Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

The Guardian soal Jokowi di Periode Kedua: Tak Bisa Diandalkan

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Presiden Periode 2014-2019, Joko Widodo membacakan pidato kenegaraan pertamanya dalam Sidang Paripurna MPR dengan agenda Pelantikan Presiden di Ruang Rapat Paripurna 1 MPR, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, 20 Oktober 2014.

KOMPAS.com - Media asal Inggris, The Guardian, menulis editorial atau pandangannya soal periode kedua Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Dalam editorial yang diunggah pada Minggu (3/11/2019) itu, The Guardian berpendapat Jokowi tak bisa diandalkan untuk membela hak-hak dasar warganya.

The Guardian memulai tulisannya soal bagaimana Jokowi menyatakan periode kedua dan terakhirnya bakal dijalani tanpa beban.

Namun pertanyaannya, bagaimana kebebasan Jokowi untuk memerintah ini akan terlaksana?

"Lima tahun lalu dia dikenal secara luas sebaga Obama-nya Indonesia. Naiknya Jokowi dilihat sebagai langkah maju bagi negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia sekaligus negara berpenduduk muslim terbesar di dunia," bunyi editorial The Guardian.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Apa Pendapat Obama Tentang Jokowi?

Kemenangan Indonesia atas era otoritarian Orde Baru dinilai penting sebagai model demokrasi bagi Asia dan negara-negara muslim.

Latar belakang Jokowi yang sederhana dan bebas dari kroni Orde Baru mengantarkannya sebagai sosok yang dijagokan. Ia berhasil meraih kursi gubernur DKI Jakarta, lalu presiden.

"Seperti Obama, dia membawa harapan di tengah politik yang rusak," ujar redaksi The Guardian.

Di periode kedua, Jokowi mengusung slogan kampanye "Indonesia Maju". Namun banyak pendukungnya melihat Indonesia justru sedang berjalan mundur.

Baca juga: Periode Kedua, Jokowi Diminta Punya Independensi dalam Tegakkan HAM

Masalah mendesak seperti hak asasi manusia (HAM), toleransi beragama, serta kualitas demokrasi, dinilai malah menurun.

Meskipun langkah Jokowi membangun infrastruktur dan kesejahteraan sosial dipuji, ada kegagalan lain yang membuat Jokowi dikritik.

Di antaranya kegagalan menjegal korupsi dan kekerasan. Kemudian memberi lahan bagi kelompok Islam garis keras alih-alih menekan mereka.

Jokowi dinilai sadar soal masalah ini sebagai penghambat kebijakan ekonominya yang dipuji.

"Wakil Presiden yang baru, Ma'ruf Amin, adalah ulama Islam konservatif yang kuat. Ia punya sejarah intoleransi terhadap penganut agama minoritas dan kelompok LGBT," tulis The Guardian.

Baca juga: Membayangkan Legacy Jokowi (3): Kutukan Periode Kedua

The Guardian kemudian membahas bagaimana Jokowi menuai kemarahan setelah menunjuk lawannya, Prabowo Subianto, sebagai menteri pertahanan.

Padahal, mantan jenderal yang juga mantan menantu Soeharto itu diduga terlibat dalam penculikan dan kekerasan terhadap aktivis 1998.

Penunjukkan Prabowo oleh Jokowi dinilai sengaja dan disadari. Sebab pada 2016 lalu, Jokowi juga melakukan langkah yang sama saat menunjuk Wiranto sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM.

Wiranto juga dituduh melakukan kejahatan HAM oleh tribunal atau pengadilan yang didukung Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Baca juga: Minta Prabowo Tak Masuk Kabinet, KontraS Singgung Kasus HAM

Iklim politik Indonesia yang selalu membutuhkan rekonsiliasi dengan lawan, kembali dipertanyakan. The Guardian menyayangakan kecilnya porsi oposisi di parlemen yang hanya seperempat.

"Penunjukan ini membuat aktivis dan warga Indonesia ketakutan. Mereka juga khawatir soal arah kebijakan negara. Paling mendasar, warga bertanya-tanya untuk apa dilaksanakan pemilu," tulis The Guardian.

Selain itu, The Guardian juga menyoroti keputusan Jokowi mempertahankan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

Pasalnya, aksi unjuk rasa telah berlangsung selama beberapa pekan untuk memprotes kebakaran hutan dan RKUHP serta sejumlah undang-undang yang ditentang keras oleh sebagian warga.

Baca juga: Tak Hanya 7 Tuntutan, Kini Demo Mahasiswa dan Buruh Ajukan 7+1 Tuntutan Reformasi Dikorupsi

Terakhir, The Guardian mengingatkan bahwa memang harapan tak ada yang sempurna. Presiden tak bisa menyenangkan semua warganya.

"Tapi kini makin jelas bahwa ia tak bisa diandalkan untuk membela hak-hak dasar warganya. Jelas juga bahwa warga tak seharusnya berharap seorang politikus bisa menjadi penyelamat," tulis mereka.

"Tekanan untuk reformasi dan oposisi yang sebenar-benarnya hanya bisa datang dari luar parlemen. Masyarakat sipil Indonesia butuh semua pertolongan yang ada."

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: The Guardian
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Editor: Nibras Nada Nailufar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi