIK: Cuaca Panas, Waspada Heat Stroke!

Dwikorita mengatakan, musim kemarau tahun depan umumnya akan dimulai pada April-Mei hingga Oktober 2020.

Sementara itu, wilayah dekat ekuator seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Riau, musim hujam pertama akan dimulai Februari-Maret 2020.

Dengan demikian, perlu diwaspadai potensi kondisi kering yang bisa berdampak kebakaran hutan dan lahan pada awal tahun di wilayah-wilayah tersebut.

Pada tahun 2019 ini, lanjut Dwikorita, El-Nino lemah telah berakhir pada Juli lalu, dan kondisi netral masih berlanjut hingga akhir tahun 2019.

Ia menjelaskan, fenomena yang tengah terjadi saat ini adalah rendahnya suhu permukaan laut daripada suhu normalnya yang berkisar antara 26-27 derajat celcius di wilayah perairan Indonesia bagian selatan dan barat.

"Sehingga berimplikasi pada kurangnya pembentukan awan di wilayah Indonesia," ujar Dwikorita.

Baca juga: Cuaca Panas Bikin Kulit Kering? Ini yang Harus Anda Lakukan

Fenomena ini membuat awal musim hujan periode 2019/2020 mengalami kemunduran, di mana sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim hujan pada November.

Masyarakat diimbau untuk menjaga cadangan air, baik lewat optimalisasi manajemen operasional air waduk saat musim hujan dan melalui gerakan memanen air hujan.

"Teknologi Modifikasi Cuaca dapat diterapkan sebagai alternatif pada saat peralihan kedua musim tersebut, terutama bagi wilayah yang rawan kekringan dan karhutla," kata Dwikorita.

El Nino dan IOD+

Secara terpisah, Peneliti Iklim dan Cuaca BMKG, Siswanto memaparkan, kejadian kekeringan parah di Indonesia pada 2019 umumnya disebabkan kejadian anomali iklim di Samudera Pasifik berupa El Nino dan/atau di Samudera Hindia berupa Dipole Mode positif (IOD+).

Fenomena El Nino merupakan anomali suhu permukaan laut di wilayah Pasifik Tengah Ekuator yang lebih panas dari biasanya.

Sementara, jika lebih dingin dibanding biasanya disebut La Nina.

Siswanto menjelaskan, IOD+ menggambarkan anomali suhu permukaan laut di wilayah Samudera Hindia sebelah barat daya Sumatera yang lebih dingin dibanding suhu muka laut perairan timur Afrika, sebaliknya untuk IOD-.

Baca juga: Cuaca Panas, Waspadai Heat Stroke, Bagaimana Mencegahnya?

Fenomena El Nino dan IOD+ ini memengaruhi kondisi suhu muka laut menjadi lebih dingin dibanding biasanya di Perairan Indonesia.

Hal tersebut berimbas pada sedikitnya suplay masa uap air di udara dan menghambat aktivitas perawanan disebagian besar wilayah Indonesia.

Hingga pertengahan Oktober ini, pemantauan BMKG terhadap anomali iklim global memastikan bahwa episode El Nino lemah 2019 telah berakhir sejak Juli lalu, namun fenomena Dipole Mode positif (IOD+) masih berkembang cukup kuat di Samudera Hindia

"Hal itu berkaitan dengan kondisi suhu muka laut perairan Indonesia yang diprediksi masih cenderung lebih dingin hingga awal November nanti," ujar Siswanto.

Pada awal tahun 2020, lanjut dia, kondisi suhu muka laut Perairan Indonesia dirediksi normal hingga cenderung hangat yang bertahan hingga Juni 2020.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi