Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Panjang Nasdem untuk 2024...

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh (kiri) berpelukan dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman usai menyampaikan hasil pertemuan tertutup kedua partai di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi kebangsaan dan menjajaki kesamaan pandangan tentang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bertemu dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman, Rabu (30/10/2019).

Paloh sempat memberikan sinyal bahwa Nasdem siap menjadi oposisi ketika ditanya wartawan usai pelantikan Jokowi-Ma’ruf Amin di Gedung Kura-Kura, Parlemen Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019).

Padahal, selama ini Nasdem jelas memberikan dukungannya kepada pemerintahan Jokowi. Bahkan, sebanyak tiga menteri dalam Kabinet Indonesia Maju berasal dari partai Nasdem.

Namun, akhir-akhir ini Nasdem justru tampak merapat ke kubu PKS yang telah lama menjadi oposisi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun menilai sikap Nasdem yang tampak merapat ke kubu koalisi adalah bagian dari pemikiran panjang untuk tahun 2024.

"Sebab jika performa politik pemerintahan Jokowi-Ma'ruf buruk, maka secara politik yang cenderung akan mendapat insentif elektoral yang melimpah adalah partai oposisi yang kebetulan image-nya saat ini ada pada PKS," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/10/2019).

Ia menilai Nasdem juga memiliki minat untuk disebut sebagai partai yang semi-oposisi, meski belum berani secara total untuk memproklamirkan diri sebagai semi-oposisi.

Di sisi lain, Nasdem, imbuhnya tampak kurang nyaman dengan dominannya posisi Megawati, Prabowo dan Luhut Binsar Pandjaitan di dalam pemerintahan saat ini.

"Makna lainnya Nasdem semacam memberi singnal warning untuk Jokowi bahwa sewaktu-waktu Nasdem bisa menjadi oposisi," tambahnya.

Senada dengan Ubedillah, peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) Aisah Putri Budiatri mengatakan, merapatnya Nasdem ke kubu oposisi bisa jadi langah awal untuk menguatkan basis dukungan Nasdem untuk Pemilu 2024 ke depan.

Putri juga menilai langkah tersebut bisa menjadi salah satu cara Nasdem untuk membangun citra sebagai partai demokratis kepada publik.

"Nasdem melihat bahwa banyak pihak menilai partai koalisi pemerintah akan kehilangan daya kritisnya untuk melihat kebijakan pemerintah secara objektif karena adanya transaksi politik, dengan mendapatkan jatah dalam kabinet," ungkapnya.

Oleh karena itu, Nasdem mencoba memperlihatkan kepada publik bahwa partainya berbeda dan jauh dari pandangan negatif tersebut.

"Hal ini bisa menjadi langkah positif untuk menarik perhatian publik kepada partainya, apalagi hal ini tidak dilakukan oleh partai lain dalam koalisi pemerintah," tambah dia.

Baca juga: Viral Politisi Nasdem Tertidur Saat Pelantikan DPR, Fadil: Banyak Acara...

Kekosongan oposisi

Menurut Putri, Nasdem juga melihat peluang kekosongan peran oposisi yang bisa menjadi strategis untuk mendapatkan simpati publik, terutama para pendukung Prabowo yang kecewa dengan bergabungnya Gerindra ke dalam koalisi pemerintah.

Menurutnya, tidak dapat dipungkiri bahwa pemilih Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019 lalu cukup tinggi hingga melebihi 40 persen.

Hal ini juga menunjukan ada angka pemilih yang besar tidak memilih Jokowi dalam pemilu, yang bisa jadi di antaranya adalah yang tidak sejalan atau kecewa dengan kebijakan Jokowi pada periode pertama.

"Angka ini besar dan bisa jadi merupakan basis massa yang bisa direbut dengan menjadi oposisi pemerintah," ucapnya.

"Sejauh ini, hanya PKS yang secara pasti menyatakan diri menjadi oposisi. Melihat keuntungan menjadi oposisi ini baru dimainkan secara tunggal oleh PKS, maka Nasdem melihat peluang ini," tambahnya.

Diberitakan Kompas.com (31/10/2019), Surya Paloh mengungkapkan tidak menutup kemungkinan Partai Nasdem dapat sejalan dengan PKS dalam menjalankan fungsi penyeimbang di DPR terhadap kebijakan pemerintah.

Paloh mengatakan, dalam negara demokrasi yang sehat dibutuhkan kekuatan penyeimbang dan menjalankan sistem check and balance.

"Saya kira ada (kemungkinan), kita tak tahu itu kapan. Tapi probability, teori kemungkinan itu, semuanya harus dilakoni dengan pikiran yang sehat dan baik," ucap dia.

Baca juga: Soal Pertemuan Prabowo dengan Surya Paloh, Apa yang Mereka Bahas?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi