Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Pendidikan Mulan Jameela, 6 Kasus Salah Ketik Lembaga Negara

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi mengetik
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Kejadian kasus salah ketik kembali terjadi. Kali ini pada laman dpr.go.id yang memuat riwayat pendidikan Mulan Jameela di SDN Malangbong.

Dalam laman tersebut, tercatat bahwa pendidikan SD Mulan adalah selama tiga tahun, dari tahun 1988-1991. Namun, pada Minggu (3/11/2019), riwayat pendidikan tersebut telah diperbarui menjadi tahun 1985-1991 atau enam tahun.

Setelah dikonfirmasi, Kepala Biro Pemberitaan Parlemen Hani Tahapari mengatakan bahwa data pendidikan tersebut bukanlah hal yang disengaja.

Menurutnya, kejadian ini adalah sebuah bentuk human error, yaitu salah ketik saja.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Ramai soal Riwayat Pendidikan Mulan Jameela, DPR: Salah Ketik Saja

Sebelum kasus ini, ada beberapa kasus salah ketik yang pernah terjadi sebelumnya dan berhubungan dengan pejabata ataupun lembaga negara.

Dihimpun dari berbagai pemberitaan Kompas.com, berikut adalah kasus-kasus salah ketik yang pernah terjadi sebelum soal riwayat pendidikan Mulan Jameela ini:

1. Lem Aibon 82,8 miliar

Salah satu kasus diduga akibat salah ketik yang jadi sorotan publik baru-baru ini adalah soal rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta yang diunggah dalam situs apbd.jakarta.go.id.

Dalam salah satu tangkapan layar yang dibagikan, tercantum komponen belanja barang dan jasa Dinas Pendidikan untuk alat tulis kantor dengan jenis barang berupa lem aibon dengan anggaran mencapai 82,6 miliar.

Usai ramai tersebar di media sosial dan dipertanyakan publik, sejumlah pihak memberikan konfirmasi atas besarnya anggaran tersebut.

Salah satunya adalah Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhati.

Susi menyebut bahwa kemungkinan anggaran tersebut adalah salah ketik.

Ia menyatakan bahwa usulan anggaran dinas melalui Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Kota Jakarta Barat mengusulkan item berupa kertas dan tinta saja.

Namun demikian, akhirnya Kasubag Tata Usaha Sudin Penediikan Jakarta Barat Wilayah I Sudarman mengakui asal pilih ketika memasukkan lem Aibon dalam dokumen rancangan KUA-PPAS DKI Jakarta 2020.

Baca juga: Soal Anggaran Lem Aibon Rp 82,8 Miliar, Disdik DKI: Sepertinya Salah Ketik

2. Revisi UU KPK

Salah ketik juga terjadi pada Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan hasil revisi.

Hal ini menyebabkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengembalikan draf UU tersebut kepada DPR.

Adapun salah pengetikan pada hasil revisi UU KPK terdapat pada dua pasal. Pertama, pada Pasal 10A ayat 4, dimana terdapat kelebihn huruf a dalam pasal tersebut, yaitu "penyerahaan", yang harusnya "penyerahan".

Pasal 10A ayat 4 berbunyi: "Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahaan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian dan/atau kejaksaan pada sat penyerahaan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi."

Kedua, yaitu pada Pasal 29 huruf e, perihal ketentuan umum pimpinan KPK yang disepakati menjadi paling rendah 50 tahun.

Pasal 29 huruf e berbunyi: "Berusia paling 50 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".

Baca juga: DPR Belum Miliki AKD, Perbaikan Tipo UU KPK Dinilai Tak Sah

3. Surat Kementerian Dalam Negeri untuk KPK

Kasus salah ketik juga pernah terjadi pada surat yang diterima KPK pada 7 Juni lalu dari Kementerian Dalam Negeri. Dalam foto kemudian menjadi viral, dapat dilihat adanya kesalahan penulisan kepanjangan dari singkatan KPK pada amplop surat tersebut.

Dalam amplop tersebut, kepanjangan dari singkatan KPK tidak ditulis sebagaimana seharusnya atau "Komisi Pemberantasan Korupsi", tetapi menjadi "Komisi Perlindungan Korupsi".

Setelah ditelusuri, pegawai Kementerian Dalam Negeri yang salah menuliskan kepanjangan singkatan dari KPK dalam surat undangan tersebut rupanya adalah tenaga honorer.

Pegawai tersebut baru bekerja selama tiga bulan di bawah Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri.

Akhirnya kasus tersebut berbuntut pada pemecatan pegawai tersebut untuk memberikan efek jera kepada semua pegawai Kemendagri. Kemendagri pun langsung melayangkan surat resmi tertulis yang berisi permohonan maaf kepada pimpinan KPK.

Baca juga: Kemendagri: Tak Ada Sabotase, Surat Komisi Perlindungan Korupsi Murni Human Error

4. Surat Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) untuk pelantikan kepala BIN dan Panglima TNI

Kasus salah ketik juga pernah terjadi pada undangan dari Sekretariat negara untuk pelantikan Letjen (Purn) Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Dalam undangan tersebut, tertulis kepanjangan BIN adalah Badan Intelijen Nasional.

Setelah tersebar dan disadari ada kesalahan penulisan, melalui pernyataan tertulis, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media, Sekretariat Presiden, Djarot Sri Sulistyo pun menjelaskan bahwa undangan tersebut langsung ditarik.

Kementerian Sekretariat Negara pun akhirnya menyampaikan permohonan maaf atas hal tersebut.

5. Surat Keputusan DPR tentang persetujuan DPR terhadap pemberhentian dan pengangkatan panglima TNI

Salah pengetikan juga pernah terjadi pada DPR, yaitu di surat Keputusan DPR tentang persetujuan DPR terhadap pemberhentian dan pengangkatan Panglima TNI yang ditandatangani ketua DPR pada 3 Juli 2015. Bagian surat tersebut berbunyi seperti berikut:

Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia memberikan persetujuan terhadap pemberhentian dan pengangkatan Panglima Tentara Nasional Indonesia sebagai berikut:

1. Menyetujui Pemberhentian Marsekal TNI Moeldoko, S IP dari jabatan sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia.
2. Menyetujui Pengangkatan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Kesalahan penulisan adalah pada pangkat Panglima Jenderal Moeldoko menjadi marsekal.

Baca juga: Salah Ketik Putusan MA yang Berujung Ribut di Internal DPD

6. Berita Sekretaris Kabinet

Kasus salah ketik juga pernah terjadi pada berita Sekretaris Kabinet dengan judul "Perkuat Sinergi, Presiden Jokowi Teken Revisi PP No. 43 Tentang Desa.

Dalam butir C Alokasi Dana Desa (ADD) untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa, tercantum angka yang cukup besar, yaitu Rp350 miliar. Padahal, keseluruhan butir tersebut mencantumkan nominal maksimal ADD sebanyak Rp900 juta.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi