Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelisik Politik Dinasti Generasi Keempat...

Baca di App
Lihat Foto
BBC News Indonesia/Fajar Sodiq
Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, mengaku ikut bersaing memperebutkan kursi wali kota Solo, tanpa bantuan ayahnya.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tampaknya menjadi ajang unjuk gigi para keluarga pemimpin negeri.

Selain putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka yang menyatakan keseriusannya maju di Pilkada Solo 2020, menantu Jokowi, Bobby Nasution juga memberikan sinyal soal rencananya maju sebagai wali kota Medan.

Bahkan anak wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin, Siti Nur Azizah tanpa ragu maju mencalonkan diri pada Pemilihan Wali Kota Tangerang Selatan 2020.

Selain ketiganya, cucu Presiden Soekarno, Paundra Sukmaputra Jiwanegara juga digadang-gadang akan mendampingi Gibran dalam Pilkada Solo 2020.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai fenomena semacam ini jika dicermati secara politik dapat dinilai sebagai fenomena dinasti politik generasi keempat di Indonesia.

"Saya sebut generasi keempat karena politik dinasti terjadi pada keluarga Soekarno, Soeharto, SBY dan kini Jokowi-Makruf Amiin," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (2/11/2019).

Di tingkat lokal, menurut Ubedillah, dinasti politik juga terjadi, misalnya pada keluarga Ratu Atut di Banten dan Yasin Limpo di Sulawesi dan beberapa daerah lainnya.

"Jika betul Gibran, Bobby dan Siti Nur Azizah mencalonkan menjadi wali kota itu artinya Jokowi dan Makruf Amin turut berkontribusi melanggengkan budaya politik dinasti di Indonesia," kata dia.

Baca juga: Melihat Peluang Gibran di Pilkada Solo 2020...

Politik Aji Mumpung

Ubedilah menambahkan, politik dinasti sebenarnya adalah sesuatu yang ditolak oleh kelompok substantif pro-demokrasi di Indonesia.

Sebab dukungan kelompok substantif pro-demokrasi di Indonesia pada Jokowi-Makruf atau sebelumnya Jokowi-JK adalah karena Jokowi bukanlah siapa-siapa.

Jokowi bukan lahir dari dinasti politik Soekarno, Soeharto atau SBY dan karenanya diharapkan tidak membangun dinasti politik baru.

"Bagaimanapun, dinasti politik turut berkontribusi merusak kualitas demokrasi," ucap dia.

Lebih lanjut, dinasti politik imbuhnya seringkali merusak rasionalitas pemilih.

Cara berpikir pemilih lebih mempertimbangkan faktor pengaruh keluarga besar sehingga seringkali mengabaikan sisi kualitas sekaligus menutup peluang kompetitor rakyat biasa memenangi kontestasi pilkada.

"Lebih dari itu kesan memanfaatkan kekuasaan sang Ayah yang masih berkuasa akan lebih dominan terlihat. Atau dalam bahasa lain disebut politik aji mumpung yang bisa jadi bukan kehendak Gibran, Bobby atau Siti," ungkapnya.

"Hal ini bisa jadi didorong oleh keinginan pemilik modal atau para pemburu rente yang berjejaring dengan mereka yang mengklaim diri para konsultan politik lokal," tambahnya.

 Baca juga: Saat Gibran Mulai Unjuk Gigi...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi