Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Larangan Pembelian BBM dengan Jeriken, Ini Penjelasan Pertamina

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS / FERGANATA INDRA RIATMOKO
Penjual bensin eceran mengantrekan jeriken mereka di SPBU di Desa Patalan, Jetis, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (26/8/2014) pagi. Antrean panjang terjadi di sebagian besar SPBU di wilayah DI Yogyakarta akibat kelangkaan dan penerapan kebijakan pengendalian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Larangan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan jeriken ramai diperbincangkan publik akhir-akhir ini.

Bahkan di media sosial, Kabupaten Wonogiri disebut mengalami kesulitan menyuplai bahan bakar minyak (BBM) akibat kurangnya akses SPBU.

Informasi ini berawal dari foto yang diunggah oleh akun Instagram Info Karesidenan Solo, @iks_infokaresidenansolo pada Jumat (1/11/2019).

Unggahan itu menyebutkan, warga pelosok kesulitan mencari BBM, lantaran BBM jenis Pertalite tidak boleh dibeli menggunakan wadah jeriken.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Kabupaten Wonogiri, Wahyu Widayati mengungkapkan, pihaknya sempat meminta kepada PT Pertamina untuk memperbolehkan warga Wonogiri membeli BBM jenis Pertalite menggunakan jeriken.

Pasalnya di Kabupaten Wonogiri, yang terdiri dari 25 kecamatan hanya tersedia 15 SPBU.

Oleh karena itu, daerah yang tidak kebagian lokasi SPBU mau tidak mau harus menyuplai BBM dari SPBU terdekat.

"Untuk melayani daerah yang tidak ada SPBU biasanya ada pengecer. Nah, pengecer ini membeli di SPBU dengan membawa jeriken untuk dijual kembali ke masyarakat yang memang jauh dari SPBU," ujar Wahyu saat dihubungi Kompas.com pada Sabtu (2/11/2019).

Diketahui, jenis BBM Pertalite inilah yang sering digunakan oleh masyarakat setempat. Sebab, harganya lebih terjangkau.

Namun, Pertalite tidak diperbolehkan dibawa menggunakan jeriken.

PT Pertamina hanya memperbolehkan BBM jenis Pertamax saja yang dapat dibawa menggunakan jeriken.

"Sementara, antara harga Pertamax dan Pertalite kan cukup jauh, selisih Rp 2000an. Itu di SPBU, kalau di pengecer bisa lebih tinggi lagi harganya," ujar Wahyu.

Baca juga: [HOAKS] Harga BBM Naik Mulai 30 Agustus 2019

Penjelasan Pertamina

Di sisi lain, Unit Manager Communication Relation dan CSR MOR IV Semarang PT Pertamina, Anna Yudhiastuti mengungkapkan bahwa terkait larangan pembelian Pertalite menggunakan jeriken ada 2 poin.

Pertama, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014, pembelian Pertalite menggunakan jeriken yang dilarang adalah tidak disertai rekomendasi untuk kebutuhan tertentu (pertanian, perikanan, usaha mikro/kecil).

Kedua, salah satu latar belakang diaturnya pembelian jeriken ini dikarenakan banyaknya keluhan konsumen kendaraan yang saat ini mayoritas mengisi BBM jenis Pertalite terganggu dengan pengisian menggunakan jeriken.

"Adapun hal tersebut tanpa rekomendasi yang kemungkinan untuk dijual kembali. Selain itu, dikarenakan faktor safety atau keamanan dari bahan jeriken itu sendiri," ujar Anna saat dihubungi terpisah, Sabtu (2/11/2019).

Tak hanya itu, Anna juga menjelaskan bahwa jika masyarakat mengaku kesulitan mendapatkan BBM karena jauh dari SPBU atau jauh dari dinas setempat, maka pihaknya bersama Hiswana (pengusaha) migas sangat kooperatif dan terbuka untuk diajak diskusi dengan Pemda setempat.

"Apakah nantinya rekomendasi harus ada SPBU di tempat yang jauh tersebut atau rekomendasi lainnya, kami akan siap mendukung," ujar Anna.

Atas kejadian tersebut, pemerintah melalui Dinas Koperasi UMKM Perindustrian menggelar rapat dan Pertamina kemudian menggelar rapat dan mendiskusikan soal polemik tersebut.

Harapannya, masyarakat Wonogiri tetap bisa dilayani dengan baik, entah berapa persentasenya tergantung Pertamina dengan SPBU.

Baca juga: Soal 2 Pria Unboxing Gas Elpiji 3 Kg dan Terbakar, Ini Penjelasan Pertamina...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi