Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bung Tomo, Pahlawan yang Religius Tapi Tolak Poligami

Baca di App
Lihat Foto
tribunnews.com
Bung Tomo

KOMPAS.com - Hari Pahlawan yang jatuh tepat hari ini, 10 November, dipilih karena Pertempuran Surabaya yang digerakkan oleh Bung Tomo.

Selain pemberani, Bung Tomo rupanya juga sosok pahlawan yang religius. Kendati demikian, Bung Tomo adalah salah satu tokoh laki-laki di Indonesia yang paling keras menolak poligami.

Bagaimana ceritanya? Dalam biografi Bung Tomo (2019) yang ditulis Abdul Waid, diceritakan bahwa pria yang aslinya bernama asli Sutomo itu memang terlahir dari keluarga yang religius.

Ibunya dikenal sebagai muslimah yang taat. Ibunyalah yang mengajarinya shalat, puasa, zakat, mengaji, dan ibadah.

Baca juga: Dijual, Rumah Bersejarah Bung Tomo di Malang Terancam Dibongkar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski tak pernah mengenyam pendidikan di pesantren, Bung Tomo sangat dekat dengan para kiai. Ia bahkan sering meminta nasihat beberapa kiai berpengaruh di Jawa.

Buku Indonesia dalam Arus Sejarah Edisi ke-6 menjelaskan, siaran Bung Tomo selalu dibuka dengan "Allahu Akbar! Allahu Akbar!", yang berhasil menggerakan hati warga, terutama masyarakat santri di Surabaya.

Bahkan untuk menggerakkan massa untuk melawan saat 10 November di Surabaya, Bung Tomo terlebih dulu meminta petuah dari KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Orasi penyemangat Bung Tomo dibarengi dengan Resolusi Jihad yang disuarakan NU. Resolusi Jihad merupakan deklarasi yang disampaikan Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 untuk menyerukan perlawanan terhadap upaya penjajahan.

Kemudian dalam buku Sama Tapi Berbeda: Potret Keluarga Besar KH A Wahid Hasyim (2007), diceritakan pula kedekatan Bung Tomo dengan putra Hasyim Asy'ari. Keduanya saling memberi masukan dalam urusan kebangsaan.

Tak sampai di situ, bahkan ketika meninggal pada 7 Oktober 1981, Bung Tomo sedang menunaikan ibadah haji yang menjadi cita-citanya.

Baca juga: Gelegar Pidato Bung Tomo di Museum 10 Nopember

Ia meninggal ketika hendak wukuf di Padang Arafah.

Kritik Soekarno

Kendati taat beragama, Bung Tomo menentang keras praktik poligami.

Dalam biografinya, disebut Bung Tomo menilai poligami sebagai upaya laki-laki mengumbar nafsu, namun bisa merusak keutuhan keluarga.

Ia bahkan pernah mengkritik Presiden Soekarno yang mengawini banyak wanita. Para jenderal yang punya istri simpanan juga ikut disemprot Bung Tomo.

"...Yang lebih seram lagi adalah istri-istri penguasa tertinggi yang secara sendiri menguras kekayaan negara untuk memuaskan nafsu pribadinya, berfoya-foya di luar negeri, menimbun kekayaan di dalam negeri!"

Baca juga: Bung Tomo, Pengobar Semangat Rakyat Surabaya Melawan Penjajah

"Sedangkan para penguasa berbuat seolah-olah (pura-pura) tidak tahu semuanya itu..." tulis Bung Tomo dalam surat terbukanya untuk Presiden Soekarno.

Hingga akhir hayatnya, Bung Tomo hanya berpasangan dengan Sulistina, istri satu-satunya. Mereka punya empat anak.

Bung Tomo baru dinobatkan gelar Pahlawan Nasional pada 2008 setelah berbagai desakan dan perdebatan panjang.

Lihat Foto
Lihat Foto
Lihat Foto
Lihat Foto
Lihat Foto
Lihat Foto
Lihat Foto

Lihat Foto

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Editor: Nibras Nada Nailufar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi