Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Dugaan Plagiat Calon Sarjana, "Copy-Paste" dan Budaya Instan

Baca di App
Lihat Foto
YouTube
Screenshoot akun YouTube Calon Sarjana yang diduga mengambil konten milik YouTuber asing.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Media sosial tengah diramaikan dengan adanya tindakan salah satu YouTuber Indonesia, Calon Sarjana yang diduga ketahuan menjiplak video hasil karya sejumlah YouTuber luar negeri baru-baru ini.

Tidak hanya itu, tindakan "copy-paste" ini justru memberikan keuntungan tersendiri bagi si penduplikat.

Bagi masyarakat Indonesia, video-video yang disajikan oleh Calon Sarjana banyak dijadikan sebagai hiburan atau pengetahuan semata.

Namun, bagi masyarakat awam, mereka tidak mengetahui bahwa video yang mereka tonton merupakan hasil karya orang lain.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, mengapa orang-orang cenderung melakukan kecurangan dengan mencuri karya milik orang lain?

Guru Besar Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof Dr Bani Sudardi menjelaskan bahwa seharusnya masyarakat dapat memahami masalah "copy-paste" dari segi budaya.

"Pada dasarnya, masyarakat kita itu adalah masyarakat komunal yang berarti semua yang dimiliki oleh masyarakat atau yang dimiliki seseorang itu akan menjadi milik bersama," ujar Bani saat dihubungi Kompas.com pada Sabtu (9/11/2019).

Ia menyebutkan, ada hal yang dapat dijadikan milik bersama, misalnya, tembang (lagu tradisional Jawa), tarian, dan lainnya.

Saat itu jika banyak masyarakat yang mementaskan tari, menyanyikan suatu tembang, meski tanpa izin dari pemilik pun tidak dipermasalahkan.

Justru si empunya malahan merasa senang, hasil karyanya dinikmati banyak orang.

Namun, ia menyadari bahwa semakin hari, tindakan "copy-paste" dapat menimbulkan masalah saat bersinggungan dengan makna ekonomi atau bisnis.

"Nah ini yang kemudian menjadi masalah baru di dalam kebudayaan kita," ujar Bani.

"Kita memasuki suatu era, ya kalau saya sebut dari era komunal menjadi era individual. Setiap karya ini dianggap sebagai milik pribadi," kata dia.

Kemudian, jika ada seseorang yang mengambil tanpa izin dari yang punya karya, maka timbul pengertian-pengertian baru seperti, penjiplakan, plagiasi, atau pencurian hak karya, dan lainnya.

Menurut Bani, di dalam masa yang berbeda atau tata nilai yang berbeda saat ini, seharusnya ada suatu bentuk sosialisasi dari penguasa agar hal-hal plagiarisme tidak terjadi.

Oleh karena itu, penting dilakukan penyebutan sumber dari si pemilik karya.

"Kalau orang mengambil dari YouTube, itu yang terbaik memang mencantumkan sumbernya. Kalau suatu sumber itu milik bersama, dan dibagikan oleh umum, maka dengan mencantumkan sumber sebenarnya sudah cukup," ujar Bani.

Baca juga: Saat Internet Mengubah Sikap Masyarakat...

Mental instan

Di sisi lain, dosen prodi Indonesia dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), Dr Sunu Wasono mengatakan bahwa fenomena "copy-paste" menunjukkan mental instan, tidak kreatif, tidak menghargai karya orang lain, dan tidak jujur.

Ia teringat ucapan penulis buku Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan sekaligus antropolog, Koentjaraningrat, yakni betapa berbahayanya mentalitas menerabas.

"Ingin mendapatkan hasil cepat tanpa mengindahkan proses yang seharusnya dilalui. Mental seperti ini sudah membudaya, dalam arti sudah menjadi laku sehari-hari tanpa disadari," ujar Sunu saat dihubungi terpisah pada Sabtu (9/11/2019).

Tak hanya itu, Sunu pun mencontohkan bahwa perilaku mental instan juga ada pada kegiatan berdagang, yakni barang-barang yang dijual di pasar yang menggunakan merek luar negeri, padahal barang tersebut diproduksi di dalam negeri.

"Saya kira gejala ini menunjukkan bahwa mereka (yang mengeluarkan produk itu) bukan hanya tidak jujur, tapi juga tidak percaya diri," kata dia.

Atas maraknya tindakan seperti ini, Sunu mengatakan bahwa cara memberantas sikap menjiplak bisa melalui pendidikan yang ditanamkan sejak dini.

Atau bisa juga dengan memberi hukuman jika melanggar dan ceramah-ceramah keagamaan yang harus diisi mengenai soal akhlak yang mendasar dan hakiki.

"Harus ada gerakan moral untuk menghargai karya orang lain. Kalau mau berkarya, berkaryalah sendiri, jangan mencuri. Buat sendiri, namai sendiri, jangan merek orang lain yang dipakai," katanya lagi.

Baca juga: [HOAKS] Sinyal Internet Dihentikan hingga Rekam Seluruh Aktivitas Ponsel

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi