Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Pendaftaran CPNS, Kok Masih Banyak Orang Percaya dengan Jimat?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi jimat
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Seleksi CPNS 2019 akan segera dibuka esok hari, Senin (11/11/2019).

Tiap tahun, penerimaan CPNS selalu dibarengi dengan berbagai hal unik di dalamnya, mulai dari prosedur pendaftaran hingga hal-hal yang dilakukan oleh pelamarnya.

Salah satu hal yang seringkali mewarnai dan dapat dijumpai dalam seleksi CPNS adalah adanya penggunaan jimat, dukun, ataupun hal-hal sejenis oleh peserta CPNS.

Misalnya, pada seleksi CPNS 2018, keberadaan jimat diketahui saat petugas menggeledah peserta seleksi CPNS sesaat sebelum memasuki ruang tes. Adapun isi jimatnya pun bermacam-macam.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagaimana telah diberitakan Kompas.com (16/11/2018), Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan bahwa peserta yang membawa jimat tetap dapat mengikuti tes seleksi.

Namun, jimat yang dikenakan oleh peserta seleksi tersebut harus dilepas dan tidak boleh dibawa ke ruang tes.

Selain jimat, ada juga peserta yang membawa dukun. Hal ini dilakukan oleh peserta seleksi yang sudah mengetahui larangan membawa jimat.

Baca juga: Jimat, Dukun dan Joki Warnai Seleksi CPNS 2018

Peluang yang Ketat

Menurut Pengamat Budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Dr. Sunu Wasono, fenomena-fenomena ini mungkin terjadi karena tingginya persaingan untuk dapat diterima sebagai PNS.

Oleh karena itu, orang lalu mencari segala macam cara untuk dapat lolos.

"Nah, saking ketatnya, barangkali orang mencari cara-cara yang sifatnya sebetulnya tidak rasional, cara-cara bantuan dukun dan lain sebagainya. Tapi, itu memang sekarang kan ada kecenderungan orang untuk memanfaatkan hal-hal yang ghaib ya, yang tidak masuk akal itu untuk tujuan-tujuan praktis," tutur Sunu saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/11/2019).

Menurut Sunu, dalam konsepsi orang Jawa, jimat-jimat disebut sebagai piandel, yaitu pegangan agar lebih mantap.

Ia menilai bahwa mungkin ada nilai sugestif tersendiri yang agak sulit untuk dibuktikan pengaruhnya.

"Tapi yang menurut saya sih, tidak ada pengaruhnya itu. Artinya, orang tidak tiba-tiba jadi pintar karena menggunakan jimat dan sejenisnya itu. Hanya sugestif saja, saya kira. Jadi, seakan-akan dengan pegang itu, ada jalan," tambah Sunu.

Cari Penyelesaian Menghadapi Ketidakpastian

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Bagong Suyanto. Bagong mengatakan, menggunakan jimat adalah sebagai tindakan yang non rasional.

Menurutnya, setiap manusia bila menghadapi ketidakpastian, bisanya akan menuju ke hal-hal yang non rasional tersebut.

Non rasional menurut Bagong adalah mencari penyelesaian diluar tindakan yang masuk akal atau rasional.

"Bila pelamar CPNS mencari dan menggunakan jimat, ya karena dalam pandangan mereka melamar menjadi pegawai negeri itu dianggap sebagai momen yang penuh dengan ketidakpastian," kata Bagong saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/11/2019).

"Kalo rasional ya mestinya belajar secara giat, belajar menekuni soal-soal tentang CPNS itu sendiri," imbuhnya.

Baca juga: Selain di Madiun, Panitia Seleksi CPNS Temukan Jimat di Dua Lokasi Ini

Lebih Kuat dari Ilmu Pengetahuan

Hal inilah yang membuat Sunu juga menyatakan bahwa budaya penggunaan jimat ataupun hal-hal mistik lain tidak dapat dikikis habis.

"Masyarakat kita kan seperti ini, yang sudah sangat literate, yang sangat berpendidikan banyak, tapi yang belum juga banyak. Yang menjadi problem adalah, ketika yang sudah terdidik pun terpengaruh dengan cara-cara seperti itu karena terpengaruh oleh cerita-cerita yang gak-gak," papar Sunu.

Menurut Sunu, pengaruh cerita-cerita mistik jauh lebih kuat daripada ilmu pengetahuan yang diperoleh seseorang.

Akan tetapi, ia memprediksi bahwa anak-anak muda ke depannya akan meninggalkan cara-cara seperti itu. Namun, budaya tersebut tetap tidak dapat dikikis jika dilihat pada banyaknya kasus orang-orang terdidik yang masih terpengaruh oleh hal-hal tersebut.

"Menentramkan" Hati

Lebih lanjut, Bagong menyebut, penggunaan jimat ini juga menjadi cara mereka (pelamar CPNS) untuk menenteramkan suasana hati.

Dia menegaskan, dalam pandangan mereka yang membawa jimat, benda tersebut dapat memberikan suatu dampak tersendiri.

Ia juga berpendapat, bahwa menggunakan jimat adalah sebagai bentuk ketidakpercayaan atas situasi yang penuh dengan ketidak pastian.

Fenomena membawa jimat ini menurutnya sama halnya dengan mencari kesembuhan melalui pengobatan alternatif.

"Hal ini seperti perilaku manusia dalam mencari kesembuhan ketika sedang sakit," kata dia.

Seharusnya, orang yang sedang sakit adalah mencari kesembuhan melalui tindakan medis.

Namun, ketika medis dianggap tidak bisa menyembuhkan, orang-orang akhirnya memutuskan pergi ke pengobatan alternatif yang biasanya juga non rasional.

"Seperti halnya dalam kasus CPNS ini, saya kira sama saja," ujar dia lagi.

Baca juga: Peserta Tes CPNS di Madiun Bawa Jimat Untuk Perlancar Kerjakan Soal

Ketika Jimat Dikomersilkan

Sunu juga mengatakan bahwa selama masih ada yang percaya bahwa sesuatu dapat dicapai dengan bantuan kekuatan gaib, penggunaan jimat dalam kompetisi apa pun akan tetap ada.

"Kepercayaan seperti itu kini tersebar lewat getok tular yang dibantu dengan teknologi komunikasi. Info apa pun, termasuk info yang bertalian dengan jimat, kini bisa tersebar lewat internet, bahkan lewat WA (aplikasi WhatsApp)," ujar Sunu.

"Karena ada nilai ekonomisnya, jimat pun bisa dibisniskan/dikomersilkan. Orang yang tadinya tidak kenal jimat itu apa, tidak tahu-menahu soal mistik, jadi ingin mencoba," tambah Sunu melalui pesan tertulis.

Ia mengatakan bahwa masyarakat mudah sekali dipengaruhi oleh cerita-cerita dari mulut ke mulut atau lebih suka dan percaya mendengarkan langsung ketimbang membaca.

"Nah, hal-hal yang sifatnya mistik tadi kan mudah sekali ditularkan lewat omongan", ungkap Sunu.

Selain itu, Sunu menilai bahwa praktik-praktik penjualan jimat ataupun perdukunan memiliki motif ekonomi yang sangat kuat.

Dari fenomena tersebut, Sunu menyatakan bahwa penurunan tingkat fenomena penggunaan hal-hal mistik dapat diupayakan melalui jalur pendidikan meskipun ia menganggapnya masih kurang mempan.

"Mungkin orang-orang yang bergerak di bidang agama harusnya juga ikut mengurangi itu. Jangan percaya pada hal-hal seperti itu, harusnya begitu," kata Sunu.

"Tapi ya itu tadi, mungkin harus dari rumah juga, dari keluarga, kalau bapak ibunya sudah biasa menggunakan praktik seperti itu, nanti dia akan tularkan itu kepada anaknya," imbuhnya.

Namun, yang jelas, Sunu menilai bahwa ilmu pengetahuan dan rasionalitas adalah hal yang dapat menghilangkan kepercayaan tersebut.

"Saya kira, yang bisa menghilangkan sebetulnya ilmu pengetahuan, rasionalitas. Nah orang makin belajar mestinya makin mengandalkan rasionalitasnya daripada kepada hal-hal yang semacam itu. Tapi balik lagi, seberapa orang kuyub dengan ilmu yang dipelajari," tutur Sunu.

Baca juga: Panitia Tes CPNS di Madiun: Kami Berulangkali Melarang Peserta Bawa Jimat, tapi...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi