Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Kinerja Menteri Jokowi...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Presiden RI, Joko Widodo melantik menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju dan pejabat setingkat menteri di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah mengumumkan para menteri yang mengisi kabinet barunya, Kabinet Indonesia Maju, Rabu (23/10/2019).

Ada wajah-wajah baru, ada juga "pemain lama" yang mengisi Kabinet Indonesia Kerja sebelumnya.

Selain unsur TNI, Polri, menteri di Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 juga diisi dari tokoh partai politik hingga kalangan profesional.

Meski tidak banyak setidaknya ada 5 srikandi yang menghiasi menteri Jokowi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di antaranya yakni Sri Mulyani, Siti Nurbaya, Ida Fauziyah, Retno Marsudi hingga Gusti Ayu Bintang Darmavati.

Menanggapi komposisi menteri baru Jokowi, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana mengungkapkan, sebagian besar kabinet Jokowi berasal dari kelompok profesional.

Menurutnya, bila diperhatikan kelompok profesional menjadi sangat beragam.

"Ada beberapa hal yang menonjol menurut saya, misalkan masuknya pensiunan tentara dan polisi yang menurut saya jumlahnya lebih banyak, ini yang di luar partai politik," kata Aditya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/10/2019).

Lalu dia melihat sosok Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dalam dua konteks, yakni sebagai partai dan juga pensiunan TNI.

"Nah dari sisi komposisi partai, menurut saya relatif sudah kelihatan bahwa ternyata yang paling banyak mendapat kursi menteri seperti yang kita duga. Meskipun Partai Demokrat yang tadinya diprediksi masuk kabinet, akhirnya tidak masuk," kata dia.

Baca juga: Resmi Dilantik, Berikut Lima Srikandi Jokowi di Kabinet Indonesia Maju

Kemudian, dari sisi organisasi masyarakat, saya pikir sudah sangat jelas ada representasi-representasi dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

"Dari sisi gender, jumlah perempuan berkurang. Saya tidak tahu mengapa Pak Jokowi mempertimbangkan mengurangi itu," katanya lagi.

Lebih lanjut Aditya menuturkan, dari sisi profesional anak muda yang katanya akan ada banyak, tapi akhirnya hanya ada Nadiem Makarim.

Menurutnya, Nadiem yang berusia 35 tahun itu relatif, karena dulu di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga ada menteri yang berusia di bawah 40 tahun.

Akan seperti apa?

Aditya menuturkan, bahwa Presiden Jokowi menekankan akan fokus di sektor sumber daya manusia, ekonomi, dan infrastruktur.

Kemudian, menteri yang mengurusi soal sektor infrastruktur dipertahankan oleh Jokowi.

"Artinya beliau memang sangat percaya dengan menteri tersebut," kata Aditya.

Namun, di sektor sumber daya manusia mengalami perombakan dan menurutnya mengejutkan hingga diperbincangkan oleh banyak orang saat ini.

"Dan juga ada beberapa nomenklatur yang diubah, dengan berubahnya nomenklatur tersebut juga merupakan suatu tantangan," jelas dia lagi.

Adapun tantangannya menurut Aditya agak lumayan.

"Hal tersebut dikarenakan pada periode sebelumnya Dikti itu kan bergabung dengan Ristek. Sekarang berubah lagi," paparnya.

Menurutnya, dalam melakukan perubahan di birokrasi kementerian, bukanlah hal yang mudah.

Prosesnya tidak hanya satu tahun, bisa lebih dari itu. Jadi memerlukan adaptasi dan penyesuaian lagi.

Di beberapa aspek memang untuk menteri-menteri lama di posisi yang sebelumnya tentu akan lebih mudah.

"Nah yang agak menantang itu menurut saya itu menteri baru yang ditempatkan pada posisi-posisi yang mereka harus melakukan rekstrukturisasi lagi," katanya.

Menurutnya, hal itu akan menantang dan tidak akan mudah.

"Kalau berhasil atau tidaknya, kita lihat saja nanti karena beberapa hari atau minggu ke depan mereka kan sudah mulai bekerja," imbuh Aditya.

Baca juga: Saat Menteri Jokowi Rangkap Jabatan, Apa yang akan Terjadi?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi