Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Hog Cholera di Sumut, Apa Itu?

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Tapanuli Utara
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) akan mengeluarkan peraturan gubernur (pergub) dalam penanganan hog cholera atau kolera babi.

Hal itu dikarenakan wabah dari virus tersebut telah merebak hingga ke 11 kabupaten.

Kepastian Pergub tersebut disampaikan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi kepada wartawan, Kamis (7/11/2019) pagi.

Nantinya, isi dari pergub tersebut adalah mencegah orang membuang bangkai babi ke sungai.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, apa itu hog cholera atau kolera babi?

Dilansir dari britannica, hog cholera atau yang sering disebut classical swine fever (CSF) adalah penyakit virus babi yang serius dan seringkali fatal.

Dicirikan oleh demam tinggi dan kelelahan.

Virus ini ditularkan dari babi yang terinfeksi melalui berbagai agen pengangkut, termasuk kendaraan di mana babi dibawa dari satu tempat ke tempat lain, pedagang yang melakukan perjalanan dari satu peternakan ke peternakan lainnya, dan petugas peternakan.

Empat hari hingga tiga minggu setelah paparan, penyakit ini dimulai dengan demam.

Tanda-tanda selanjutnya bervariasi, mulai dari kehilangan nafsu makan, depresi, mata memerah dan mengering, muntah, sembelit atau diare, dan batuk dan kesulitan bernafas.

Dalam banyak kasus, terjadi juga ruam di kulit, selaput lendir mulut dan tenggorokan dapat menjadi meradang.

Pemberian serum anti kolera babi pada tahap awal penyakit mungkin akan efektif, meskipun jarang memulihkan.

Baca juga: Mata Berwarna Kuning? Waspada Penyakit Kuning

Penyebaran

Dilansir dari World Organisation for Animal Health, penularan kolera babi yang paling umum adalah melalui kontak langsung.

Virus ini ditularkan melalui air liur, sekresi hidung, urin, dan feses.

Hewan yang telah terinfeksi CSF ini secara terus-menerus, mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit.

Virus CSF dapat bertahan hidup dalam daging babi dan produk daging babi olahan selama berbulan-bulan, ketika daging disimpan di lemari es dan selama bertahun-tahun ketika dibekukan.

Tanda-tanda klinis

Penyakit ini memiliki bentuk akut dan kronis, dan dapat berkisar dari ringan hingga parah, dengan mortalitas tinggi, atau bahkan tidak terlihat.

Di antaranya adalah demam, kehilangan nafsu makan, kelemahan, konjungtivitis, sembelit diikuti oleh diare, dan gaya berjalan yang tidak stabil.

Beberapa hari setelah timbulnya tanda-tanda klinis, telinga, perut dan paha bagian dalam mungkin menunjukkan perubahan warna menjadi ungu.

Pencegahan

Bila mendapati babi yang terkena infeksi virus tersebut, harus segera disembelih dan bangkainya dikubur atau dibakar.

Pencegah pertama wabah CSF adalah dengan pemberian antibiotik profilaksis.

Ketika wabah sudah terjadi, banyak tindakan yang harus segera dilakukan, di antaranya:

  • Pembantaian semua babi di peternakan yang terkena dampak.
  • Disinfeksi menyeluruh.
  • Penunjukan zona yang terinfeksi, dengan kontrol gerakan babi.
  • Investigasi epidemiologis terperinci, dengan penelusuran sumber-sumber yang memungkinkan (up-stream).
  • Pengawasan zona yang terinfeksi, dan daerah sekitarnya.

 Baca juga: 6 Penyebutan Penyakit yang Hanya Ada di Indonesia, Apa Saja?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi