Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membayangkan Legacy Jokowi (1): Setelah Infrastruktur, Bangun SDM dan Pindahkan Ibu Kota

Baca di App
Lihat Foto
MEGANDIKA WICAKSONO
Joko Widodo (Jokowi) berkampanye sebagai calon wakil presiden di GOR Satria, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (4/4/2019). Jokowi memenangkan Pilpres 2019 dan dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2019. Pada periode kedua pemerintahannya, Jokowi menyatakan akan fokus pada pengembangan sumber daya manusia. Itu akan jadi salah satu warisan (legacy) Jokowi.
|
Editor: Heru Margianto


KOMPAS.com - Infrastruktur yang dinilai sebagai keberhasilan Presiden Joko Widodo di periode pertama, tak akan jadi perhatian besar lagi di periode kedua.

Di periode keduanya, Jokowi memilih untuk fokus memperbaiki sumber daya manusia (SDM).

"Lima tahun ke depan yang ingin kita kerjakan, pertama, pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama kita," kata Jokowi dalam pidatonya usai pelantikan, Minggu (20/10/2019).

Pilihan memproritaskan SDM ini memang sudah waktunya. Sebab dibanding negara-negara lain, Indonesia jauh tertinggal.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di saat Jokowi sudah sering menyinggung revolusi industri 4.0, masih banyak anak di pelosok yang belum mengenyam pendidikan yang layak.

Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia 2017, pembangunan manusia Indonesia masih tergolong payah. Indonesia menempati peringkat 116 dari 189 negara. Jauh dari Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan Filipina.

Memetik bonus demografi

Di era Jokowi, harusnya pertumbuhan ekonomi melesat kencang. Sebab, pengendalian penduduk lewat kelahiran berencana (KB) yang diwarisi Soeharto telah mengantarkan Indonesia ke bonus demografi.

Bonus demografi terjadi ketika penduduk usia kerja meledak, komposisi penduduk orangtua dan anak-anak mengecil. Mereka yang bekerja menanggung beban ekonomi lebih sedikit dibanding orang zaman dahulu.

"Potensi kita untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah sangat besar. Saat ini, kita sedang berada di puncak bonus demografi," kata Jokowi.

Ekonom demografi Universitas Indonesia Sri Moertiningsih Adioetomo--atau akrab dipanggil Prof Tuning--yang mencetuskan konsep bonus demografi, mengatakan, kesempatan emas ini hanya terjadi sekali dalam sejarah bangsa Indonesia.

"Bonus demografi mundur menjadi terbukanya sampai tahun 2040. Waktu saya cetuskan tahun 2005, tingkat kelahiran menurun drastis, tetapi sejak tahun 2003-2012 stagnan, enggak turun lagi. Ini dampak jangka panjang krisis moneter 1998," kata Tuning kepada Kompas.com, Senin (21/10/2019).

Di era Presiden Jokowi, diharapkan momentum ini dipersiapkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Ekonomi bisa tumbuh positif jika pendapatan per kapita meningkat. Pendapatan per kapita bisa naik jika tenaga kerjanya mempunyai pekerjaan yang layak dan produktif.

"Andai kata kualitas pekerja ini bagus, produktif, dan berdaya saing, maka bonus demografi membantu memicu pertumbuhan ekonomi," kata Tuning.

Sarjana pengangguran

Pendidikan menjadi modal pekerja yang berkualitas. Bagaimana kualitas pendidikan kita saat ini?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, anak-anak Indonesia rata-rata bersekolah 8,17 tahun lamanya atau setara dengan kelas 2 SMP/sederajat. Angka ini belum memenuhi target pemerintah sebesar 8,7 tahun.

Prof Tuning menyebut tenaga kerja di Indonesia saat ini masih didominasi lulusan SD dan SMP.

"Enam puluh persen angkatan kerja paling banter lulusan SMP. Tidak punya kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja, soft skill juga kurang. Sehingga banyak yang tidak terserap di dunia kerja alias menganggur," ujar Tuning.

Jika dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja lulusan SD mendominasi bursa kerja.

Dari 2014 hingga 2018, seperempat dari tenaga kerja Indonesia adalah lulusan SD. Hanya pada 2019 lulusan SMA mendominasi tenaga kerja, yakni 20,15 persen.

Di periode pertama Jokowi, pengangguran memang turun. Dari 7,4 juta orang atau 6,5 persen pada 2013 menjadi 7 juta orang atau 5,5 persen pada 2018.

 

Namun jika dilihat dari pendidikannya, persentase lulusan universitas yang menganggur lebih banyak dari yang lulusan SD.

Data BPS pada Februari 2019 menunjukkan pengangguran dari lulusan SD hanya 2,7 persen. Kemudian dari SMP 5 persen dan SMA 6,8 persen.

Sementara dari SMK atau vokasi yang jadi fokus Jokowi, ada 8,3 persen yang menganggur. Diploma (I/II/III) ada 6,9 prsen yang menganggur, dan lulusan universitas 6,2 persen.

Padahal pada 2008, persentase pengangguran dari universitas tak sampai lima persen.

Tuning mengatakan pemerintah perlu menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya untuk bisa memetik buah pertumbuhan ekonomi. Persiapan di bidang lainnya juga perlu dilakukan sejak dini.

"Harus mulai sejak dini. Bahkan sejak dalam kandungan, seribu hari pertama kehidupan," kata Tuning.

Ibu kota baru

Infrastruktur mungkin tetap jadi perhatian. Pengembangan sumber daya manusia digenjot.
Namun, yang paling utama dan mungkin paling besar dalam sejarah bangsa, pemindahan ibu kota.

Pemindahan ibu kota sebenarnya pernah diusulkan Presiden Soekarno menjelang tahun 1960-an.

Ibu kota rencananya dipindah ke Palangkaraya, namun gagal karena Indonesia disibukkan dengan Asian Games 1962 dan peristiwa PKI 1965.

Setelah Soekarno lengser, ide itu lenyap. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat menggulirkan wacana tersebut. Namun lagi-lagi, itu hanya sekadar rencana yang tak pernah diseriusi.

Baru di era Jokowi, tepatnya di akhir periode pertamanya, wacana pemindahan ibu kota benar-benar dirumuskan.

"Pemerintah telah melakukan kajian mendalam dan intensifkan studinya selama tiga tahun terakhir," ujar Jokowi pada 26 Agustus 2019 lalu.

Jokowi menyebut ibu kota perlu dipindah karena Jakarta saat ini sudah terbebani peran sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian.

Jakarta juga terbebani karena memiliki bandara dan pelabuhan terbesar di Indonesia. Perdagangan sekaligus jasa berpusat di sini.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Mengenal Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Ibu Kota Baru Indonesia

Ibu kota baru akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Di sana, risiko bencana kecil. Baik banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, dan tanah longsor, diyakini sangat kecil kemungkinannya terjadi di sana. Selain itu, lokasinya tepat berada di tengah Indonesia.

Perusahaan konsultan McKinsey & Company memenangkan lelang studi kelayakan teknis lokasi ibu kota baru. Sayembara desain dasarnya juga dibuka untuk publik.

Pemindahan ibu kota diperkirakan membutuhkan dana Rp 466 triliun. Rencananya, 19 persen kebutuhan pendanaan akan berasal dari APBN, sisamua dari kerja sama dengan swasta.

Pemerintah mulai mematangkan regulasi, masterplan, dan desain tata ruangnya mulai 2020. Pemindahannya sendiri baru dilakukan di akhir kepemimpinan Jokowi, yakni pada 2024.

Sayangnya, rencana ini menuai pro dan kontra. Berdasarkan hasil survei lembaga riset Media Survei Nasional (Median), mayoritas publik tidak setuju dengan rencana pemindahan ibu kota.

Dari 1.000 responden yang disurvei, 45,3 persen menolak pemindahan ibu kota. Hanya 40,7 persen yang setuju,

Mayoritas atau 58,6 persen responden menilai ada hal lain yang lebih mendesak untuk dikerjakan dibanding memindahkan ibu kota.

Namun jika ibu kota benar-benar dipindah, ini akan jadi warisan terbesar dan termahal Jokowi, bahkan sepanjang sejarah kepresidenan.

Bersambung. 

Membayangkan Legacy Jokowi (2): Warisan Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi