KOMPAS.com - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tengah ramai diperbincangkan publik.
Hal itu lantaran ada seorang warganet yang mengunggah sebuah video yang menunjukan Novel masih bisa melihat setelah disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 silam.
Melalui keterangan tertulis yang disampaikan kuasa hukumnya, Alghiffari Aqsa, Novel menjelaskan bahwa video itu diambil pada kurun waktu April-Juli 2017.
Novel mengatakan, saat itu ia belum menjalani operasi osteo odonto keratoprosthesis (OOKP).
Lantas kenapa yang berhubungan dengan Novel Baswedan selalu menjadi perbincangan publik.
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan setidaknya ada beberapa hal yang dapat menjelaskan terkait fenomena tersebut.
Pertama adalah secara kebetulan, Novel berada di sebuah lembaga yang menjadi tumpuan harapan masyarakat tentang pemerintahan yang bersih, jujur, dan transparan yaitu KPK.
Baca juga: Mengenal Sosok Iwan Bule, Ketum PSSI yang Pernah Diperiksa Terkait Kasus Novel Baswedan
Novel sebagai simbol
"Kenapa dia (Novel) menjadi pembicaraan publik secara terus menerus, karena ini terkait dengan kehormatan dan kewibawaan KPK. Nah Novel ini adalah satu simbol dari penghormatan dan kewibawaan KPK itu sendiri," ujar Drajat saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/11/2019).
Menurut dia, sepanjang kasus Novel ini belum terselesaikan, maka semacam menjadi tanda bahwa KPK memang tidak perkasa, tidak punya wibawa yang begitu kuat.
Kendati penyelesaian tentang kasus Novel sudah diserahkan kepada kepolisian sebagai lembaga penegak hukum, ternyata sampai sekarang belum ada kejelasan.
Walaupun sebenarnya imbuh dia, sudah ada tuduhan-tuduhan bahwa ada jenderal yang terlibat, dan lain sebagainya, pada intinya kepolisian hingga saat ini belum bisa menuntaskan masalah ini.
"Jadi ini bukan tentang Novelnya sendiri, tapi ini merupakan simbol dari lembaga yang berada di balik Novel," ujar dia.
Lebih lanjut, ketika kepolisian tidak bisa menyelesaikan, maka yang mempunyai kekuatan besar adalah presiden.
Namun menurut dia, rupanya presiden tidak bisa menyelesaikan kasus ini, buktinya sampai sekarang tidak beres-beres.
"Inilah yang kemudian menjadi secara terus menerus sepanjang itu memang tidak clear, akan menjadi satu catatan tentang kejahatan di dalam negara, seperti kasus Munir. Akhirnya perhatian publik akan terus tertuju pada kasus-kasus yang belum terselesaikan itu," imbuhnya.
Baca juga: [KLARIFIKASI] Foto Novel Baswedan di Bandara
Faktor Penegak Hukum
Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah.
Menurutnya, kasus Novel Baswedan menjadi perhatian karena penegak hukum sampai saat ini tidak dapat membuktikan secara jelas siapa yang menjadi aktor di balik penyerangan Novel.
"Tidak ada kepastian hukum yang jelas bagaimana proses hukumnya sampai saat ini, padahal secara barang bukti sudah banyak didapatkan menurut laporan yg disampaikan oleh tim gabungan bentukan Kepolisian," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (6/11/2019).
Apalagi menurut dia, dengan maraknya disinformasi yang bertebaran di media sosial dengan tujuan mengaburkan substansi persoalan, membuat diskursus kasus Novel ini menjadi perhatian publik.
"Kalau pemerintah tidak ingin membuat kegaduhan, Presiden harusnya memerintahkan Kepolisian untuk menyampaikan hasil kerja tim teknis," jelas dia.
Bila belum mampu juga untuk mengungkap pelaku, Presiden sebagai kepala negara harus turun tangan membuat tim pencari fakta independen.
Baca juga: Kasus Novel Baswedan Tak Kunjung Selesai, Ini Kata Para Tokoh