Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal E-Budgeting Pemprov DKI, Pengamat: Tinjau Ulang Niatnya

Baca di App
Lihat Foto
Youtube Pemprov DKI Jakarta
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta dilakukan dengan menggunakan sistem e-budgeting.

Sistem ini mulai diperkenalkan di Jakarta ketika Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur.

Dengan sistem e-budgeting, seluruh perencanaan anggaran diinput secara digital ke dalam sistem. Melalui sistem ini, publik juga dapat menyoroti penyusunan anggaran yang dilakukan jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Namun, sistem e-budgeting memperoleh perhatian besar dari publik baru-baru ini setelah tersebarnya tangkapan layar dari situs apbd.jakarta.go.id.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkapan layar tersebut mencantumkan komponen belanja barang dan jasa Dinas Pendidikan untuk alat tulis kantor dengan jenis barang berupa lem aibon.

Anggaran untuk lem aibon tersebut mencapai 82,8 miliar.

Baca juga: Soal Lem Aibon Puluhan Miliar Rupiah, Ketua KPK: E-planning dan E-budgeting Harusnya Dibuka

Beberapa anggaran lain pun kemudian menjadi sorotan seperti anggaran influencer Rp 5 miliar, pembangunan jalur sepeda Rp 73,7 miliar, pembelian bolpoin Rp 124 miliar, dan pembelian komputer Rp 121 miliar.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menemukan sejumlah anggaran yang janggal, mulai dari bolpoin Rp 635 miliar, tinta printer Rp 407,1 miliar, hingga pengadaan kertas Rp 213,3 miliar.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com (1/11/2019), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sri Mahendra mengakui bahwa SKPD asal memasukkan detail komponen anggaran.

Ia menyatakan bahwa menurut aturan, detail komponen anggaran baru disusun setelah dokumen kebijakan umum anggaran-prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) ditandatangani, yaitu saat menyusun rencana kerja dan anggaran (RKA).

Sementara dalam sistem e-budgeting, detail komponen anggaran harus dimasukkan ke sistem sejak awal atau sebelum menyusun KUA-PPAS.

Oleh karena itu, setiap SKPD menyusun detail komponen anggaran berdasarkan harga perkiraan sementara (HPS) kegiatan serupa tahun-tahun sebelumnya, bukan komponen anggaran sebenarnya yang dibutuhkan untuk 2020.

Merespons ditemukannya kejanggalan-kejanggalan tersebut, Anies pun akhirnya memilih tidak mengunggah rancangan KUA-PPAS 2020 ke situs apbd.jakarta.go.id.

Anies khawatir rancangan tersebut menimbulkan keramaian jika diunggah dan dilihat publik. Ia pun memilih mengunggah dokumen anggaran setelah dokumen tersebut dibahas dengan DPRD DKI Jakarta.

Dia menyatakan akan lebih fokus untuk menyisir dan mengoreksi anggaran itu secara internal sehingga data itu tak akan dibuka ke publik saat ini.

Menanggapi tindakan yang dipilih oleh Anies untuk menarik data tersebut, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana menilai bahwa harus dilakukan peninjauan ulang terkait dengan niat Pemprov DKI saat melakukan atau menyampaikan e-budgeting kepada publik dengan sistem yang ada.

Baca juga: Anies Sebut Sistem E-Budgeting yang Baru Harus Bisa Ikat Seluruh Penyusun Anggaran

Ia menilai jika niatnya adalah transparansi dan akuntabilitas, sistem memang harus selalu diperkuat dan diperbarui.

"Jika niat awalnya memang transparansi dan akuntabilitas, ya mestinya selalu diupdate dan diperkuat sistemnya, bukan kemudian, ketika terekspos ke publik justru malah menjadi resisten," tutur Aditya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/11/2019).

Menurut Aditya, respons ini harus dilihat kembali karena tujuan awal adalah untuk penguatan partisipasi masyarakat dan juga menegakkan prinsip-prinsip transparansi serta akuntabilitas dalam pembahasan anggaran.

Ia juga menambahkan bahwa secara normatif, sistem sudah bagus. Namun, aplikasi yang dilakukan yang kemudian memperoleh respons yang beragam.

"Karena ternyata ketika diinput ada nilai-nilai mata anggaran yang memang gak sesuai dengan logika, gak logis, karena terlalu besar, tidak sesuai kebutuhan dan sebagainya," ungkap Aditya.

Di sisi lain, Aditya juga menyatakan persetujuannya dengan pandangan Anies Baswedan terkait ajakan untuk bersama-sama mengoreksi soal ini.

"Karena Pak Anies sendiri juga sudah menyampaikan bahwa ada hal-hal yang gak relevan dan gak penting, tetapi masih dilakukan oleh bawahannya dia," kata Aditya.

"Jadi, dengan terbuka itu, dengan anggaran terbuka, semua orang akan saling melihat, saling tahu. Dan menurut saya, prinsip itu yang harus ditegakkan, saya pikir juga secara prinsip Pak Anies sudah setuju, gak ada persoalan," tambahnya.

Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mendorong agar koreksi dapat dilakukan dengan lebih baik. Misalnya pada birokrasi atau SKPD yang meng-input.

Aditya menilai bahwa harus dilakukan analisis yang benar ketika meng-input data yang kemudian akan disahkan menjadi anggaran.

"Itu harus benar-benar tepat, gak cuma sekadar masukin dan anggarannya menguntungkan pihak tertentu tapi gak ada bermanfaatnya barang tersebut misalnya," pungkas Aditya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi