Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Haul Haji Agus Salim, Mengenang "The Grand Oldman"

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia
Haji Agus Salim
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

 

Apakah keikatan kita?
Menyebuahkan usaha
Menjadi asas utama
Pada tujuan mulia
Tujuan kita bersama
Meninggikan derajat Indonesia
(Haji Agus Salim, 1925)

KOMPAS.com - Penggalan puisi diatas diciptakan oleh Haji Agus Salim dengan judul "Tanah Air Kita" pada suatu sore hari di tahun 1925 setelah seharian disibukkan oleh ceramah dan rapat.

Hari ini 65 tahun lalu, The Grand Oldman Haji Agus Salim meninggal dunia pada 4 November 1954.

Haji Agus Salim adalah tokoh yang menggunakan bahasa Indonesia untuk pertama kalinya dalam Volksraad (Dewan Rakyat).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia dikenal sebagai Pahlawan Nasional Indonesia yang namanya diakui sebagai seorang diplomat ulung.

Baca juga: Ketua MPR Ajak Masyarakat Teladani Kisah Bung Karno, Bung Hatta, dan KH Agus Salim

Masa Kecil

Dilahirkan pada 8 Oktober 1884 di Kampung Kota Gedang, Bukittinggi, Agus Salim berasal dari keluarga yang tidak berada.

Asvi Warman Adam dalam artikelnya "Agus Salim, Manusia Merdeka" yang dimuat dalam Harian Kompas, 21 Agustus 2004 menyebutkan, Agus Salim lahir dengan nama Masyudul Haq.

Nama itu merupakan nama seorang tokoh dari sebuah buku yang dibaca ayahnya, Sutan Mohammad Salim.

Ketika kecil, Masyudul diasuh oleh seorang pembantu asal Jawa yang memanggil anak majikannya dengan "den bagus" yang kemudian disingkat menjadi "gus".

Dari panggilan itu, teman sekolah dan guru-gurunya pun memanggilnya "Agus".

Ketika Agus berusia 6 tahun, ayahnya menjadi jaksa tinggi pada pengadilan untuk daerah Riau dan sekitarnya.

Kecerdasan Agus mengantarkannya sebagai lulusan Europese Lagere School (ELS) dan Hogere Burger School (HBS) di Jakarta.

Di HBS, Agus Salim berhasil lulus dengan menyandang prestasi sebagai juara pertama.

Surat Kartini

Setelah lulus dari HBS, Agus Salim memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikannya di bidang kedokteran di Belanda.

Akan tetapi, gaji orang tuanya yang hanya F-150 sebulan mengurungkan niatnya untuk pergi ke Belanda.

Mengetahui hal itu, R.A. Kartini menuliskan surat kepada Nyonya J.H. Abendanon.

Baca juga: Ternyata, Haji Agus Salim Pilih Homeschooling untuk Pendidikan Anak

"Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda ini. Kami ingin dia dikaruniai bahagia. Anak muda itu namanya Salim, ia orang Sumatera asal Riau yang dalam tahun ini mengikuti ujian penghabisan sekolah menengah HBS dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS.

Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan. Gaji ayahnya cuma F 150 sebulan. Tanyakan pada Hasim tentang anak muda itu. Nampaknya dia seorang pemuda yang hebat yang pantas diberi bantuan," demikian penggalan isi surat Kartini, seperti dikutip dari Harian Kompas, 8 Oktober 1984.

Kartini berharap agar beasiswa atas namanya yang tidak bisa digunakannya, diberikan kepada Agus Salim.

Namun, usulan itu tidak terwujud. Agus Salim tetap tinggal di Indonesia dan menjadi tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Karir

Pada usia 20 tahun, ia bekerja sebagai dragoman di Konsulat Belanda, Jeddah.

Di masa itu, seorang pribumi bekerja di staf konsulat di luar negeri adalah hal yang langka.

Di akhir tahun 1920-an, Agus Salim kembali ke Kampung Gedang dan membuka HIS partikulir, seperti dituliskan Emil Salim dalam artikel "Paatje, 111 Tahun" yang dimuat di Harian Kompas, 1 Oktober 1995.

Karirnya sebagai wartawan dimulai di sekitar usia 30 tahun. Ia bahkan menjadi pemimpin surat kabar Sadar.

Dalam usia 35 tahun, Agus Salim mengikuti Kongres Sarekat Islam Nasional di Surabaya.

Keikutsertaannya dalam kongres tersebut menandakan awal karirnya dalam gerakan politik.

Ia menjadi anggota Volksraad pada usia 37 tahun, dan untuk pertama kali, ia memperkenalkan bahasa Indonesia dalam Dewan Rakyat.

Tidak lama kemudian ia keluar dari Volksraad, karena menyertai gerakan politik nonkoperasi.

Di usia 43 tahun, Haji Agus Salim menggalang kekuatan Islam bersama Tjokroaminoto di bawah bendera Sarekat Islam (SI).

Baca juga: 5 Cara Haji Agus Salim Menjalankan Homeschooling bagi Anak-anaknya

Sejarah mencatat, Tjokro-Agus merupakan dua sejoli alias dwi-tunggal dalam pimpinan partai Sarekat Islam.

Di SI, Tjokroaminoto adalah motor penggerak rakyat, sedangkan Agus Salim merupakan otak partai.

B.S Mardiatmaja dalam artikelnya "Haji Agus Salim dan Hubungan Internasional" yang dimuat di Harian Kompas, 8 Oktober 1984 bahkan menyebut duet Tjokoro-Agus sebagai tipe kepemimpinan yang ideal pada zamannya.

Sejak saat itu tampak dua sumber besar dalam gerakan kemerdekaan Indonesia, yaitu pertama beraliran kebangsaan dan kedua beraliran agama.

Haji Agus Salim dan Diplomasi

Karir diplomatik Agus Salim sudah dimulai sejak usianya masih muda, ketika bekerja di Konsulat Belanda di Jeddah.

Di tahun 1930, kembali memperoleh kesempatan menghadiri International Labour Conference di Geneva mewakili Sarekat Sekerja Belanda NVV (Nederlandsch Verbond van Vereenigingen) di Belanda.

Pada forum itu, ia tulis mempersiapkan pidatonya secara tertulis dalam bahasa Belanda. Tapi, ketua sidang memintanya untuk berbicara dalam bahasa Perancis.

Seketika itu, ia berpidato dalam bahasa Perancis dengan lancar tanpa melihat teks.

Pidatonya itu memukau para delegasi dari negara lain.

Usai berpidato, banyak delegasi asing, termasuk delegasi dari Perancis mendatanginya untuk memberi ucapan selamat atas pidatonya.

Nama Indonesia pun ikut terangkat berkat penampilan putra bangsanya di forum internasional tersebut.

Di tahun 1947, setelah Indonesia merdeka, untuk ketiga kalinya Haji Agus Salim ikut tampil dalam forum internasional sebagai delegasi RI pada Inter-Asian Relations Conference atas prakarsa Pandit Jawaharlal Nehru di New Delhi.

Usai konferensi, Haji Agus Salim mengetuai Misi Diplomatik Republik Indonesia untuk mengunjungi negara-negara Islam di Timur Tengah.

Berkat usaha diplomatiknya itu, ia memperoleh hasil gemilang dengan adanya pengakuan de jure dan de fakto kepada Indonesia dari negara-negara Arab.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi