Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Gempa Bumi Terjang Mentawai, Ratusan Orang Meninggal

Baca di App
Lihat Foto
Yue dkk
Distribusi dislokasi, deformasi, penjalaran tsunami dan tinggi tsunami maksimum akibat gempa Mentawai 2010
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari ini 9 tahun yang lalu, gempa berkekuatan 7,2 skala Richter mengguncang
Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat pada 25 Oktober 2010.

Selang beberapa menit, gelombang Tsunami setinggi 1,5 meter menerjang wilayah Pulau Pagai Selatan, Pagai Utara, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat.

Mengenai tinggi gelombang, beberapa laporan bahkan menyebutkan tingginya mencapai 3 meter.

Akibatnya, 311 korban ditemukan tewas dan 426 korban lainnya hilang.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harian Kompas, 27 Oktober 2010 memberitakan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan, episentrum gempa berada di kedalaman 10 kilometer pada jarak 78 kilometer sebelah barat daya Pulau Pagai Selatan.

Sementara itu, Manajer Pusat Pengendalian Operasional Bencana Pemprov Sumbar Ade Edward
mengatakan jumlah pengungsi mencapai 637 keluarga atau sekitar 3.500 orang.

Upaya evakuasi pun tidak maksimal karena sulitnya akses transportasi menuju lokasi yang telah hancur.

Untuk menangani korban, pemerintah menetapkan tanggap darurat selama dua minggu.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, 11 desa di Mentawai rusak parah akibat sapuan tsunami.

Salah satu wilayah yang terparah adalah Dusun Muntei. Dusun tersebut habis tersapu oleh
gelombang dan hanya menyisakan fondasi-fondasi rumah.

Baca juga: Gempa Magnitudo 5,6 Guncang Sulawesi Utara, Tak Berpotensi Tsunami

Kesaksian Warga

Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 28 Oktober 2010, Iram Sababalat (26) warga Dusun
Muntei Baru Baru, Desa Betumonga, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat mengatakan, sebelum gempa dan tsunami terjadi, ia baru pulang ke rumahnya.

Malam itu, ia habis bertugas di sebuah penginapan yang biasa didatangi wisatawan asing.

Saat hendak tidur bersama istri dan anaknya, gempa dan tsunami tiba-tiba menggulung rumahnya. Tak ada kesempatan baginya untuk melarikan diri. Iram pun sempat pingsan.

Saat tersadar, ia menemukan dirinya sudah berada di atas pohon durian dan lari menyelamatkan diri ke dataran yang lebih tinggi sebelum datang
gelombang kedua.

"Gelombangnya melewati tinggi pohon kelapa," kata Iram dengan raut muka kosong.

Tsunami berputar di tengah dusun itu dan menyapu cepat apa saja yang ada di atasnya ke arah laut sebelum datang lagi gelombang kedua.

Malam itu juga, ia berhasil menemukan istrinya di bawah batang sagu dalam keadaan selamat.

Namun, anak semata wayangnya yang baru berusia 3 tahun ditemukan terpisah dari ibunya dalam kondisi tak bernyawa.

Sementara itu, Chandra (20), salah seorang korban selamat lainnya menceritakan, ia tengah tertidur di rumahnya saat gempa terjadi. Hal itu sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 29 Oktober 2010.

"Saya ingat, waktu bangun bergoyang-goyang. Lalu, saya dengar ada yang menyuruh lari karena takut ada tsunami," kata Chandra.

Menurutnya, ia selamat karena terjepit di antara batang pohon kelapa. Kemudian ada seorang laki-laki menghampirinya dan menyelamatkannya.

Baca juga: [HOAKS] Tsunami dan Gempa Besar Terjadi di Ambon

Ancaman Gempa Besar

Pakar Geologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman mengatakan, gempa tersebut berpotensi menjadi prekursor ke gempa lebih besar.

"Kelihatannya tinggal selangkah lagi ke klimaksnya. Mudah-mudahan masih hitungan tahun,
bukan hari, minggu, atau bulan," kata Danny, dikutip dari Harian Kompas, 27 Oktober 2010.

"Yang jelas, desakan pada 'Si Raksasa gempa Mentawai yang sudah matang itu' sudah semakin
tinggi," sambungnya.

Pusat gempa besar yang dimaksud Danny berada di bawah Siberut-Sipora-Pagai Utara.

Analisis tersebut berdasarkan penelitiannya terhadap fenomena kegempaan tektonik di Sumatera sejak 1990-an.

Berdasarkan data sejarah, menurut Dannya, tsunami besar pernah menerjang Padang, pada 1979 akibat gempa bermagnitude momen 8,4.

Penelitian lebih lanjut pada kondisi terumbu karang diketahui, terjadi tsunami kedua di tahun
1833 akibat gempa berkekuatan 9,0.

Pelepasan energi yang menimbulkan gempa besar akan diikuti proses penghimpunan kembali energi di tepi lempeng itu.

Jika tekanan antarlempeng terus-menerus berlangsung. Maka, gempa akan terjadi lagi sampai batuan di daerah itu tak mampu menahan tekanan.

Pola inilah yang dijadikan dasar untuk memprediksi periode kegempaan. Mereka memperkirakan, gempa besar diperkirakan bakal terjadi lagi pada 2033, pascagempa tahun 1833.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi Menghantam Palu

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi